Wikipedia:Bak pasir
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 271 KAJIAN TERHADAP FUNGSI ANGGARAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Ida Bagus Putu Purbadharmaja Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar
ABSTRAK
Setiap pemerintahan memiliki suatu anggaran pendapatan dan belanja, baik tingkat pusat maupun daerah. Perencanaan suatu anggaran umumnya meliputi masa waktu satu tahun dengan karakteristik yang kontinu. Faktor distribusi, stabilisasi, dan alokasi sangat perlu diperhatikan dalam penyusunan suatu anggaran.
Penyusunan anggaran memiliki fungsi yang besifat integratif dan bersinergi an-tarkomponen dalam pengalokasian anggaran. Dalam hal fungsi anggaran menjadi begitu penting
untuk dapat terlaksananya pembangunan ekonomi suatu daerah. Di sisi lain anggaran memiliki banyak kelemahan yang bersifat umum, baik jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Selain kelemahan tersebut penyusunan suatu anggaran akan menghadapi berbagai kendala, seperti political context, legal context, economic conditions, dan historical context.
Penggunaan anggaran dalam pembangunan diharapkan memberikan manfaat tidak saja
untuk meningkatkan pendapatan, namun juga diharapkan dapat memberikan ruang gerak ekonomi yang lebih kondusif dan menyentuh akar masalah yang faktual dalam masyarakat. Alokasi anggaran sebaiknya dapat meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran sekaligus juga memperhatikan faktor eksternalitas. Optimalitas usaha oleh perusahaan daerah mestinya ditunjang dengan otoritas manajemen dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan/badan usaha daerah. Perusahaan daerah harus memberikan kontribusi positif berupa profit sehingga tidak membebani anggaran, malah sebaliknya dapat menjadi sumber pendapatan daerah yang potensial.
Kata kunci: anggaran, kendala anggaran, fungsi anggaran, eksternalitas
THE STUDY OF LOCAL BUDGET FUNCTIONS TO ORIGINAL LOCAL INCOME
ABSTRACT
Every government has its own budget both in central as well as local level. Normally,
planning of a budget should include one year term with continuous characteristics. Distributional, stabilization and allocation factors should have serious attention in composing a budget.
Budget composition has integrative function and synergetic between each budget.
Though budget has an important function to execute economical development implementation in a region, budget itself has a lot of general weaknesses, both for short as well as long terms. In addition to the above weaknesses, the composition of budget will face many obstacles such as, political context, legal context, economic conditions and historical context.
The use of budget in a development is expected not only to increase income but also to
provide conducive economical activities and touch factual root in the community. Budget allocation should be able to improve effective use of budget and pay attention to external factors. Business optimization by local company should be supported by management authority in the effort to improve the performance of local company. The local company should give
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 272 positive contribution in the form of profit so it will not charge budget and even it constitutes potential local income resource.
Key words : budget, budget function, budget allocation, externalities
1. PENGERTIAN ANGGARAN Anggaran merupakan suatu alat perencanaan mengenai pengeluaran dan pendapatan pada masa yang akan datang umumnya disusun untuk masa satu tahun. Anggaran juga berfungsi sebagai alat kontrol atau pengawasan, baik terhadap pendapatan maupun pengeluaran pada masa yang akan datang (Suparmoko,2002). Sejak tahun 1967 Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) di Indonesia disusun dan diberlakukan mulai 1 April sampai dengan 31 Maret ta-hun berikutnya. Namun, khusus untuk tahun 2000 anggaran dimulai 1 April sam-pai dengan 31 Desember dan selanjutnya anggaran ditetapkan mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember yang berlaku hingga sekarang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah harus disiapkan oleh pemerintah daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) atas persetujuan DPRD selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkannya APBN. Perubahan APBD dimungkinkan dan ditetapkan dengan Perda selambat-lambatanya tiga bulan sebelum tahun anggaran berakhir. Selanjutnya perhitungan APBD ditetapkan dengan Perda selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. Akhirnya, APBD yang telah ditetapkan dengan Perda disampaikan kepada gubernur bagi pemerintah kabupa-ten/kota dan kepada presiden melalui menteri dalam negeri bagi pemerintah provinsi untuk diketahui. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Mamesah (1995) didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah. APBD tersebut di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaraan setinggi-tinginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek dalam satu tahun anggaran tertentu dan di pihak lain menggambarkan perkiraan pendapatan dan sumber-sumber pendapatan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud. Dalam membahas APBD hendaknya pengertian tentang beberapa istilah yang memiliki makna berbeda berikut diperhatikan, yakni accounting, financing, laporan keuangan dan budget.. Secara garis besarnya pengertian masing-masing istilah tersebut adalah accounting menekankan pada sisi pencatatan, sistem pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan. Financing lebih menekankan pada aspek menghimpun, membelanjakan, membagi hasil, dan memanfaatkan dana. Laporan keuangan akan mencatat posisi neraca dan arus (flow) rugi/laba, sedangkan budget membahas tentang berapa dana yang diterima dan berapa yang dibelanjakan. Dalam hal manajemen keuangan dapat di-gambarkan secara sederhana aliran dana sebagai berikut.
