Wikipedia:Bak pasir

Revisi sejak 19 November 2011 14.14 oleh Ariandra 03 (bicara | kontrib)
Aksara Jawa
Jenis aksara
Abugida
BahasaJawa
Sunda (sebagai Cacarakan)
Periode
sekitar abad ke-16 hingga sekarang
Arah penulisanKiri ke kanan
Aksara terkait
Silsilah
Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Aksara kerabat
Bali
Batak
Baybayin
Buhid
Hanunó'o
Lontara
Sunda Kuno
Rencong
Rejang
Tagbanwa
ISO 15924
ISO 15924Java, , ​Jawa
Pengkodean Unicode
Nama Unicode
Javanese
U+A980U+A9DF
 Halaman ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Hanacaraka atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan (bahasa Sunda) adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Makasar, bahasa Madura[butuh rujukan], bahasa Melayu[butuh rujukan] (Pasar), bahasa Sunda[1], bahasa Bali[butuh rujukan], dan bahasa Sasak[1].

Bentuk hanacaraka yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata "hari". Aksara Na yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata "nabi". Dengan demikian, terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila dibandingkan dengan penulisan aksara Latin.

Klasifikasi

 
Prasasti modern dengan aksara Latin (bahasa Portugis) dan aksara Hanacaraka/Jawa modern (bahasa Jawa). Prasasti dibuat untuk memperingati pemugaran Taman Sari di komplek Kraton Yogyakarta.

Aksara Jawa Hanacaraka termasuk ke dalam kelompok turunan aksara Brahmi, sebagaimana semua aksara Nusantara lainnya. Aksara ini memiliki kedekatan dengan aksara Bali. Aksara Brahmi sendiri merupakan turunan dari aksara Assyiria.

Kelompok aksara

Pada bentuknya yang asli, aksara Jawa Hanacaraka ditulis menggantung (di bawah garis), seperti aksara Hindi. Namun demikian, pengajaran modern sekarang menuliskannya di atas garis.

Aksara hanacaraka Jawa memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf "utama" (aksara murda, ada yang tidak berpasangan), 8 pasangan huruf utama, lima aksara swara (huruf vokal depan), lima aksara rekan dan lima pasangannya, beberapa sandhangan sebagai pengatur vokal, beberapa huruf khusus, beberapa tanda baca, dan beberapa tanda pengatur tata penulisan (pada).

Huruf dasar (aksara nglegena)

Pada aksara Jawa hanacaraka baku terdapat 20 huruf dasar (aksara nglegena), yang biasa diurutkan menjadi suatu "cerita pendek":

Aksara nglegena
 
Ha
 
Na
 
Ca
 
Ra
 
Ka
 
Da
 
Ta
 
Sa
 
Wa
 
La
 
Pa
 
Dha
 
Ja
 
Ya
 
Nya
 
Ma
 
Ga
 
Ba
 
Tha
 
Nga

Huruf pasangan (Aksara pasangan)

Pasangan dipakai untuk menekan vokal konsonan di depannya. Sebagai contoh, untuk menuliskan mangan sega (makan nasi) akan diperlukan pasangan untuk "se" agar "n" pada mangan tidak bersuara. Tanpa pasangan "s" tulisan akan terbaca manganasega (makanlah nasi).

Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka tidak mengenal spasi, sehingga penggunaan pasangan dapat memperjelas kluster kata.

Berikut ini adalah daftar pasangan:

Aksara pasangan
 
Ha
 
Na
 
Ca
 
Ra
 
Ka
 
Da
 
Ta
 
Sa
 
Wa
 
La
 
Pa
 
Dha
 
Ja
 
Ya
 
Nya
 
Ma
 
Ga
 
Ba
 
Tha
 
Nga

Huruf utama (aksara murda)

Pada aksara hanacaraka memiliki bentuk murda (hampir setara dengan huruf kapital) yang seringkali digunakan untuk menuliskan kata-kata yang menunjukkan nama gelar, nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama lembaga berbadan (Kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang menunjukkan hal-hal diatas biasanya diawali dengan huruf besar atau kapital. Untuk itulah pada perangkat lunak ini kita gunakan huruf kapital untuk menuliskan aksara murda atau pasangannya)

Berikut ini adalah aksara murda serta pasangan murda:


