Kota Samarinda

ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia

Samarinda, kota, Ibukota: provinsi Kalimantan Timur

Kota Samarinda, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur. Berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dapat dicapai dengan perjalanan darat, laut dan udara. Dengan Sungai Mahakam yang membelah di tengah Kota Samarinda, yang menjadi "gerbang" menuju pedalaman Kalimantan Timur.

Letak: 0°21'18" LS - 1°09'16" LS dan 116°15'36" BT - 117°24'16" BT
Wilayah: 2.727 km²
Penduduk: ~ 500.000 jiwa.
Provinsi: Kalimantan Timur
Website: www.samarinda.go.id

VISI, MISI, STRATEGI, dan MOTTO

VISI

Samarinda sebagai Kota Jasa, Industri, Perdagangan dan Pemukiman yang berwawasan lingkungan.

MISI

  1. Meningkatkan fasilitas dan Utilitas penunjang sektor jasa, industri, perdaganan dan pemukiman
  2. Mencari alternatif komonditi baru untuk pengembangan komonditi ekspor
  3. Mengembangkan suberdaya manusia yang mengarah pada profesionalisme
  4. Meningkatkan peran serta perbankan dan lembaga keuangan lainnya termasuk koperasi untuk mendukung sektor jasa, industri dan pemukiman yang terkait dengan sektor lainnya.

STRATEGI

  1. Mengoptimalkan potensi sumberdaya alam yang belum digali bagi kepentingan pembangunan.
  2. Mengoptimalkan potensi sumberdaya manusia yang ada.
  3. Mengoptimalkan potensi kelembagaan yang ada
  4. Mengurangi atau menghilangkan dampak lingkungan.

MOTTO

Samarinda Kota TEPIAN (Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman)

  • TEDUH : Teduh berarti kota Samarinda ini diharapkan dapat memberikan pengayoman pada setiap warganya dalam berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan jasmani maupun rohani, secara adil dan merata. Selain itu secara fisik diharapkan kota Samarinda akan ditanami pohon-pohon rindang sehingga kota menjadi teduh dn nyajaman.
  • RAPI : Mengandung makna tertib indah dan bersih dimana terwujud ketertiban yang tercermin dari sikap hidup warga kota dan aparat pemerintah yang mematuhi sebagai peraturan yang berlaku serta tergambar dari wajah kotanya yang bersih, tertata dengan baik dan indah.
  • AMAN : Berarti tercipta nya suatu kondisi dimana setiap warga kota merasa bebas dari ancaman rasa takut dan aman lahir batin.
  • NYAMAN : Berarti suatu keadan yang memberikan suasana nyanam dan rasa syukur dari setiap warga kota sehingan menimbulkan rasa gairah masyarakat untuk berbuat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Untuk mencapai Samarinda kota "TEPIAN". Pemerintahan kota madya merencanakan berbagai program yang dilaksanakan secara bertahap dan terpadu setiap tahun anggaran, seperti APBN, APBD II, Bantuan Luar Negeri serta partisipasi pihak swasta.

Sejarah Kota Samarinda

Pada saat pecah perang Gowa, pasukan Belanda di bawah Laksamana Speelman memimpin angkatan laut menyerang Makasar dari laut, sedangkan Arupalaka yang membantu Belanda menyerang dari daratan. Akhirnya Kerajaan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanudin terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal dengan " PERJANJIAN BONGAJA" pada tanggal 18 Nopember 1667.

Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi perjanjian Bongaja tersebut, mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya diantaranya ada yang hijrah ke daerah kerajaan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh Lamohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama). Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai.

Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha Pertanian, Perikanan dan Perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama didalam menghadapi musuh.

Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan didalam pelayaran karena daerah yang berarus putar (berulak) dengan banyak kotoran sungai. Selain itu dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili).

Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak, dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan SAMARENDA atau lama-kelamaan ejaan "SAMARINDA".

Orang-orang Bugis Wajo ini bermukim di Samarinda pada permulaan tahun 1668 atau tepatnya pada bulan Januari 1668 yang dijadikan patokan untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda. Telah ditetapkan pada peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1 tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 H" penetapan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari jadi kota Samarinda ke 320 pada tanggal 21 Januari 1980.

::dikutip dari website samarinda





-> Daftar Daerah Tingkat II