Metrologi
Metrologi (ilmu pengukuran) adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran, kalibrasi dan akurasi di bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Metrologi mencakup tiga hal utama:
- Penetapan definisi satuan-satuan ukuran yang diterima secara internasional (misalnya meter)
- Perwujudan satuan-satuan ukuran berdasarkan metode ilmiah (misalnya perwujudan nilai meter menggunakan sinar laser)
- Penetapan rantai ketertelusuran dengan menentukan dan merekam nilai dan akurasi suatu pengukuran dan menyebarluaskan pengetahuan itu (misalnya hubungan antara nilai ukur suatu mikrometer ulir di bengkel dan standar panjang di laboratorium standar)
Metrologi dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama dengan tingkat kerumitan dan akurasi yang berbeda-beda:
- Metrologi Ilmiah: berhubungan dengan pengaturan dan pengembangan standar-standar pengukuran dan pemeliharaannya.
- Metrologi Industri: bertujuan untuk memastikan bahwa sistem pengukuran dan alat-alat ukur di industri berfungsi dengan akurasi yang memadai, baik dalam proses persiapan, produksi, maupun pengujiannya.
- Metrologi Legal: berkaitan dengan pengukuran yang berdampak pada transaksi ekonomi, kesehatan, dan keselamatan.
Bidang-bidang Metrologi
Metrologi Ilmiah dibagi oleh BIPM (Bereau International des Poids et Measures), Biro Internasional Timbangan dan Takaran menjadi 9 bidang teknis:
- massa dan besaran terkait
- kelistrikan
- panjang
- waktu dan frekuensi
- suhu
- radiasi pengion dan radioaktivitas
- fotometri dan radiometri
- akustik
- jumlah zat
Metrologi di Indonesia
Legalitas metrologi di Indonesia berpijak pada Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (UUML) yang mengatur hal-hal mengenai pembuatan, pengedaran, penjualan, pemakaian, dan pemeriksaan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.
Sesuai dengan amanat UUML tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (SNSU) yang menjabarkan perihal penetapan, pengurusan, pemeliharaan dan pemakaian SNSU sebagai acuan tertinggi pengukuran yang berlaku di Indonesia. Selain itu, ditetapkan pula Keppres No. 79 tahun 2001 tentang Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU) sebagai penjabaran UUML yang mengharuskan adanya lembaga yang membina standar nasional. Keppres ini memandatkan bahwa pengelolaan teknis ilmiah SNSU diserahkan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Secara tidak langsung, Keppres ini berisi penunjukkan Lembaga Metrologi Nasional atau National Metrology Institute (NMI) kepada salah satu unit kerja di LIPI. Dalam hal ini, Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi (Puslit KIM–LIPI) adalah unit organisasi di bawah LIPI yang bidang kegiatannya paling berkaitan dengan pengelolaan standar nasional. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Puslit KIM–LIPI merupakan instansi pemerintah yang menjalankan fungsi sebagai Lembaga Metrologi Nasional atau NMI di Indonesia.
Semua SNSU yang diperlihara dan disediakan oleh Puslit KIM–LIPI merupakan standar tertinggi di Indonesia untuk pengukuran fisika seperti panjang, waktu, massa dan besaran terkait, kelistrikan, suhu, radiometri dan fotometri, serta akustik dan getaran. Puslit KIM–LIPI tidak memiliki standar acuan atau Certified Reference Material (CRM) untuk pengukuran kimia dan tidak memelihara SNSU untuk pengukuran dalam bidang radiasi nuklir karena kedua bidang pengukuran ini tidak termasuk dalam lingkup kompetensinya.
Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi (Puslit KIM–LIPI) merupakan NMI untuk pengukuran fisika di Indonesia. Tugas dari NMI adalah mendiseminasikan kemamputelusuran pengukuran yang diakui secara internasional kepada laboratorium kalibrasi terakreditasi, produsen CRM terakreditasi, laboratorium rujukan terakreditasi, penyelenggara uji profisiensi teregistrasi dan laboratorium penguji terakreditasi. Dalam hal ini, Puslit KIM-LIPI selaku NMI mendiseminasikan ketertelusuran pengukuran fisika kepada laboratorium penguji melalui jaringan laboratorium kalibrasi terakreditasi. Dengan demikian sistem ketertelusuran nasional di bidang pengukuran fisika sudah terbangun.