Manajemen Keuangan 2 1 4 3 5
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 273 Keterangan : 1. Menghimpun dana (dari pinjaman/utang dan modal sendiri) 2. Membelanjakan dana (berupa piutang, deposito, investasi, saham, dan hasil bagi usaha) 3. Menarik hasil (dana kembali dalam jumlah lebih besar, tidak selalu berupa uang dapat juga dalam bentuk kepemilikan saham yang nilainya lebih tinggi) 4. Memberi imbalan kepada pemberi dana (pembayaran kewajiban berupa pokok pinjaman dan bunga) 5. Menanam kembali sisa hasil dana (sisa dana ditananamkan kembali sebagai tambahan modal).
Dalam penyusunan anggaran perlu diperhatikan beberapa hal berikut. (1) Stabilisasi, fungsi stabilisasi dari anggaran pemerintah daerah sifatnya terbatas. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh pemerintah pusat karena menyangkut kebijakan ekonomi makro suatu negara, seperti kebijakan fiskal dan moneter, inflasi dan pengeluaran dalam jumlah besar termasuk belanja negara untuk menjalankan roda pemerintahan. (2) Distribusi, fungsi ini menyangkut kebijakan distribusi pendapatan yang diharapkan dapat lebih merata termasuk di dalamnya kebijakan subsidi pemerintah untuk meringankan beban biaya masyarakat miskin. (3) Alokasi, fungsi ini berupa pemindahan sebagian fungsi pembiayaan dari satu sektor ke sektor yang lain. Dalam hal ini pemerintah daerah lebih memfokuskan pada fungsi alokasi karena sebagian urusan dan kewajiban pemerintah pusat di daerah dapat dikelola oleh tiap-tiap daerah. Hal tersebut tampak seperti pada diagram berikut.
2. FUNGSI DAN KENDALA SUATU AGGARAN DAERAH Suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan memiliki beberapa fungsi yang integratif dan sinergis dalam aplikasinya mendukung pelaksanaan pembangunan, yaitu sebagai berikut. (1) Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan. Jenis dan besarnya pajak daerah sangat variatif ditentukan oleh kondisi lokal tiap-tiap daerah. (2) Merupakan suatu sarana mewujudkan otonomi daerah. Dalam era otonomi daerah kemampuan finansial yang berasal dari sumber sendiri sangat menentukan kemampuan kemandirian suatu daerah. Namun, jangan sampai ke-mampuan finansial yang tinggi dan Alokasi Stabilisasi dan Distribusi Pemerintah Daerah Pemerintah Pusat
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 274 kekayaan potensial daerah yang besar menimbulkan arogansi kedaerahan. (3) Memberi isi dan arti tanggung jawab pemerintah daerah kepada masyarakatnya karena APBD menggambarkan seluruh kebijakan pemerintah daerah. Dalam hal ini penyusunan anggaran daerah tidak semata mengacu kepada prioritas, tetapi juga perlu dipikirkan langkah konkret bersifat progresif dan inovatif guna menjadikan ekonomi daerah sebagai kekuatan yang mampu memberikan manfaat kepada mas-yarakat secara kontinu. (4) Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawa-san terhadap daerah. Kontrol yang akurat sangat diperlukan karena hal ini menyangkut pertanggungjawaban kepada publik. (5) Memberikan data tentang anggaran yang telah dijalankan pada periode sebelumnya untuk dievaluasi guna penyusunan anggaran tahun berikutnya. (6) APBD yang baik dapat menunjukkan ketimpangan yang terjadi antara pos pendapatan dengan pos pengeluaran sehingga dapat dicegah terjadinya kebocoran anggaran. (7) Sebagai alat untuk pengambilan keputusan publik menyangkut peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan daerah yang dibiayai lewat APBD sering kali terdapat beberapa kendala. Secara umum kendala yang ada dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu sebagai berikut. 1. Political context, yakni tersebarnya wajib pajak, pembuat keputusan, dan peneriman manfaat jasa/keuntungan. 2. Legal context, yakni menyangkut aspek keabsahan anggaran yang harus berdasarkan undang-undang yang berlaku. 3. Economic conditions, yakni menyangkut tentang tingkat inflasi, kendala fiskal, dan bencana alam. 4. Historical context, yakni menyangkut tentang kebijakan yang diambil dan komitmen terhadap kebijakan tersebut, termasuk menyangkut aspek hubungan dengan pihak luar negeri. Dalam menyusun anggaran daerah keempat hal di atas perlu diperhatikan agar anggaran dapat diwujudkan sepenuhnya dalam pelaksanaan pembangunan. Dana pemerintah daerah yang mengendap pada Bank Pembangunan Daerah apabila tanpa digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, jelas sangat tidak produktif dan tidak memberikan efek multiplier pada aktivitas ekonomi rakyat. Bunga dari bank yang diperoleh tidak se-banding dengan akumulasi manfaat ekonomi dan sosial yang diperoleh jika dana yang ada digulirkan untuk mendorong sektor riil di daerah.
