Zygmunt Bauman
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP27Yohannes (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 25 Mei 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 2 April 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP27Yohannes (Kontrib • Log) 3914 hari 1060 menit lalu. |
Zygmunt Bauman adalah seorang teoretis kritis dan sosiologis yang berasal dari Polandia. [1] Ia adalah seorang pemikir kritis yang melewati tiga masa peradaban dunia, yakni Holokaus, Modernisme dan Postmodernisme dan menjadi tokoh Eropa paling berpengaruh di bidang sosiologi. [1]
Riwayat Hidup
Zygmunt Bauman lahir di Pozna, Polandia pada tanggal 19 November 1925. [1] Sewaktu muda ia pindah ke Rusia bersama keluarganya untuk melarikan diri dari invasi NAZI, turun dalam militer Polandia selama Perang Dunia Kedua, dan menjabat sebagai mayor. [1] Kemudian, ia berbalik arah dan menekuni dunia sosial, di mana saat itu sosiologi disatukan dengan filsafat kontinental. [1] Pada tahun 1968, ia mendapat gelar professor sosiologi di Universitas Warsawa Polandia dan sempat mengajar di sana. [1] Kemudian ia dipecat dari jabatan pengajar di universitas tersebut karena diketahui menyimpan identitas ayahnya yang adalah penganut Zionisme. [2] Zygmunt Bauman bersama keluarganya meninggalkan Polandia dan pindah ke Leeds, Inggris, untuk menyelesaikan studinya. [2] Sebelumnya, ia sempat menjadi staff pengajar di Universitas Tel Aviv Israel dan sampai pada akhirnya ia menjadi guru besar di Universitas Leed Inggris. [2]
Pemikiran
Holokaus dan Modernitas
Holokaus menjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah dunia, terutama menjelang periode perang dunia kedua. [3] Jerman yang dipimpin oleh Hitler sangat membenci orang-orang Yahudi dan menghendaki adanya pemurnian Ras Aria di negara tersebut. [3] Pada masa Holokaus terjadi pembasmian terhadap umat Yahudi dengan berbagai cara; mereka ditangkap, dimasukkan ke dalam kamp-kamp konsentrasi, disiksa dan dibunuh secara massal. [3]
Menurut Zygmunt Bauman, Holokaus menjadi salah satu ujian penting bagi zaman modern sehingga Holokaus jangan dipahami sebagai kecelakaan dalam sejarah zaman modern, melainkan bagian dari modernitas itu sendiri. [3] Fenomena Holokaus menjadi bahan evaluasi untuk kejadian-kejadian maupun pemikiran-pemikiran yang berkembang pada era modern, salah satunya perspektif obyektivitas. [3] Perspektif ini menjelaskan setiap orang memandang orang lain sebagai sebuah obyek yang diamati dan diperlakukan layaknya sebuah benda. [3] Ketika kita mengidentifikasikan obyek, maka yang tergambar bukanlah obyek yang sesungguhnya melainkan interpretasi kita akan obyek tersebut. [4] Dengan demikian, obyek yang manusia lihat sebenarnya merupakan hasil pandangan dari subyek itu sendiri. [4] Ketika seseorang memahami obyek sebelum melihat tindakan, berarti ia menempatkan posisi esensi terlebih dahulu sebelum eksistensi. [4] Pemahaman seperti itu dapat menimbulkan rasisme karena mendahulukan identitas seseorang dan menomorduakan keberadaannya di tengah masyarakat. [4]
Zygmunt Bauman menanggapi bahwa masyarakat di era modern adalah masyarakat yang berada dalam kebutaan etis. [5] Kebutaan ini terjadi karena adanya pemisahan fungsional yang memiliki dampak tertentu sehingga menjauhkan individu dengan individu-individu lainnya. [5] Oleh karena adanya jarak sosial dalam masyarakat, maka tidak ada nilai-nilai etis pada masa modern ini. [5]
Postmodernisme
