. Untuk kriteria yang valid, lihat KPC. salin+tempel+dari+http%3A%2F%2Fsnei.or.id%2Farticle%2Fspastisitas%2FNA
Jika artikel ini tidak memenuhi syarat KPC, atau Anda ingin memperbaikinya, silakan hapus pemberitahuan ini, tetapi tidak dibenarkan menghapus pemberitahuan ini dari halaman yang Anda buat sendiri. Jika Anda membuat halaman ini tetapi Anda tidak setuju, Anda boleh mengeklik tombol di bawah ini dan menjelaskan mengapa Anda tidak setuju halaman itu dihapus. Silakan kunjungi halaman pembicaraan untuk memeriksa jika sudah menerima tanggapan pesan Anda.
Ingat bahwa artikel ini dapat dihapus kapan saja jika sudah tidak diragukan lagi memenuhi kriteria penghapusan cepat, atau penjelasan dikirim ke halaman pembicaraan Anda tidak cukup meyakinkan kami.
Catatan untuk pembuat halaman: Anda belum membuat atau menyunting article halaman pembicaraan. Jika Anda mengajukan keberatan atas penghapusan, mengeklik tombol di atas akan membawa Anda untuk meninggalkan pesan untuk menjelaskan mengapa Anda tidak setuju artikel ini dihapus. Jika Anda sudah ke halaman pembicaraannya, tetapi pesan ini masih muncul, coba hapus singgahan (cache).
Spastisitas merupakan kondisi dimana sekumpulan otot mengalami kontraksi secara terus menerus. Kontraksi ini menyebabkan kekakuan, nyeri, dan kesulitan untuk digerakkan, sehingga mempengaruhi pergerakan normal pasien, untuk makan, untuk jalan, juga untuk aktifitas yang lain. Spastisitas terjadi karena kerusakan jalur listrik antara otak dan sumsum tulang belakang yang mengontrol gerakan normal. Kerusakan ini menyebabkan aliran listrik ke otot tidak baik. Kelainan ini dapat menyertai beberapa penyakit saraf. Spastisitas diderita oleh sekitar 12 juta penduduk di dunia.
Penyebab Spastisitas
a. Cedera otak
b. Cedera sumsum tulang belakang
c. Kerusakan otak karena kekurangan oksigen
d. Stroke
e. Infeksi otak dan selaput otak
f. Adrenoleukodystrophy
g. Myotrophic lateral sclerosis (Lou Gehrig’s disease)
h. Phenylketonuria
i. Cerebral palsy
j. Multiple Sclerosis
k. Torticollis ( spastisitas leher ) : pada kondisi ini pasien sulit menggerakkan leher dengan bebas, sehingga pasien cenderung menoleh ke kanan atau kiri.
Pembagian Spastisitas
spastisitas dibagi menjadi beberapa macam : fokal, segmental, dan general.
Terapi:
Terapi untuk spastisitas
Fisioterapi : sebagian besar pasien dengan spastisitas dapat membaik dengan melakukan fisioterapi secara teratur oleh dokter rehabilitasi medik.
Obat-obatan : beberapa pasien ada yang perlu ditambah dengan obat-obatan untuk menunjang terapi dengan fisioterapi.
Injeksi Botox : Botox ( botulinum toxin ) sebenarnya adalah suatu terapi untuk spastisitas, fungsinya adalah melemahkan otot yang di-injeksi. Tetapi terapi ini bersifat sementara, efek botox akan optimal dalam 2 minggu pertama, selanjutnya efeknya akan habis pada sekitar 6 bulan setelah penyuntikan.
Intratekal baklofen : tindakan penyuntikan obat baklofen ke dalam sumsum tulang. Tindakan ini efektif untuk menangani pasien yang mengalami gangguan spastisitas yang bersifat general seluruh tubuh. Untuk pasien yang kaku seluruh tubuh, pada beberapa literatur, terapi ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran pasien paska stroke.
Microneurosurgery : ada beberapa tindakan operasi mikro yang dapat dilakukan untuk mengatasi spastisitas , seperti : neurotomi dan denevasi saraf tepi.
a) Neurotomi adalah suatu tindakan operasi mikro dengan cara mengurangi jumlah saraf yang mensuplai otot yang mengalami spastisitas, tindakan ini sangat efektif untuk spastisitas yang bersifat lokal.
b) Denervasi saraf tepi : tindakan ini ditujukan untuk menghilangkan spastisitas, terutama untuk segmental spastisitas yang dialami di leher : seperti tortikolis.
c) Dorsal Rhizotomy : tindakan ini dapat membantu mengurangi spastisitas pada pasien dengan cerebral palsy.
Sebagian besar pasien dengan spastisitas ini dialami oleh pasien setelah stroke, sehingga satu sisi tubuhnya menjadi kaku, siku tangannya sulit untuk diluruskan, dan juga pasien jalan dengan menjinjitkan kaki. Spastisitas juga dialami oleh pasien yang menderita cerebral palsy, dan pasien dengan cedera saraf leher.