Balaupata
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP80Regenovia (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 15 mei 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 13 Mei 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP80Regenovia (Kontrib • Log) 3883 hari 1054 menit lalu. |
Balaupata Merupakan saudara kembar dari Cingkarabala.[1] Balaupata dan Cingkarabala merupakan (dalam cerita wayang) seorang Dewa Raksasa kembar.[2] Kedua Raksasa ini ditugasi menjaga Kori Selamatangkep dan diangkat menjadi Dewa.[1] Saudara kembar itu juga menjadi lambang amarah yang menghalang-halangi seseorang yang ingin mengheningkan cipta atau menundukkan hawa nafsu.[2] Maka kedua Dewa raksasa itupun digambarkan sebagai penjaga-penjaga pintu Surga.[2] Seseorang yang ingin ke Surga, harus pergi menghadap ke Balaupata dan bangkarabala dengan badan halusnya dan menundukkan lebih dulu amarahnya yang diibaratkan kedua Dewa raksasa itu.[2] Barang siapa yang mau masuk atau naik ke Kayangan Suralaya menghadap Batara Guru, maka harus lebih dahulu berhadapan dengan sang penjaga Salamatangkep yang berwujud raksasa kembar itu.[1]
Riwayat
Balaupata adalah anak seorang raksasa bernama Gopatama yang merupaan Lembu Andhini, kendaraan Hyang Guru.[1][2]
Kegunaan Patung Balaupata
Dalam kehidupan Masyarakat biasanya patung Cingkarabala dan Balaupata dapat dimaknai sebagai tulak bala (menghalau bahaya) agar tidak mengganggu atau mencelakai penghuni bangunan yang bersangkutan.[3] Demikian dengan memahamkan para anak muda pada kesenian ketoprak dapat diartikan sebagai tulak bala terhadap pengaruh budaya asing yang semakin gencar masuk ke Indonesia.[3] Dalam konteks Kerajaan di Jawa dahulu, Balupata dan Cingkarabala ini dijadikan patung-patung penjaga istana, yang diletakkan dikanan-kiri pintu gerbang istana dengan demikian diyakini bahawa istana dijaga kuat sehingga aman.[4] Kemudian juga dengan penggunaan simbol patung kedua dewa kembar ini, maka dalam memasuki istana tidak mudah karena banyak rintangan yang harus dilalui.[5] Bahkan yang mempunyai niat baik yang bisa masuk.[5]
Bentuk Wayang
Balaupata memiliki bentuk wayang sebagai berikut:
- Memiliki Wajah yang seram.[3]
- bermata plelengan.[2]
- Memiliki badan yang besar (raksasa).[5]
- Memiliki hidung yang nyanthik palwa (serupa haluan perahu).[2]
Rujukan
- ^ a b c d Mahendra Sucipta (2010). Ensiklopedia tokoh-tokoh wayang dan silsilahnya. Yogyakarta: Narasi. hlm. 62. ISBN 9789791681896.
- ^ a b c d e f g Piyoto. "Batara Balaupata". Diakses tanggal 13 Mei 2014.
- ^ a b c herjaka. "GUPALA Nyelonong dalam Festival Ketoprak". Diakses tanggal 14 mei 2014.
- ^ "Sejarah dan Misteri Pulau Jawa Kuno di masa lalu". Diakses tanggal 14 mei 2014.
- ^ a b c Radhita Yuka Heragoen. Aspek-aspek Simbolik Gunungan Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta, dalam Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia. hlm. 31.