Zaman postmodern hadir untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan maupun kekurangan-kekurangan yang masih terjadi di zaman modern. [6] Menyikapi masa postmodern ini, Zygmunt Bauman berpendapat bahwa pandangan orang mulai berubah dari yang memandang sesama manusia sebagai obyek menjadi memandang sesamanya sebagai subyek. [6] Hal itulah yang melahirkan paham yang dikenal sebagai subyektivisme. [6] Selain itu, zaman postmodern juga melahirkan relativisme dan empirisme serta bersifat dekonstruktif. [6] Zaman ini melihat pengetahuan sebagai salah satu yang dipandang secara optimistik dan melihat bahasa sebagai petunjuk bukan sebagai instrumen untuk memahami konteks sosial. [6]
Bagi Bauman, postmodernisme dilihat sebagai kesadaran modernitas atas sifat dasarnya. [6] Ia melihat postmodern sebagai bentuk modernitas yang mengkritik, mencemarkan, dan merombak pengetahuan serta nilai-nilai yang sudah ada. [6] Selain itu, postmodernisme dilihat sebagai karakteristik modernitas yang paling terlihat, seperti adanya pluralisme yang terstruktur, kemajemukan masyarakat, suatu hal yang kebetulan, dan ambivalensi dalam bertindak. [7] Bauman melihat ambivalensi sebagai sebuah tindakan atau perasaan yang bertentangan, yaitu sebuah aksi yang tidak ditetapkan oleh kontrol faktor-faktor luar diri manusia. [7] Dalam dunia politik postmodern, ambivalensi seperti itu menjadi dimensi utama dari ketidaksetaraan. [7] Hal itu menuntut pengetahuan sebagai kunci untuk kebebasan dan mempertinggi tingkatan sosial, sehingga menimbulkan pemisahan ciri-ciri antara pengetahuan dan peniruan diri, dengan aspek kognitif. [7]
Era postmodern juga mengakibatkan kebenaran yang relatif. [7] Orang-orang cenderung memiliki kebenaran yang berbeda-beda satu sama lainnya. [7] Keadaan ini sebenarnya menjadi ciri yang paling kentara dengan zaman postmodern [7]. Menurut Zygmunt Bauman, perbedaan-perbedaan yang terjadi di antara manusia disebabkan karakter manusia yang cenderung tidak mau diatur. [7] Pada zaman ini Zigmunt Bauman juga menyatakan bahwa pengetahuan sama seperti cairan yang tidak memiliki bentuk tetap dan terus bergerak dengan bebas ke mana pun ia pergi dan beranjak. [7] Dengan kata lain, tidak ada sebuah bentuk yang pasti dan utuh sehingga kebenaran itu akan terus berubah sesuai dengan konteks lingkungan sekitarnya. [7]
Zygmunt Bauman mengatakan era postmodern dapat didefinisikan sebagai pencarian individu untuk kesenangan luhur dengan mengorbankan keamanan. [8] Sekarang pandangan dunia baru telah muncul bersama individu yang menjadi intinya. [8] Dalam hal itu, postmodernisme adalah semacam pengalaman reflektif intelektual dalam sejarah atau konteks sosial, atas dominasi struktur global, redundansi legitimasi intelektual, penindasan dan perkembangan pesat budaya. [8]
Referensi
- ^ a b c d e f (Inggris) George Ritzer,ed.2006.Encyclopedia of Social Theory vol.1.California:SAGE Reference Publication
- ^ a b c (Inggris) Michael Hviid Jacobsen dan Poul Poder. The Sociology of Zygmunt Bauman – Challenges and Critique
- ^ a b c d e f (Inggris) Zigmunt Bauman.2000. Modernity and the Holocaust. New York: Cornell University Press
- ^ a b c d "Kekerasan pada Pemikiran".
- ^ a b c (Inggris) Zigmunt Bauman. 2006. Liquid of Modernity. Cambridge: Polity Press.
- ^ a b c d e f g (Inggris) Zygmunt Bauman. 1996. Postmodern Ethics. Cambridge: Blackwell
- ^ a b c d e f g h i j (Inggris) Zygmunt Bauman. 1997. Life in Fragments: Essays Postmodern Morality. Cambridge: Blackwell.
- ^ a b c (Inggris)Wouter de Vries. 2005. Bauman’s (post)modernism and Globalization. Gographical Approaches