Mei Xin

Revisi sejak 23 Mei 2012 14.25 oleh Antapurwa (bicara | kontrib) (Antapurwa memindahkan halaman Mei Shin ke Mei Xin: menyesuaikan dengan ejaan pinyin Mandarin, karena Shin bukan kosakata Cina, melainkan kosakata Jepang.)

Mei Xin (ejaan Pinyin) atau Mei Hsin (ejaan Wade-Giles)adalah nama tokoh utama wanita dalam cerita sandiwara radio legendaris Tutur Tinular, sandiwara radio fenomenal yang berlatar belakang sejarah runtuhnya Kerajaan Singhasari hingga berdirinya Kerajaan Majapahit, karya S. Tidjab.

Dalam cerita sandiwara tersebut, Mei Xin digambarkan sebagai sosok pendekar wanita berkebangsaan Mongolia yang berparas sangat cantik dan berbudi luhur, wanita yang sangat tabah meskipun nasib selalu menghempaskannya kedalam penderitaan cinta yang berkepanjangan dan kepahitan dalam mengarungi kehidupan.

Asal Usul Mei Xin

Mei Xin adalah anak angkat sekaligus murid dari Pendeta Ma Boyi, mempunyai suami bernama Luo Shishan, Seorang pendekar pedang sekaligus adik seperguruan dari Kau Hsing, salah satu panglima perang Kerajaan Tiongkok yang di utus oleh Kaisar Khubilai Khan untuk menghukum penguasa Tumapan / Tumapel / Singasari yaitu Prabu Kertanegara.
Jadi, Mei Xin, Lou Shi San, dan Kao Hsing adalah sama-sama murid dari Ma Bo Yie.

Perjalanan Hidup dan Kisah Memilukan Mei Xin

Mpu Ranubhaya, seorang ahli pembuat senjata sakti yang merupakan Guru Kanuragan dari Arya Kamandanu yang kala itu diculik dan dibawa berlayar dan menjadi tawanan Kaisar Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di negeri Mongolia, dipaksa membuat senjata sakti sebagai syarat kebebasan atas dirinya. Demi menyelamatkan pedang tersebut dari orang-orang yang berwatak jahat, pedang pusaka tersebut akhirnya diserahkan oleh Mpu Ranubhaya kepada pasangan pendekar suami-istri bernama Lo Shi Shan dan Mei Shin ini.

Pasangan pendekar ini akhirnya menjadi buronan dan menjadi pelarian hingga terdampar ke Tanah Jawa. Sesampainya di Tanah Jawa, pedang ini pun menjadi rebutan oleh banyak pendekar jahat. Dalam sebuah pertarungan Lou Shi San terluka parah akibat terkena Aji Segara Geni milik Mpu Tong Bajil. Namun untunglah Arya Kamandanu yang sedang mengembara datang menolong. Sayang, jiwa Lou Shi San sudah tidak tertolong lagi. Setelah beberapa hari diobati dia pun meninggal.

Mei Shin yang sangat berduka karena kehilangan suami tercintanya kini hidup terlunta-lunta dalam kehampaan, ia selalu hidup dalam bayang-bayang mendiang suaminya, Lou Shi San. Jiwanya begitu labil, Fisiknya menjadi lemah, Ia hampir saja putus asa dan berniat mengakhiri hidupnya. Untunglah Arya Kamandanu datang menolong, Kamandanu berhasil mencegah ketika Mei Shin hendak membiarkan dirinya jatuh kedalam jurang. Dengan sabar, tak henti-hentinya kamandanu berusaha membangkitkan semangat Mei Shin. Setiap kesempatan kamandanu selalu berbagi cerita tentang bagaimana menghayati, mensyukuri dan menjalani arti hidup yang sesungguhnya sebagai anugerah yang diberikan oleh yang Maha Kuasa. Sedikit demi sedikit semangat Mei Shin muncul kembali. Karena Kamandanu lah Mei Shin mempunyai harapan kembali. Akhirnya, dalam kebersamaan mereka, lama kelamaan benih-benih cinta mulai bersemi di hati. Kamandanu pun berhasil membujuk Mei Shin untuk turut serta pulang kerumah orangtunya di desa Kurawan.