Aksara murda
 
Na murda
 
Ka murda
 
Ta murda
 
Sa murda
 
Pa murda
 
Nya murda
 
Ga murda
 
Ba murda
Pasangan
 
Na murda
 
Ka murda
 
Ta murda
 
Sa murda
 
Pa murda
 
Nya murda
 
Ga murda
 
Ba murda

Huruf Vokal Mandiri (aksara swara)


Aksara swara
 
A
 
E
 
I
 
O
 
U

Huruf tambahan (aksara rèkan)


Aksara rèkan
 
Gha
 
Fa / Va
 
Kha
 
Dza
 
Za

Huruf Vokal tidak Mandiri (sandhangan)


Nama Sandhangan Aksara Jawa Keterangan
Wulu
 
tanda vokal i
Suku
 
tanda vokal u
Taling
 
tanda vokal é
Pepet
 
tanda vokal e
Taling Tarung
 
tanda vokal o
Layar
 
tanda ganti konsonan r
Wignyan
 
tanda ganti konsonan h
Cecak
 
tanda ganti konsonan ng
Pangkon
 
tanda penghilang vokal
Péngkal
 
tanda ganti konsonan ya
Cakra
 
tanda ganti konsonan ra
Cakra keret
 
tanda ganti konsonan re

Tanda-tanda Baca (pratandha)

Berkas:Pratandha.png

Gaya Penulisan (Style, Gagrag) Aksara Jawa

Berdasarkan Bentuk aksara Penulisan aksara Jawa dibagi menjadi 3 yakni:

  • Ngetumbar

Berkas:Aj-ngtmbr.png

  • Mbata Sarimbag

Berkas:Aj-bs.png

  • Mucuk eri



Berdasarkan Daerah Asal Pujangga/Manuskrip, dikenal gaya penulisan aksara Jawa :

  • Jogjakarta

Berkas:Aj-jogja.png

  • Surakarta

Berkas:Aj-solo.png

  • Lainnya

Berkas:Aj-ngtmbr.png

Aturan baku penggunaan hanacaraka

Penggunaan (pengejaan) hanacaraka pertama kali dilokakaryakan pada tahun 1926 untuk menyeragamkan tata cara penulisan menggunakan aksara ini, sejalan dengan makin meningkatnya volume cetakan menggunakan aksara ini, meskipun pada saat yang sama penggunaan huruf arab pegon dan huruf latin bagi teks-teks berbahasa Jawa juga meningkat frekuensinya. Pertemuan pertama ini menghasilkan Wewaton Sriwedari ("Ketetapan Sriwedari"), yang memberi landasan dasar bagi pengejaan tulisan. Nama Sriwedari digunakan karena lokakarya itu berlangsung di Sriwedari, Surakarta. Salah satu perubahan yang penting adalah pengurangan penggunaan taling-tarung bagi bunyi /o/. Alih-alih menuliskan "Ronggawarsita" (bentuk ini banyak dipakai pada naskah-naskah abad ke-19), dengan ejaan baru penulisan menjadi "Ranggawarsita", mengurangi penggunaan taling-tarung.

Modifikasi ejaan baru dilakukan lagi tujuh puluh tahun kemudian, seiring dengan keprihatinan para ahli mengenai turunnya minat generasi baru dalam mempelajari tulisan hanacaraka. Kemudian dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga gubernur (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur) pada tahun 1996 yang berusaha menyelaraskan tata cara penulisan yang diajarkan di sekolah-sekolah di ketiga provinsi tersebut.

Tonggak perubahan lainnya adalah aturan yang dikeluarkan pada Kongres Basa Jawa III, 15-21 Juli 2001 di Yogyakarta. Perubahan yang dihasilkan kongres ini adalah beberapa penyederhanaan penulisan bentuk-bentuk gabungan (kata dasar + imbuhan).

