Nyobeng
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP34Itang (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 27 Juni 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 30 Mei 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP34Itang (Kontrib • Log) 3858 hari 1130 menit lalu. |
Nyobeng merupakan ritual penghormatan terhadap hasil pengayauan (kayau) yang telah dilakukan sejak dahulu kala.[1] Nyobeng adalah ritual memandikan atau membersihkan tengkorak manusia hasil mengayau nenek moyang.[2] Upacara Nyobeng dilakukan oleh Suku Bidayu, Dusun Sebujit, Desa Hlibuei, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.[3]
Pelaksanaan
Upacara ini dilakukan dengan mengayau atau memenggal kepala manusia, dan tengkoraknya diawetkan.[2] Upacara ini dilaksanakan sela tiga hari, dari 15 hingga 17 Juni.[2] Tradisi ini sudah ditinggalkan lama sejak tahun 1894.[2] Upacara Nyobeng dipimpin oleh tetua adat Sebujit.[3]Kegiatan utamanya adalah memandikan tengkorak yang disimpan di rumah adat.[2] Upacara Nyobeng dimulai dengan tembakan senjata lantak selama tujuh kali rentetan.[3] Letupan dari senapan tersebut berguna untuk memanggil ruh leluhur, sekaligus minta izin untuk pelaksanaan ritual Nyobeng.Kegiatan utamanya adalah memandikan tengkorak yang disimpan di rumah adat.[2] Setelah tembakan, kepala suku dan rombongan pengiring berjalan menuju rombongan tamu dari luar desa yang datang menyaksikan Nyobeng.[3] Makna penyambutan tamu tersebut adalah mengikat tali silaturahmi antar Desa Sebujit dengan masyarakat luar desa.[3] Tetua adat melempar anjing ke atas.[2] Kemudian, tamu rombongan harus menebas anjing tersebut.[2] Jika masih hidup, maka harus ditebas di tanah.[2] Prosesi tersebut juga dilakukan dengan menggunakan telur ayam.[2] Tetua adat melempat telur ayam kepada rombongan tamu.[2] Jika telur tersebut tidak pecah, maka artinya tamu yang datang tidak tulus.[2] Sebalinya, jika telur yang dilempar pecah, maka tamu ritual tersebut ikhlas.[2] Selama acara Nyobeng, para tamu dihormati.[4]
Para tetua adat memandikan batok kepala manusia yang disimpan di sebuah kotak, bersama kalung babi hutan.[4] Kepala menjadi pilihan utama karena Suku Dayak Bidayuh meyakini bagian leher ke atas adalah simbol jati diri manusia.[4] Tengkorang kepala manusia yang teah dikeringkan bisa menjadi sihir paling kuat di dunia.[4] Tengkorak yang telah dibubuhi ramuan, dianggap memiliki sihir cukup kuat untuk menghadirkan hujan sekaligus meningkatkan hasil panen, dan mengusir roh jahat.[4]
Referensi
- ^ "Upacara Nyobeng". warisanbudayaindonesia.info. Diakses tanggal 30 Mei 2014.23.00.
- ^ a b c d e f g h i j k l m "Ritual Nyobeng; Memandikan Tengkorak Manusia Hasil Mengayau". indonesia.go.id. Diakses tanggal 30 Mei 2014.23.00.
- ^ a b c d e ""Nyobeng" Tradisi Leluhur Dayak Bidayu ". beritaduniapendidikan.com. Diakses tanggal 1 Juni 2014.16.10.
- ^ a b c d e "Nyobeng Dayak: Damai dengan Tengkorak Musuh". kalbariana.net. Diakses tanggal 1 Juni 2014.17.00.