Templat:Bak pasir templat

Alhilal Hamdi, Sahabat Jakarta,....

AIR ITU BERKAH

Air adalah kebutuhan pokok semua orang. Tetapi, bagi sebagian besar warga, banjir air tentu sangat mengganggu. Setiap hujan deras selama lebih dari 2 jam genangan air bisa mememperparah kemacetan.

Mungkin masih ada yang mengingat akhir Oktober tahun 2010, tatkala Jakarta diguyur hujan dengan curah 110-an milimeter selama 1,5 jam, kota kita macet total. Banyak warga yang biasanya tiba di rumah jam 8 malam, baru sampai menjelang subuh..

Bulan Nopember 2011, bagian utara Jakarta tergenang banjir, akibat air pasang laut yang naik dan menahan limpasan air sungai. Hujan dengan curah biasa sajapun di bulan Desember telah membuat kampung Pulo di bilangan Cilandak terus berlangganan banjir...

Bagaimana kita mengatasi persoalan banjir & genangan air?

Apakah membersihkan sampah di selokan dan kali, pengerukan endapan di dasar sungai dan muara serta pembuatan kanal bisa mencegah banjir? Pemda DKI sekarang sedang membangun gorong-gorong agar genangan air sekitar Sudirman bisa diarahkan ke Kanal Barat. Tapi, apakah cara tersebut memecahkan masalah, atau banjirnya hanya akan berpindah ke daerah seputar Kanal Barat?

Sekarangpun ada wacana atau gagasan membuat tanggul raksasa di pantai utara Jakarta, guna menahan rob atau air pasang, tapi bisakah masalah banjir terpecahkan ?

Masalah dasar banjir Jakarta

Umumnya dipahami, mengatasi banjir atau genangan adalah dengan cara mengalirkannya segera ke sungai atau laut lewati gorong-gorong atau selokan. Hingga, banyak juga para pengembang perumahan atau bangunan yang hanya menyiapkan talang atap rumah dan pipa air buangan serta mengarahkan air hujan dan limbah rumah ke selokan.

Genangan atau sebenarnya "banjir lokal" terjadi akibat ruang selokan tak mampu menampung air. Hal ini bisa disebabkan karena jumlah air ke selokan bertambah banyak atau ada banyak kotoran, tanah atau sampah yang menumpuk dan menghambat laju aliran.

Tetapi sebenarnyalah, semua air yang dibuang lewat "drainase horizontal" hanya akan menambah volume air di selokan yang berujung sungai dan berakhir di muara pantai utara Jakarta. Akibatnya bisa dibayangkan, tatkala rob atau pasang laut, banjir menggenangi wilayah dekat pantai. Banjir hanya pindah dari satu tempat ke tempat lain...

Gagasan drainase horizontal Jakarta dimulai ketika rencana Prof H. Van Breen dijalankan di abad 19 dengan dibangunnya Kanal Banjir Barat. Di balik tujuan untuk menggeser aliran sungai ke luar kota Batavia, sebenarnya telah disadari adanya potensi banjir akibat alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan teh di daerah Bogor Puncak Cianjur.

Kemudian, dari zaman ke zaman penduduk bertambah dan pemukiman menjamur di daerah aliran sungai Ciliwung hingga Jakarta. Ruang terbuka hijau berkurang drastis. Penyerapan air hujan menjadi air tanah berkurang banyak. Bila di masa lalu banyak sumur di Jakarta yang menyembur ke permukaan tanpa pompa, sekarang tak ada lagi.

Pengambilan air tanah terjadi terus menerus dan bertambah besar sejalan dengan naiknya konsumsi air, sementara pasokan air ke dalam bumi berkurang. Permukaan aspal, beton, bangunan melimpaskan air hujan begitu saja. Daerah aliran sungai tak lagi menyerap air hujan.

Secara umum, siklus air di bumi relatif tak berubah, pun volumenya. Air menguap ke udara, menumpuk sebagai awan, turun ke bumi menjadi hujan. Yang berubah ialah, ketika tiba di bumi, air tak banyak lagi terserap ke dalam tanah, tetapi melimpas ke permukaan begitu saja.

Memperluas dan memperbaiki drainase horizontal memang efektif. Tapi, ibarat obat, cara tersebut hanya menurunkan panas demam, bukan menyembuhkan atau mengobati penyakit yang sesungguhnya..

Konservasi Total sebagai Solusi Jakarta

Dalam jangka pendek cara tersebut memadai, karena masyarakat butuh tindakan segera. Namun, kita juga sangat butuh pemecahan jangka menengah panjang guna memecahkan masalah banjir Jakarta, sekaligus mengatasi krisis air di Jakarta.

Jawabannya adalah melalui "program konservasi total" (PKT).

Dengan PKT ditargetkan:

Mengurangi ancaman banjir meskipun terjadi curah hujan sebesar 73-an milimeter selama 2 jam.

(Sebagai catatan, saat ini Jakarta banjir meski curah hujan baru mencapai 40-an milimeter per 2 jam).

Keadaan banjir Jakarta terjadi akibat tingkat penyerapan air ke dalam tanah antara 5% sd 25%. Artinya, persentase air yang melimpas atau terbuang antara 75% sd 95%.

Oleh sebab itu dengan aksi PKT diarahkan supaya:

1. penyerapan air hujan ke dalam tanah kembali ke keadaan ideal atau mendekati angka semula, antara 75% sd 95%.

2. limpasan atau buangan air diturunkan ke angka 5% sd 25%.

Solusi Jakarta kita

Siapa sajakah yang musti terlibat dalam aksi PKT? Kalau hanya Pemerintah DKI saja mungkin akan terbatas. Perlu kerja bersama seluruh pihak yang berkepentingan.

Terutama peran serta segenap warga masyarakat...

Lima (5) agenda aksi PKT: 1. Penghijauan dan pembuatan sumur resapan di sepanjang tepi dan median jalan. 2. Penghijauan dan pembuatan sumur resapan di masing-masing rumah warga menengah atas di Jakarta. 3. Pembuatan sumur resapan dalam di setiap bangunan bertingkat tinggi: kantor, hotel, apartemen dan lainnya. 4. Pembuatan sumur biopori di kawasan pemukiman padat yang masih memiliki halaman. 5. Pembuatan waduk resapan di Jakarta Selatan dan selatan Jakarta, selain bermanfaat untuk meredam banjir juga sekaligus tempat cadangan air di musim kemarau.

Bila sasaran aksi PKT tercapai, maka tidak saja ancaman banjir berkurang drastis, tapi sekaligus menghindarkan Jakarta dari ancaman krisis air atau kekeringan...


Salam Jakarta,

Hilal