Lain halnya untuk pengujian kimia, sistem ketertelusuran nasional di bidang pengujian kimia belum terbangun, padahal lebih dari 70% pengujian yang dilakukan di Indonesia adalah pengujian kimia. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan yang serius dalam infrastruktur pengujian kimia. Terdapat beberapa pengecualian misalnya PPOMN dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah sejak tahun 1990 berperan sebagai laboratorium rujukan tingkat nasional dan produsen CRM di bidang pengujian obat dan makanan. Selain itu, BBP2HP dan PUSARPEDAL juga berperan sebagai laboratorium rujukan masing-masing untuk produk perikanan dan lingkungan. Pusat Penelitian Kimia–LIPI baru memperoleh mandat sebagai Pengelola Teknis Ilmiah Standar Nasional untuk Satuan Ukuran di bidang Metrologi Kimia pada tahun 2007, berdasarkan keputusan Kepala LIPI nomor 237/M/2007.
Pentingnya Metrologi
Salah satu faktor penting untuk kemajuan suatu negara adalah pertumbuhan ekonominya. Perdagangan internasional amat diperlukan dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Namun terdapat penghambat yang besar untuk peningkatan perdagangan antar negara, salah satunya adalah Technical Barrier to Trade (TBT) atau hambatan teknis perdagangan. Disamping itu persaingan antar negara yang semakin meningkat dalam era perdagangan bebas sekarang ini menuntut kualitas yang tinggi bagi produk-produk yang dipasarkan, artinya kualitas yang dapat diterima oleh pasar yaitu kualitas produk yang memenuhi regulasi dan standar internasional. Kualitas suatu produk dinyatakan dalam sertifikat pengujian produk tersebut. Disini diperlukan data yang valid yang berarti hasil uji di negara pengekspor komparabel (tidak berbeda) dengan di negara pengimpor. Tanpa pengujian yang valid tidak ada jaminan bahwa kualitas produk memenuhi regulasi/standar internasional dan hal ini dapat menghambat ekspor.
Lemahnya infra-struktur metrologi yang diakui internasional merupakan akar penyebab hambatan teknis seperti diuraikan diatas, yang juga berarti menghambat perkembangan ekonomi negara. Dalam hal ini negara-negara berkembang merupakan kelompok yang paling dirugikan oleh adanya TBT, termasuk diantaranya Indonesia. Dilain pihak, membanjirnya produk manufacturing impor saat ini sudah mengancam kelangsungan hidup sebagian industri dalam negeri. Hal ini terjadi karena SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk produk terkait belum tersedia, yang artinya infrastruktur laboratorium pengujian untuk produk tersebut juga belum ada. SNI diperlukan untuk menangkal/membatasi masuknya produk-produk non standar berkualitas rendah yang merugikan konsumen, merusak pasaran dan mematikan industri lokal.
Referensi
- (Indonesia)Drijarkara, A. P, Ghufron Z., (2005). "Metrologi: Sebuah Pengantar", Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi (Puslit KIM–LIPI)
- (Inggris)Howarth, P., Fiona R. (2008). "Metrology in Short 3rd Ed.", EURAMET, UK
- (Inggris)de Silva, GMS (2002). "Basic Metrology for ISO 9000 Certification", Butterworth Heinemann ISBN 0-7506-5165-2
- (Inggris)Morris, Alan S. (2001) "Measurement and Instrumentation Principles", Butterworth Heinemann, ISBN 0-7506-5081-8
- (Indonesia)Sumardi, Djulia K., (2010). "Metrologi Kimia", Warta Kimia Analitik Nomor 18 Tahun XV, Pusat Penelitian Kimia-LIPI