3. KELEMAHAN YANG BERSIFAT UMUM DALAM SUATU ANGGARAN PADA SEKTOR PUBLIK Berbagai macam kelemahan yang umumnya terdapat dalam suatu anggaran dapat bersifat, baik sementara maupun jangka panjang seiring dengan perencanaan pembangunan suatu daerah. Berikut ini ditunjukkan beberapa kelemahan yang bersifat umum tersebut. 1. Perencanaan yang buruk 2. Tidak adanya keterkaitan antara pembuatan kebijakan, perencanaan, dan penganggaran. 3. Hubungan yang sempit antara anggaran sebagai suatu rumusan dengan pelaksanaan anggaran. 4. Keterbatasan dana operasional dan pemeliharaan. 5. Kurang baiknya sistem pembukuan (Accounting System). 6. Tidak realistis dalam hal aliran dana anggaran kepada tiap departemen/ kementerian dan pada tingkat pemerintahan di bawahnya. 7. Kurang baiknya manajemen dan bantuan dari pihak luar. 8. Kurang baiknya manajemen dana kas. 9. Tidak baiknya pelaporan keuangan. 10. Rendahnya motivasi terhadap staf. Kegagalan dalam mengaitkan kebijakan antara perencananaan dengan penganggaran merupakan penyebab utama kurang berhasilnya pencapaian hasil secara makro, level strategi, dan operasional. Pada banyak negara sering dijumpai sistem penganggaran yang terfragmentasi (terputus). Pembuatan kebijakan, perencanaan, dan penganggaran masing-
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 275 masing berdiri sendiri tanpa terkait satu dengan yang lainnya. Kondisi seperti ini sangat memungkinkan timbulnya tingkat angka kebocoran yang tinggi dalam hal penganggaran di satu sisi dan tidak terkoordinasinya pelaksanaan perencanaan pada tingkat operasional. Bila tidak segera dibenahi, maka banyak kerugian yang timbul antara lain hilangnya banyak dana yang mestinya tersalurkan kepada penerima jasa (masyarakat) dan tidak tercapainya hasil seperti yang diharapkan. Di samping itu, akan menimbulkan tumpang tindih tanggung jawab karena pelaksanaan satu rencana dengan rencana yang lain masing-masing dilakukan oleh instansi tingkat teknis yang tidak berada dalam satu koordinasi tanggung jawab. Ketidakpastian pendanaan dari tiap tahun anggaran juga merupakan suatu kelemahan sistem penganggaran yang menyebabkan lemahnya pelaksanaan pada tingkat operasional, terutama menyangkut sektor publik.
Dalam hal diabaikannya proses
pembuatan kebijakan yang efektif, pembuatan kebijakan dan perencanaan biasanya tidak berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, dan mengabaikan keterbatasan sumber daya yang ada dan prioritas-prioritas strategis. Lebih lanjut hal ini dapat menyebabkan timbulnya benturan antara kebijakan yang dijanjikan pemerintah dengan pelaksanaannya di lapangan.
Koordinasi dan keterkaitan kebijakan
mestinya dilakukan pada awal sebelum dilaksanakan, baik berupa kebijakan yang bersifat baru maupun evaluasi terhadap periode sebelumnya menyangkut maksimalisasi pencapaian hasil atau tujuan menurut rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar berikut yang menyajikan keterkaitan kebijakan perencanaan dengan penganggaran sebagai suatu arus melingkar.
