Alawi adalah salah satu sekte atau aliran syiah yang cukup sinkretis karena juga menyerap beberapa unsur keagamaan lain di sekitarnya mulai dari kekeristenan, zoroastrianisme hingga paganisme. Alawi punya keyakinan reinkarnasi yaitu pada saat seseorang wafat, ia dapat berubah wujud menjadi mahluk lain. Keyakinan ini jelas tidak dikenal dalam Islam pada umumnya. Ini semacam kepercayaan akan ajaran reinkarnasi yang mungkin diadopsi dari kepercayaan pra-Islam di sekitar Suriah. [1] Alawi secara harfiah berarti “mereka yang menganut ajaran Ali”.

Aliran ini tumbuh dan berkembang di Suriah. Di negara itu ada sekitar 1,5 juta orang pemeluk alawi. Termasuk di antaranya adalah keluarga Al Assad yang selama setahun terakhir ini kepemimpinannya tengah digoyang oleh pihak oposisi. Ibunda Osama bin Laden, Alia Ghanem -istri ke 4 Mohammad bin Laden- memiliki orangtua yang juga berasal dari desa wilayah kaum Alawi, yaitu desa Omraneya dan Babryon.

Sejarah

Asal mula Alawi sering diperdebatkan ,mereka dikatakan pengikut Imam ke-11, Hassan al-Askari (873 M), dan muridnya Ibn Nusair.

Mazhab tersebut didirikan oleh pengikut Muhammad ibn Nusair yang dikenal sebagai al-Khasibi, yang meninggal dunia di Aleppo pada 969. Pada 1032 cucu Al-Khaṣībī dan murid al-Tabarani berpindah ke Latakia, yang ketika itu dikuasai oleh Kekaisaran Bizantium. Al-Tabarani menjadi referensi iman Alawi melalui berbagai tulisan-tulisan beliau. Ia berada di Gunung Pantai Suriah dan dataran Cilicia.

Di bawah Utsmaniyah mereka melawan cobaan untuk mengganti mazhab mereka kepada Islam Sunni. Mereka memberontak terhadap Utsmaniyah beberapa kali, dan mempertahankan otonomi terbatas di kawasan gunung.

Setelah kejatuhan Kekaisaran Utsmaniyah, Suriah dan Libanon berada di bawah kekuasaan Perancis. Perancis menduduki Suriah pada tahun 1920 dan memberi otonomi kepada mereka dan kelompok minoritas yang lain dan menerima mereka bergabung tentara penjajah. Banyak pimpinan Alawi mencoba mengganti otonomi mereka kepada kemerdekaan. Wilayah "Alaouites dimulai pada 1925. Pada Mei 1930, Pemerintah Latakia telah didirikan dan bertahan hingga 28 Februari 1937, kemudian wilayah itu dimasukkan ke dalam Suriah.

Pada tahun 1939 bagian barat laut Suriah, yaitu sanjak Alexandretta (kini Hatay) banyak menggunakan istilah Alawis, telah diberikan kepada Turki. Referendum yang dilakukan di bawah seliaan Liga Bangsa Bangsa menemukan mereka mau bergabung Turki. Aksi ini menyebabkan kemarahan masyarakat Alawi dan Suriah secara umum. Pada tahun 1938, tentara Turki pergi ke Alexandretta dan mengusir penduduk Arab dan Armenia. Sebelum ini, Alawi Arab dan Armenia merupakan mayoritas penduduk. Zaki al-Arsuzi, pemimpin muda Alawi dari wilayah Iskandarun dalam sanjak Alexandretta menjadi pendiri Partai Ba'ath bersama-sama dengan Kristen Ortodoks. Selepas Perang Dunia II, Salman Al Murshid memainkan peran penting dalam menyatukan wilayah Alawi dengan Suriah. Suriah baru merdeka pada 12 Desember 1946.

Suriah mencapai kemerdekaan pada 17 April 1946. Menyusul Perang Arab-Israel 1948, Suriah berhadapan Kudeta militer 1949, Kebangkitan Partai Ba'ath, dan penyatuan negara dengan Mesir 1958. Uar bertahan selama tiga tahun dan terpecah pada tahun 1961, ketika satu kelompok perwira merebut kekuasaan dan menyatakan Suriah yang bebas merdeka. Pejabat militer termasuk Hafez al-Assad dan Salah Jadid membantu Partai Ba'ath mengambil kekuasaan pada tahun 1963. 1966, pejabat-pejabat militer berorientasi Alawi memberontak karena menentang pemimpin Kristen Michel Aflaq dan pemimpin Sunni Muslim Salah al-Din al-Bitar. Zaki al-Arsuzi dianggap sebagai "Socrates" Partai Ba'ath.

