Hans Teeuw
Profesor Andries A. Teeuw (12 Agustus 1921 – 18 Mei 2012) adalah pakar sastra dan budaya Indonesia asal Belanda.
Profesor Teeuw Award
Profesor Teeuw Foundation diluncurkan pada tahun 1991 sebagai warisan Program Studi Profesor Teeuw di Indonesia.[1] Program ini memainkan peran penting dalam kerjasama peneliti Indonesia dan Belanda di bidang Studi Bahasa Indonesia dari tahun 1975 sampai tahun 1991. Inisiator dari Profesor Teeuw Foundation bertujuan menghormati Profesor Teeuw atas karyanya.[1]
Setiap dua tahun sekali, seorang pemenang Indonesia atau Belanda, atau orang yang tinggal di Indonesia atau Belanda, pada gilirannya akan menerima Penghargaan Profesor Teeuw, atas kontribusinya-nya terhadap hubungan budaya Indonesia-Belanda dalam arti lebih luas. Penghargaan ini bisa di bidang sastra, musik, tari, arsitektur, sejarah, lingkungan, hukum dll. Penghargaan ini diberikan sebagai hadiah bagi pemenang untuk karyanya di bidang hubungan budaya Indonesia-Belanda dan sebagai rangsangan untuk melanjutkan pekerjaan tersebut.[1]
Peraih Profesor Teeuw Award
Peraih Profesor Teeuw Award pertama kali adalah tokoh penerbit dan wartawan Goenawan Mohamad pada tahun 1992. Peraih Penghargaan setelah Goenawan Mohamad adalah: penulis dan peneliti dari Leiden, Dr Harry Poeze, penulis, penyair dan filsuf Y.B. Mangunwijaya dan Mrs Ellen Derksen, penyelenggara Pasar Malam Besar di Den Haag.[1]
Pada tahun 2000, antropolog dan wartawan Indonesia Mulyawan Karim memenangkan Award, yang kemudian diberikan sebagai hibah perjalanan yang digunakan Mulyawan untuk melakukan penelitian di Belanda. Pada tahun 2002, F.X. Suhardi Djojoprasetyo meraih penghargaan sebagai pengakuan atas kegiatannya sebagai guru di bidang tari dan gamelan Jawa, yang telah ia lakukan di Belanda sejak tahun 1975.[1]
Pada tahun 2004, Profesor Teeuw Foundation memberikan penghargaan kepada Ajip Rosidi, yang selama lebih dari 40 tahun, telah memberikan kontribusi yang berharga bagi studi, publikasi, dokumentasi, dan promosi sastra Indonesia dengan cara yang lebih luas. Ia sangat dihormati di dunia internasional, baik oleh bangsa Barat maupun bangsa Timur termasuk Jepang). Jika memungkinkan, ia juga mencari, mempraktekkan dan mempromosikan kegiatannya dengan bekerjasama dengan Belanda dan lembaga-lembaga mereka.[1]
Pada tahun 2007, Profesor Teeuw Award digelar di dua tempat, Belanda maupun Indonesia. Kali ini penghargaan diberikan kepada pemenang yang telah memberi kontribusi pada hubungan budaya Indonesia-Belanda di bidang arsitektur dan studi arsitektur. Di Belanda, Profesor Teeuw Award 2007 diberikan kepada dua pemenang yakni arsitek Cor Passchier, dan sejarawan dan antropolog Freek Colombijn. Di Indonesia, tiga pemenang yang terpilih untuk menerima penghargaan adalah Han Awal, Wastu Pragantha Zhong dan Soedarmadji JH Damais.[1]
Pada tanggal 18 Mei 2012 Prof. Teeuw meninggal dunia, dan jenazahnya dikremasi di Leiden tujuh hari kemudian.