Bandar Udara Notohadinegoro

bandar udara di Indonesia
Revisi sejak 8 Oktober 2014 23.53 oleh Relly Komaruzaman (bicara | kontrib) (←Suntingan 180.252.156.43 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Relly Komaruzaman)

Bandar Udara Notohadinegoro (IATA : JBB | ICAO : -) adalah sebuah bandar udara yang terletak di Wirowongso, Ajung, Jember, provinsi Jawa Timur yang berjarak sekitar 7 (tujuh) kilometer dari pusat kota Jember. Bandara ini dioprasikan oleh Dinas Perhubungan Pemerintah Kabupaten Jember. bandara yang kini memiliki panjang landasan pacu 1.560 meter tersebut telah kembali beroprasi sejak tanggal 16 juli 2014 lalu dengan dilayaninya penerbangan komersil pertama Jember - Surabaya pp. oleh maskapai Garuda Indonesia (sub brand Garuda Indonesia Explore) yang menggunakan pesawat udara jenis ATR-72600.

Bandara ini memiliki areal seluas 120 hektare, dan merupakan bandara umum sipil pertama di Indonesia yang dibangun sendiri oleh pemerintah kabupaten setempat, yaitu Pemerintah Kabupaten Jember dengan kekuatan APBD Kabupaten. Bandara ini diharapkan oleh Pemkab Jember dapat mempersingkat waktu tempuh Jember - Surabaya yang hanya sekitar 30 menit melalui udara, dari sebelumnya sekitar 4 sampai 7 jam menggunakan angkutan darat. Selain itu bandara ini juga diharapkan dapat memperlancar arus investasi ke dalam wilayah Kabupaten setempat.

Sejarah

Bandara ini diprakarsai dan dibangun di era pemerintahan Samsul Hadi Siswoyo sebagai bupati Jember. Pembangunan dimulai pada tahun 2003 yang telah dianggarkan sejak tahun 2001 dengan menggunakan dana APBD sebesar Rp30 Miliar. Bandara Notohadinegoro diresmikan pada tahun 2005 dengan panjang landasanpacu masih 1.200 meter.

Pada tahun 2008, Bupati Jember MZA Djalal mengupayakan Bandara Notohadinegoro dapat dilayani penerbangan yang menghubungkannya dengan Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, sehingga dipergunakanlah pesawat udara jenis turbo LET 410 milik maskapai Tri MG International yang melayani penerbangan Jember - Surabaya pp. sebanyak 3 (tiga kali sehari dengan sistem sewa/carter). Namun penerbangan carter tersebut hanya mampu bertahan selama 3 bulan dikarenakan okupansi yang minim sebagai akibat promosi dan daya beli masyarakat yang minim saat itu. Bahkan pengoprasian penerbangan carter tersebut sempat dibawa ke ranah hukum karena telah mengakibatkan kerugian negara yang menyeret 3 orang pejabat Pemkab setempat masuk penjara.