Wikipedia:Pengantar

Revisi sejak 28 Februari 2012 03.10 oleh Aldo samulo (bicara | kontrib) (←Membatalkan revisi 5266323 oleh Ekojuga (Bicara))

Anda melihat tulisan "sunting" di atas? Ya, di Wikipedia, Anda dapat menyunting (mengedit) halaman ini saat ini juga, jika sudah masuk log (log in).

Apa itu Wikipedia?

Image of Wikipedia showing the edit link above the page title. Screen readers may show this under the "views" heading.
Klik "Sunting" untuk mengubah isi sebuah artikel
Tutorial Menyunting di Wikipedia Bahasa Indonesia

Wikipedia adalah sebuah ensiklopedia yang ditulis secara kolaboratif oleh para pembacanya. Wikipedia menggunakan situs web khusus yang disebut wiki, yang memudahkan para penggunanya untuk mendapatkan informasi yang akurat dan tepat. Banyak orang yang secara terus-menerus membenahi Wikipedia, mengubah isi artikel Wikipedia, semuanya dicatat dalam catatan sejarah dan perubahan terbaru. Segala perubahan yang tidak tepat dan bahkan tidak sesuai etika umumnya akan cepat dihilangkan.

Bagaimana saya bisa membantu?

Jangan takut untuk mengubahsiapa pun dapat menyunting hampir seluruh halaman dalam Wikipedia, dan kami menyarankan Anda untuk berani (namun tolong jangan melakukan vandalisme). Temukan sesuatu yang dapat diperbaiki, baik dari segi materi, tata penulisan atau tata bahasa, dan segera perbaiki!

Anda tidak dapat mematahkan Wikipedia. Segala sesuatu dapat diperbaiki kelak. Jadi, langsung saja, sunting sebuah artikel, dan bantulah agar Wikipedia menjadi sumber informasi terbaik dan terdepan di Internet.

Buat suntingan pertama Anda sekarang juga:

  1. Klik tulisan sunting sumber di atas. Klik tulisan sunting untuk memperbaiki kesalahan pada penulisan menggunakan VisualEditor
  2. Ketiklah beberapa kata (terserah Anda)
  3. Klik Simpan halaman untuk menyimpan tulisan Anda (untuk eksperimen lebih lanjut gunakan bak pasir)
    ...atau "Lihat pratayang" untuk melihat perubahan yang Anda lakukan

--Ekojuga (bicara) 28 Februari 2012 02.59 (UTC) EKONOMI KOMPARATIF UNTUK INDONESIA[balas]

Usul Guru Besar IPB Prof Eriyatno [1] agar Indonesia mengubah haluan dari pengembangan ekonomi kompetitif ke ekonomi komparatif menarik dicermati lebih jauh. Meskipun substansi ekonomi komparatif ini dapat ditemukan di dalam istilah lain, seperti pembangunan otosentris, pembangunan berbasis lokal (localization) dan lain-lain, pemikiran akademisi yang mencuat di tengah ketidakpastian ekonomi global membuat usul itu layak dikaji lebih jauh.

Argumen yang dikemukakan Prof Eriyatno cukup sederhana. Dikatakan, ekonomi komparatif yang lebih mengedepankan pengembangan potensi yang dimiliki akan dapat membantu Indonesia membangun perekonomian yang bertumpu kepada kekuatan sendiri. Menurut dia, ekonomi kompetitif yang selama ini diaplikasikan tidak akan memberikan banyak nilai tambah bagi perkembangan ekonomi nasional. Yang terjadi malah sebaliknya. Indonesia semakin terpuruk di tengah persaingan global yang sangat ketat, kata Prof Eriyatno. Oleh sebab itu, harusnya kita proteksi dan kembangkan potensi-potensi yang kita miliki baik di bidang pertanian maupun bidang-bidang lainnya. Lebih lanjut dikatakan, ekonomi komparatif memberikan proteksi ke dalam. Ini sekaligus sebagai upaya untuk membangun kedaulatan bangsa di bidang ekonomi. Sedangkan ekonomi kompetitif cenderung pro pasar dan terbuka, yang membuat ketahanan dan daya saing ekonomi Indonesia justru semakin rapuh dan melemah, katanya (www.antaranews.com, 28/9/2011).

Dalam praktik, ekonomi Indonesia sebetulnya menganut sistem ekonomi kompetitif dan komparatif sekaligus. Ini ditandai dengan penekanan pengem­bangan sejumlah komoditas yang memiliki keunggulan komparatif. Ekonomi kompetitif tidak terhindarkan sebab Indonesia sendiri telah menjadi bagian dari sistem pasar global yang diliberalisasi lewat WTO. Oleh sebab itu, persaingan antarnegara di pasar dunia tidak terhindarkan. Inilah yang menjadikan daya saing sebagai sebuah keharusan untuk terus-menerus digenjot. Akan tetapi, perlombaan serupa yang dilakukan negara-negara pesaing membuat daya saing produk Indonesia mengalami pasang dan surut.

Tetapi, persoalannya sebetulnya tidak sesederhana itu. Hampir tidak mungkin lagi menemukan negara yang menarik diri dari ekonomi kompetitif lalu menerapkan ekonomi komparatif secara sempurna. China yang seringkali dijadikan referensi kemajuan ekonomi menggabungkan dua model ekonomi itu. Di satu sisi, pemerintah China terus mendorong produknya agar menembus persaingan di pasar dunia. Di lain sisi, negara dengan kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia itu juga terus-menerus meningkatkan potensi dalam negeri. Maka, barangkali yang paling penting saat ini adalah mengevaluasi pendulum strategi ekonomi antara ekonomi kompetitif dengan ekonomi komparatif. Kalau selama ini pendulum strategi memang lebih condong kepada ekonomi kompetitif, mungkin sudah tiba waktunya untuk menyondongkan pendulum ke ekonomi komparatif. Langkah ini memang sejalan ­dengan realitas perekonomian global yang terus-menerus dirundung masalah. Kian nyata bahwa globalisasi ekonomi bukannya menciptakan kemakmuran secara merata, tetapi justru menjadi transformator tercepat malapetaka ekonomi yang terjadi di sebuah negara. Ambil satu contoh, krisis utang yang melanda zona Eropa dan AS akhirnya berdampak kepada ne­gara-negara lain, tidak terkecuali Indonesia.

Bagaimanapun, usul dan pemikiran Prof Eriyatno muncul pada saat yang tepat untuk sebuah situasi yang tepat pula. Tetapi sekali lagi ingin ditekankan di sini bahwa usul tersebut tidak dapat disebut sebagai sebuah perubahan yang bersifat ekstrem, melainkan sebuah sumbangan pemikiran yang terlahir dari kemampuan menangkap tanda-tanda zaman yang terus berproses sejak krisis moneter menerjang Asia Timur 14 tahun silam. Krisis itu sendiri mengajarkan kepada kita dua hal penting. Pertama, betapa pentingnya setiap negara membangun fondasi ekonomi yang tahan guncangan. Kedua, fondasi ekonomi dimaksud hanya dapat diwujudkan jika ditopang oleh kekuatan sendiri. Kita memiliki segalanya: SDM yang besar, SDA yang melimpah, dan warisan ideologi ekonomi yang disuntikkan ke dalam tubuh konstitusi, yakni koperasi. Itu semua mestinya dikelola secara benar agar menjadi pilar tangguh untuk menopang perekonomian nasional.