Kepercayaan

Pada umumnya Alawi dipanggil sebagai Syiah saja. Ulama Syiah Lubnan Musa al-Sadr Lubnan menjadi rujukan mereka. Sebaliknya, Sunni konservatif sentiasa tidak mengiktiraf Alawi sebagai orang Islam. Bagi sunni, Syiah Alawi sebagai kuffar ,orang-orang kafir ,mushrikun atau orang-orang musyrik. Sebaliknya Mufti Jerusalem , Mohammad Amin al-Husayni mengeluarkan fatwa yang mengiktiraf mereka sebagai sebagian dari masyarakat Islam.

Ali Sulayman al-Ahmad, ketua hakim negara Alawi menyatakan "Kami Alawi umat Islam. KItab suci kami adalah Al-Quran. Nabi kita Muhammad. Kakbah adalah kiblat kami, dan agama kita adalah Islam."

Populasi

Suriah

Secara tradisional Alawi tinggal di Pegunungan Alawite sepanjang pantai Laut Mediterania berbatasan dengan Suriah. Mereka tinggal di kota-kota utama seperti Latakia dan Tartous, sekeliling kota Hama dan Homs. Jumlah mereka 15% dari penduduk Suriah atau 3.5 juta rakyat dari 23,1 juta penduduk di Suriah (sensus 2011).

Ada empat Konfederasi Alawi yaitu - Kalbiyah, Khaiyatin, Haddadin, dan Matawirah. Masing-masing dibagi menurut puak-puak di sekitar Latakia, Suriah hingga ke Antioch (Antakya), Turki, dan Homs dan Hama. Sebelum 1953, mereka memiliki kursi di Parlemen Suriah, seperti semua masyarakat agama lain. Setelah Sensus 1960, hanya ada kursi Islam dan Kristen.

Lebanon

Terdapat sekitar 40.000 sampai 100.000 pengikut Alawi di Lebanon dan mereka diakui sebagai satu dari 18 kelompok di Libanon. Pemimpin mereka Ali Eid berhasil menandatangani Perjanjian Taif 1989 yang memberi mereka dua kursi Parlemen. Alawis Libanon menetap di Jabal Mohsen Tripoli dan Akkar. Mereka diwakili oleh Partai Demokratik Arab.

Turki

Mereka menyebut diri mereka sebagai "Arab Alevis" di Turki. Di Çukurova, mereka disebut sebagai Fellah dan Arabuşağı. Istilah kedua sangat menyakitkan hati pada orang Alawi, oleh itu penduduk Sunni. Tahun 1930-an, otoritas Turki menamakan mereka Eti Türkleri ("Het Turks"), untuk menyembunyikan asal-usul Arab mereka. Istilah ini hampir usang tetapi masih digunakan oleh beberapa orang generasi yang lebih tua sebagai satu eufemisme.

Jumlah sebenarnya Alawi di Turki diperkirakan 185.000 pada 1970. Kemudian 400.000 pada tahun 2009. Bahasa yang digunakan mereka adalah bahasa Arab.

Pengikut Alawi tradisional berbicara dialek yang sama dengan Bahasa Arab dan Alawis Suriah. Golongan muda di kota-kota Çukurova dan di Iskenderun cenderung untuk berbicara bahasa Turki. Pengetahuan abjad Arab adalah terbatas kepada pemimpin-pemimpin agama dan orang-orang yang telah bekerja atau belajar di negara-negara Arab.

Sehingga tahun 1960-an, kaum alawi adalah yang paling miskin di Çukurova. Kini dalam hal perekonomian mereka terlibat dalam sektor transportasi dan perdagangan. Mereka juga mengamalkan eksogami, terutama di kalangan pria yang belajar di universitas. Perkawinan ini adalah sangat berkompromi. Alawi, seperti Alevis dianggap berhaluan kiri. Ada juga yang mendukung pihak konservatif sekuler. Kebanyakan Alawit merasa didiskriminasikan.

Catatan Kaki

  1. ^ "Alawi". 16 Juli 2012. 

Referensi

  • "Lebanon’s Alawi: A Minority Struggles in a ‘Nation’ of Sects". Al Akhbar English. 2011-11-08.
  • The New Encyclopedia of Islam by Cyril Glasse, Altamira, 2001