Perubahan Aksara Pallawa ke Aksara-Aksara Nusantara

 

Perbandingan aksara Jawa dan aksara Bali

 
Hanacaraka gaya Jawa, aksara-aksara dasar
 
Hanacaraka gaya Bali, aksara-aksara dasar
Hanacaraka gaya Jawa, aksara-aksara dasar Hanacaraka gaya Bali, aksara-aksara dasar

Penulisan Aksara Jawa dalam Cacarakan Sunda

Berkas:Cacarakan.png


Ada sedikit perbedaan dalam Cacarakan Sunda dimana aksara "Nya" dituliskan dengan menggunakan aksara "Na" yang mendapat pasangan "Nya". Sedangkan Aksara "Da" dan "Tha" tidak digunakan dalam Cacarakan Sunda. Juga ada penambahan aksara Vokal Mandiri "É" dan "Eu", sandhangan "eu" dan "tolong"

Penggunaan aksara Hanacaraka

 
Bahasa Jawa dalam huruf Jawa dipakai pada papan nama jalan di Surakarta.

Aksara hanacaraka masih diajarkan di sekolah-sekolah di wilayah berbahasa Jawa sampai sekarang [2] (Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta), sebagai bagian dari muatan lokal dari kelas 3 hingga kelas 5 SD.[3] Walaupun demikian, penggunaannya dalam surat-surat resmi/penting, surat kabar, televisi, media luar ruang, dan sebagainya sangatlah terbatas dan terdesak oleh penggunaan alfabet Latin yang lebih mudah diakses. Beberapa surat kabar dan majalah lokal memiliki kolom menggunakan aksara Jawa. Penguasaan aksara ini dianggap penting untuk mempelajari naskah-naskah lama, tetapi tidak terlihat usaha untuk menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari. Usaha-usaha revivalisasi bersifat simbolik dan tidak fungsional, seperti pada penulisan nama jalan atau kampung. Salah satu penghambatnya adalah tidak adanya usaha ke arah pengembangan ortografi/tipografi aksara ini.[3]

Integrasi Hanacaraka ke dalam sistem informasi komputer

Usaha-usaha untuk mengintegrasikan aksara ini ke sistem informasi elektronik telah dilakukan sejak 1983 oleh peneliti dari Universitas Leiden (dipimpin Willem van der Molen). Integrasi ini diperlukan agar setiap anggota aksara Jawa memiliki kode yang khas yang diakui di seluruh dunia.

Jeroen Hellingman mengajukan proposal untuk mendaftarkan aksara ini ke Unicode pada pertengahan tahun 1993 dan Maret 1998. Selanjutnya, Jason Glavy membuat "font" aksara Jawa yang diedarkan secara bebas sejak 2002 dan mengajukan proposal pula ke Unicode. Di Indonesia Yanis cahyono membuat font aksara jawa pada tahun 2001 yang diberi nama aljawi sekaligus software installernya [4],hampir bersamaan disusul Ermawan Pratomo membuat hanacaraka font pada tahun 2001, Teguh Budi Sayoga pada tahun 2004 telah pula membuat suatu font aksara Jawa untuk Windows (disebut "Hanacaraka") berdasarkan ANSI[2]. Matthew Arciniega membuat screen font untuk Mac pada tahun 1992 dan ia namakan "Surakarta".[5] Yang terbaru adalah yang digarap oleh Bayu Kusuma Purwanto (2006), yang dapat diekspor ke dalam html.

Baru sejak awal 2005 dilakukan usaha bertahap yang nyata untuk mengintegrasikan aksara Jawa ke dalam Unicode setelah Michael Everson membuat suatu code table sementara untuk didaftarkan. Kelambatan ini terjadi karena kurangnya dukungan dari masyarakat pengguna aksara ini. Baru semenjak masa ini mulai terhimpun dukungan dari masyarakat pengguna. Aksara Jawa Hanacaraka saat ini telah dirilis dalam Unicode versi 5.2 (tergabung dalam Amandemen 6) yang keluar pada tanggal 1 Oktober 2009.[6] Alokasi Memori Aksara Jawa (Javanese) pada Unicode 5.2.0 adalah di alamat heksadesimal A980 sampai dengan A9DF (desimal: 43392–43487).

Catatan kaki

  1. ^ a b Everson M. 2008. Proposal for encoding the Javanese script in the UCS. Project Report.
  2. ^ Bahasa Jawa? Ih, "Boring" Banget. Kompas daring 25-09-2006. Diakses 6-5-2009.
  3. ^ a b Abdul Wahab. Masa depan bahasa, sastra, dan aksara daerah. Nawala.
  4. ^ [1] download
  5. ^ Downloadable Surakarta fonts by M. Arciniega.
  6. ^ Unicode 5.2.0

Pranala luar