Sementara itu, prajurit-prajurit Kediri yang menginginkan pedang sakti Naga Puspa dibawah pimpinan Mpu Tong Bajil masih saja terus memburu Mei Shin. Karena tidak ingin menyusahkan Kamandanu diam-diam Mei Shin pergi. Kemudian Mei Shin bertemu dengan Arya Dwipangga yang waktu itu sudah beristrikan Nari Ratih. Mei Shin tahu kalau Arya Dwipangga mencintainya. Namun dia tidak menanggapinya. Syair-syair Arya Dwipangga hanya dianggap angin lalu saja. Namun obat perangsang membuat Mei Shin tidak sadar, sehingga dia dinodai Arya Dwipangga.

Untunglah Arya Kamandanu mau bertanggung jawab. Dengan hati yang luka Kamandanu menikahi Mei Shin. Mei Shin lalu menyerahkan Pedang Nagapuspa pada Arya Kamandanu.

Ketika rumah Empu Hanggareksa diserbu Prajurit Kediri, Mei Shin berhasil lolos. Kembali dia ddikejar-kejar oleh prajurit Kediri. Namun Mei Shin diselamatkan oleh Nini Raga Runting dan Kaki Tamparoang. Mereka adalah sepasang pendekar tua yang mempuni. Nini Ragarunting terkenal dengan senjata andalannya yaitu Selendang Kuning. Sedangkan Kaki Tamparoang terkenal dengan senjatanya yaitu Ikat Kepala Gledek.

Kaki Tamparoang dan Nini Ragarunting berhasil mempertemukan kembali Mei Shin dan Kamandanu. Selama beberapa waktu Mei Shin dan Kamandanu bisa hidup bersama.

Kamandanu tertarik untuk menjadi prajurit Majapahit. Tak Lama setelah Kamandanu pergi, Dewi Sambi dan anak buahnya datang ke lereng Gunung Arjuno dan menyerang tempat tinggal Mei Shin. Mei Shin kembali bertarung melawan Dewi Sambi. Mei Shin terluka parah dan jatuh ke dalam jurang setelah terkena Aji Tapak Wisa milik Dewi Sambi. Untunglah Ayu Wandira dan Panji Ketawang diselamatkan oleh Nini Raga Runting dan Kaki Tamparoang. Kelak Ayu Wandira menjadi murid Nini Raga Runting dan mewarisi jurus Emban Gendong Momongan. Mei Shin ditemukan oleh Tabib Wong Yin dan anak angkatnya Ratanca yang saat itu sedang mencari daun-daunan untuk obat. Mei Shin kemudian dibawa ke tempat Tinggal Tabib Wong Yin. Di sana Mei Shin disembuhkan dari luka-lukanya. Mei Shin tertarik dengan ilmu pengobatan. Dia lalu belajar ilmu pengobatan pada Tabib Wong Yin. Selain ilmu pengobatan, Mei Shin juga mendapat satu ilmu yang bernama ilmu kabegjan, yaitu sebuah ilmu yang bisa melindungi diri dari bahaya selama pimiliknya tidak pernah berbohong. Akhirnya Mei Shin menjadi seorang tabib terkenal dan berganti nama menjdi Nyai Paricara.

Ketika Sang Prabu Kertarajasa Jayawardana sakit keras, Nyai Paricara alias Mei Shin datang ke Majapahit. Bersamaan dengan itu Sakawuni pun melahirkan, sehingga di samping mengobati raja, Mei Shin juga harus menolong persalinan Sakawuni. Sayang dua-duanya tidak tertolong. Mei Shin bertemu lagi dengan Kamandanu, tapi dia tidak mengungkapkan jati dirinya yang sebenarnya. Mei Shin meninggal, karena terkena wabah penyakit Mageleh setelah dia mengobati warga Desa Binor

Referensi

Pranala luar