Pembuatan kebijakan yang menyangkut
publik merupakan integrasi antara perencanaan dan penganggaran akan dapat mengontrol sektor pengeluaran yang hanya dilakukan menurut prioritas dan dibatasi oleh anggaran yang tersedia secara realistis. Dalam hal ini upaya menyeimbangkan antara kebutuhan dengan ketersediaan memenuhi kebutuhan tersebut dapat di-lakukan dengan lebih tepat guna. Di samping itu perkiraan tiap bagian (departemen) dalam merencanakan dan mengelola sumber daya dapat dilakukan dengan lebih efektif dalam satu masa tahun anggaran. Pada gambar di atas arus perencanaan dan penganggaran dapat dilakukan melalui enam tahapan kontrol terhadap anggaran yang berjalan. Di dalamnya terdapat bagaimana mengelola anggaran, apa yang dibutuhkan, kendala yang ada, kontrol terhadap pengeluaran/penggunaan dana, dan evaluasi terhadap hasil yang pernah dicapai . Semua tahapan ini akan dipakai sebagai dasar pembuatan kebijakan penganggaran untuk satu periode berikutnya. Dengan demikian, diharapkan hasil yang diperoleh adalah terjadinya pengawasan yang lebih baik terhadap pengeluaran anggaran dan pendayagunaan dana yang ada secara optimal dengan memperhitungan kendala yang ada.
Dalam pos lain-lain pendapatan daerah
yang sah suatu anggaran terdapat sumber-sumber pendapatan daerah yang berasal dari pinjaman dan bantuan pihak lain juga sumbangan pihak ketiga dan sebagainya. Bantuan dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (fiscal transfer) sebaiknya meminimalkan adanya fiscal gap antardaerah, baik yang bersifat umum (block grant) maupun yang bersifat khusus (specific grant). Hal ini bila dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicegah meluasnya pandangan yang keliru tentang otonomi daerah sekaligus menghindari adanya upaya desentralisasi fiskal yang absolut. Bagi daerah, adanya transfer dari pusat ini sebagai suatu hal yang layak berdasarkan potensi daerahnya dan untuk menghindari pemahaman bahwa transfer dana ini sebagai revenue sharing. Jika ini terjadi maka akan dapat menimbulkan kesenjangan fiskal (fiscal gap) antardaerah, yaitu tingkat PAD-nya sangat variatif.
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 276
Sumber : World Bank, 2002
4. UPAYA-UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN DAERAH Pemerintah daerah dalam upaya memperbesar pendapatan daerah (modal) dapat melakukan beberapa hal di bawah ini. 1. Aset-aset pemerintah daerah yang dikelola harus mendatangkan keuntungan. Di sini pengelolaan aset harus profesional, transparan, dan berorientasi pada peningkatan pendapatan. 2. Setiap anggaran yang telah disusun dan dilaksanakan harus bisa mengadakan surplus anggaran. Surplus ini harus dikembalikan sebagai pendapatan pada anggaran periode berikutnya, bukan digunakan untuk pembiayaan yang tidak produktif yang pada akhirnya menimbulkan masalah pada pembiayaan pembangunan periode berikutnya. 3. Pemerintah daerah harus berani merestrukturisasi aset yang dimiliki manakala setelah dilakukan uji kelayakan ternyata ditemukan adanya aset-aset yang tidak memberikan kontribusi pada pendapatan dan justru menjadi beban biaya bagi anggaran. Sebaiknya aset yang tidak menguntungkan (aset tidur) dijual kepada pihak lain atau ditutup. 4. Pemerintah daerah dapat melakukan transaksi penjualan obligasi selama (1) REVIEW POLICY Review the previous planning and implementation period (4) IMPLEMENT PLANNED ACTIVITIES Collect revenues, release fund, deploy personnel, undertake activities (5) MONITOR activities and ACCOUNT for expenditure (3) MOBILIZE and ALLOCATE RESOURCES Prepare Budget (6) EVALUATE and AUDIT Policy activities, effectivenesss and feed the result in to future plans (2) SET POLICY and UNDERTAKE PLANNINNG ACTIVITY Establish resource framework, set out objectives, policies, strategiies and expenditure priorities
