Kongahyan

Alat Musik Mirip Rebab

Kongahyan merupakan alat musik gesek mirip rebab yang dapat ditemukan di Jawa, Bali, dan Sunda, tetapi ukurannya lebih kecil. Alat musik ini digunakan dalam pementasan kebudayaan suku-suku di daerah tersebut. Alat musik ini berukuran lebih kecil dibandingkan tehyan dan sukong.

Sejarah

Kongahyan sekarang ini merupakan adaptasi dari alat musik gesek yang berasal dari Cina. Penggunaan alat musik ini dalam banyak acara kebudayaan masyarakat Betawi menunjukkan terjadinya akulturasi antara masyarakat Betawi dan bangsa Cina. Bangsa Cina sendiri memiliki alat musik yang dinamakan er hu. Er hu merupakan alat musik gesek yang terdiri dari dua buah senar. Er hu tersebar luas ke daerah Eurasia melalui jalur sutra. Alat musik er hu diketahu memiliki kemiripan dengan kongahyan, lalu terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa alat musik er hu telah banyak mengalami perkembangan, sedangkan kongahyan yang berada di Tangerang tidak mengalami perkembangan.

Bahan

Pada zaman dahulu, alat musik ini terbuat dari bambu bukan dari batok kelapa, baru tahun 1950-an tabung bambu diganti menjadi tabung batok kelapa.[1] Penggantian tersebut bertujuan untuk menghasilkan bunyi suara gesek yang lebih keras.[1]

Penggunaan

Alat musik ini biasanya digunakan untuk acara-acara budaya seperti:

Gambang Kromong merupakan salah satu kesenian musik yang berasal dari daerah pinggiran Jakarta. Kesenian ini bermula dari kelompok musik para pekerja yang bekerja pada perkebunan tebu pengusaha Cina di Tangerang. Mereka memainkan alat musik dari Cina yaitu tehyan, kongahyan, dan sukong. Ketiga alat gesek ini dipadukan dengan bunyi-bunyiaan gambang, keromong, gong, kemong, kendang, kecrekan, dan suling. Selanjutnya, kelompok ini berkembang untuk mengiringi tarian cokek, tarian lenong, dan topeng Betawi.
Lenong merupakan kesenian teater dari masyakarat Betawi. Lenong dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu lenong denes dan lenong preman. Lenong denes menceritakan tentang kehidupan bangsawan atau kerajaan, sedangkan lenong preman menceritakan mengenai kehidupan masyarakat Betawi atau cerita mengenai jagoan-jagoan Betawi.
Ondel-ondel dipercaya memiliki nilai luhur yang baik yaitu menjaga anak cucu dan penduduk di suatu desa. Boneka raksasa tersebut awalnya digunakan untuk menolak bala, atau gangguan roh halus.
Topeng Betawi mirip dengan lenong dalam hal penyampaian cerita moral yaitu dengan cerita lucu. Pertunjukan topeng Betawi terbagi atas topeng blantek dan topeng jantuk. Pertunjukkan ini menceritakan kritik sosial atau menyampaikan nasihat-nasihat tertentu untuk masyarakat.

Referensi

  1. ^ a b (Indonesia)Adi W. 2010. Batavia, 1970: Menyisir Jejak Betawi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.