Martabak

salah satu jenis roti

Martabak (bahasa Arab: مطبق, berarti "terlipat") merupakan sajian yang biasa ditemukan di Arab Saudi (terutama di wilayah Hijaz), Yaman, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei. Bergantung pada lokasinya, nama dan komposisi martabak dapat bervariasi.

Martabak telur yang biasa dijual di Indonesia.

Di Indonesia ada dua jenis martabak, yaitu martabak asin yang terbuat dari campuran telur dan daging serta martabak manis (kue terang bulan) yang biasanya diisi cokelat. Berbeda dengan martabak telur, martabak manis adalah sejenis kue atau roti isi selai yang biasa dimakan di saat santai sebagai makanan ringan. Di Malaysia, martabak manis (yang dikenal dengan nama Apam Balik) sering dijadikan sebagai hidangan sarapan dengan ditemani segelas teh tarik.

Sejarah di Indonesia

 
Kedai penjual Martabak Kubang Asli di Pekanbaru

Pada sekitar awal tahun 1930-an, beberapa pemuda asal daerah Lebaksiu, Tegal, Jawa Tengah, mengadu nasib dengan berjualan makanan dan mainan anak-anak pada perayaan yang dilangsungkan di kota-kota besar seperti Semarang. Di kota inilah salah seorang pemuda yang bernama Ahmad bin Abdul Karim berkenalan dengan seorang pemuda India bernama Abdullah bin Hasan al-Malibary.[1]

Dari hasil persahabatan mereka, Abdullah diajak berkunjung ke kampung halaman Ahmad di Desa Lebaksiu Kidul, Tegal. Abdullah berkenalan dengan adik perempuan Ahmad yang bernama Masni binti Abdul Karim.

Kemudian Abdullah mempersunting Masni, adik perempuan Ahmad, pada tahun 1935. Abdullah atau yang biasa disebut Tuan Duloh adalah seorang saudagar yang cukup ternama di zamannya. Salah satu keahlian Abdullah adalah membuat makanan yang terbuat dari adonan terigu yang bernama martabak.[2]

Dialah salah satu di antara pemuda-pemuda India yang berhasil memodifikasi martabak dari resep aslinya. Hal ini untuk menyesuaikan dengan citarasa maupun kebiasaan masyarakat di Indonesia, terutama orang Jawa, yang pada umumnya gemar makan sayur-sayuran dan tidak terlalu suka mengonsumsi daging secara berlebihan.

Sampai saat ini, jenis martabak telur yang dapat ditemukan di hampir seluruh pelosok Indonesia adalah hasil modifikasi.

Cara membuat

  • Bulatkan adonan tepung terigu sebesar telur ayam, banting, lalu lebarkan di atas permukaan yang datar.
  • Setelah membentuk lingkaran berdiameter kira-kira 40 cm, isi dengan campuran telur, sayuran, dan irisan kecil daging yang telah dibumbui.
  • Goreng dan lipat kulit martabak supaya isi tidak keluar.
  • Hidangkan dengan acar dan saus atau kecap.

Regenerasi

Keahlian Abdullah diajarkan kepada kerabat dekat istrinya maupun tetangga-tetangganya, antara lain:

  • Ahmad bin Abdul Karim
  • Abdul Manaf bin Abdul Karim
  • Abdul Wahid bin Kyai Abdul Karim
  • Mawardi bin Kyai Abdul Karim
  • Rifai bin Kyai Abdul Karim
  • Djari (Haji Umar) bin Mas’ud
  • Maktub bin Mas’ud
  • Dja’i bin Sueb
  • Ali bin Sueb
  • Rumli bi Sanadi
  • Tamyid
  • Tuwuh

Perkembangan

Abdullah dan rekan-rekannyalah yang berhasil memperkenalkan martabak di setiap pasar malam yang diselenggarakan di kota-kota besar, khususnya di Pulau Jawa. Mereka juga memperkenalkannya pada perayaan tertentu, seperti sekatenan di Yogyakarta dan dugderan di Semarang. Asosiasi Pedagang Martabak dan Jajanan Indonesia atau Al-Marjan Indonesia dibentuk pada 2 Mei 2007 di Lebaksiu, Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah dengan Ketua H. Musa Abdullah seorang keturunan India-Jawa. Dinamakan martabak Lebaksiu karena pada dasarnya para pedagang ini membuat martabak asal Lebaksiu. [3]

Perkembangan martabak di Indonesia dalam kurun waktu antara 1950-1990 dipelopori oleh[4]:

  • Tegal: Dja’i bin Haji Sueb, Haji Urip, Haji Abdur Rohim, Sumyad, Muhidin, Gendon, Masan, Dahlan, H.Tuji pilak
  • Jakarta: Rumli bin Sanadi, Mahsud, Mali, Tabud, Matlab, Haji Hambali, Muanas, Haji Tobroni, Luri, Muri, Tarmudi, Usup, Hudi, H. Muripin, H. Tabri, H. Nur Abdullah Hasan, Umar Hanafi, H. Toni Dartam, Dakyani
  • Bogor: Rifai, Mawardi, Abdul Wahid, Abdul Gofur, Maskam, Haji Umar Sahir
  • Bandung: Dasir, Mukdi, Salim, Haji Mahun ,Muslihin
  • Cianjur: Haji Surur, Makbul Tamyid, Phatoni bin Wastap
  • Yogyakarta: Keluarga besar Tuan Muhammad, Haji Muhammad Abdullah, Suud, Haji Bahroni
  • Makassar: Haji Imam Abdul Manaf, Mashur Dja’i, Muhidin, Tori Dannya, Haji Muanas Maad, H. Wartono, H. Jurani
  • Manado: Haji Susalit, Matlub, Haji Bedi, Warno, Haji Suyatno, Narto
  • Pontianak: Haji Abdul Kadir Ali, Bambang Wage, Tori
  • Singkawang: Haji Jeni Saleh, dan rekan-rekan.
  • Banjarmasin: Haji Muta’alim, Paluruni Tori, H. Bedi, Sunarto
  • Semarang: Keluarga besar Tuan Hasan
  • Palembang: Keluarga besar Tuan Haji Abdul Rozak (HAR) dan rekan-rekan
  • Bekasi: Makmur Darnya, Otong, Anwar, H. Saehudin, Saepudin, Arafat Helmy Syaefudin El-Girangi dan rekan-rekan
  • Kuningan: H. Midi, dan rekan-rekan
  • Tangerang: H. Tris, Heriyanto Dja’i, Muhammad Abdul Bayasut, Wahyu Patehi dan rekan-rekan
  • Sampit: Rozak Bayasut, Abdullah Bayasut, Yazid Bayasut
  • Bontang: Haji Muhammad, Untung, H. Sunarto, Saepu Torik
  • Jayapura: Haji Juremi, Haji Waud Umar, Haji Tono Umar
  • Mataram: Haji Sahuri, Agus
  • Denpasar: Haji Mashur Dakup, H. Toni, Luruh, Patehi
  • Kupang: Ruslan Sanusi
  • Tasikmalaya: Djubaidi Ali, Balhi, Maksudi, Sungib, Sopi
  • Pekanbaru: H. Isro
  • Bukittinggi: Harar
  • Padang: H. Yusri Darwis
  • Medan: H.Mu'id salim
  • Karawang: Phatoni bin Wastap Amad bin Wastap

Lihat pula

Catatan kaki

Pranala luar