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 277 menjamin kelangsungan dan keuntungan yang diperoleh. 5. Meningkatkan keuntungan perusahaan daerah. Manajemen perusahaan daerah hendaknya dikelola secara profesional tanpa ada unsur politis turut serta dalam manajemennya. Sumbangan laba perusahaan daerah mestinya dijadikan modal perusahaan daerah, bukan dimasukkan sebagai pendapatan pemerintah daerah. Dengan demikian, perusahaan dapat diberikan otonomi mengelola manajemennya secara penuh. 6. Pemerintah daerah dapat lebih berbenah diri, terutama menyangkut masalah lingkungan dan sanitasi. Hal itu penting mengingat tren pariwisata sekarang adalah eko turism sehingga pemerintah daerah perlu mengupayakan terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. Di samping itu, diperlukan peningkatan disiplin kerja sehingga dapat terwujud pemerintahan yang memiliki perfomance dan kepercayaan yang kuat. Dengan demikian, dapat lebih mudah melakukan joint venture dalam upaya mengundang investor agar mau datang. 7. Dalam pelayanan publik hendaknya penyusunan anggaran memperhatikan dan menekankan pada lima faktor yakni education, transportation, welfare, public safety, dan sanitation. 8. Pemerintah daerah dalam upaya tercapainya hasil yang diharapkan dan untuk kemudahan jangka panjang hendaknya sudah memikirkan eksternalitas (externality). Eksternalitas adalah suatu efek yang ditimbulkan oleh suatu tindakan atau keadaan yang dilakukan suatu pihak yang dapat menimbulkan kerugian pada pihak lain dan pihak yang merugikan itu tidak membayar dampak kerugian yang ditimbulkan. Jika ini dapat dilakukan, maka dua hal positif dapat dicapai, yakni pendapatan lewat denda bagi yang melanggar dan terciptanya kondisi lingkungan yang bersih dan tertib. Koordinasi antarinstansi yang ada dalam pengalokasian suatu anggaran sangat perlu guna menghindari adanya tumpang tindih dalam tingkat operasional. Pada saat seperti ini fungsi kontrol lembaga legislatif mesti berjalan sebagaimana mestinya. Hu-bungan antara eksekutif dengan legislatif adalah dalam operasional suatu anggaran dengan kontrol terhadap pelaksanaannya. Anggaran sebaiknya tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat politis, dukung-mendukung antara eksekutif dengan legislatif yang sifatnya temporer, dan mengeluarkan dana yang tidak sedikit yang diambil dari dana anggaran yang ada.
5. PENUTUP
Penyusunan anggaran daerah yang baik
akan melewati suatu proses kajian empiris yang memiliki makna strategis dari sudut pandang ekonomi dan accountable. Kepen-tingan yang bersifat politis dapat dimasukkan dalam penyusunan anggaran, namun tidak harus mendominasi fungsi strategis anggaran tersebut. Adapun fungsi strategis tersebut bahwa anggaran adalah sumber pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan dan memiliki target pencapaian tujuan yang jelas dan terukur.
Alokasi anggaran harus memperhatikan
berbagai kepentingan yang berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja yang lebih luas, bukan berorientasi kepada kepentingan tertentu. Konsep alokasi anggaran bahwa dalam penggunaannya akan memberikan dampak multiplier kepada peningkatan pendapatan dan menimbulkan spread effect yang nyata kepada masyarakat.
Masalah kompleksitas pembangunan
dapat diatasi manakala perencanaan pem-bangunan itu mencakup segenap aspek pembangunan yang dipetakan dalam beberapa sektor basis dan nonbasis. Hal ini akan memudahkan dalam penyusunan rencana pengembangan daerah kabupaten. Skala prioritas dapat diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan. Namun, bila dikaitkan dengan unsur pemerataan pembangunan, maka konsep pembangunan secara menyeluruh dapat menjadi satu hal yang patut dipertimbangkan.
ISSN1410-4628
BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007 278
DAFTAR PUSTAKA
Fisher,Ronald C. 1996. State and Local Public Finance. USA: Irwin. F. Due, John, Rudi Sitompul, Ed. 1983. Government Finance. Jakarta: Erlangga. Mamesah, D.J. 1995. Sistem Administrasi Keuangan Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Nisjar, Karhi.1998. Aplikasi Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Rubenstein, Ross. 2002. Budgeting and Fiscal Management Program. USA: Georgia State. Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik: Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Andi. World Bank. 2002. Linking Policy, Planning and Budgeting in a Medium-Term Framework. World Bank Public Expenditure Management Handbook 1998. USA: Georgia State.