Luak Kubuang Tigo Baleh
Luhak Kubuang Tigo Baleh (Indonesia: Luhak Kubung Tiga Belas) adalah luhak termuda setelah tiga luhak lainnya. Luhak ini terletak di dataran rendah dan kaki gunung Talang, sebelah selatan Luhak Tanah Data, yaitu di wilayah kabupaten Solok dan kota Solok sekarang ini. Luhak ini dibentuk pada masa agak belakangan, bukan pada masa pemerintahan Adityawarman.
Setiap luhak di Minangkabau memiliki gunungnya sendiri. Luhak Tanah Data dengan gunung Marapinya, Agam dengan gunung Singgalang, Limo Puluah dengan gunung Sago, sedangkan Kubuang Tigo Baleh dengan gunung Talangnya.
Sejarah
Luhak ini berdiri dilatarbelakangi oleh masalah politik Kerajaan Pagaruyung dimana terdapat sikap oposisi dari tiga belas orang Datuk yang tergolong kerabat Pagaruyung. Para Datuk ini mempunyai perbedaan pandangan yang tajam mengenai suatu masalah politik dan adat yang tidak membawa suatu kesepakatan.
Diduga waktu itu, Pagaruyung diperintah oleh seorang raja yang masih kental dipengaruhi budaya aristokrat/feodalisme, terbukti dari titah rajanya yang melegenda dalam ingatan masyarakat Solok hingga hari ini, dimana nama 'Luhak Kubuang Tigo Baleh' ini berasal dari titah yang berbunyi "... Ku buang tigo baleh ninik mamak ini .. " (Kuusir 13 ninik mamak ini). Maksudnya "saya usir tiga belas (datuk yang berseberangan dengan pendapat saya) ini, supaya jangan lagi tinggal di Luhak Tanah Data. [butuh rujukan] Maka Datuk yang tiga belas orang itu melakukan migrasi ke arah selatan Tanah Data melewati perbukitan di pinggir danau Singkarak yang kemudian terkenal dengan nama kabupaten dan kota Solok sekarang ini. Mereka membawa serta anak kemenakan dan kaum menurut sukunya masing-masing. Mereka menyebar hampir ke seluruh dataran Solok.
Nagari anggota konfederasi
Di kemudian hari keturunan dari 13 leluhur itu berkembang sehingga membentuk 13 nagari yang terletak di kota Solok dan kabupaten Solok sekarang ini. Konfederasi Kubuang Tigo Baleh (Kubung Tiga Belas) terdiri dari 13 nagari sebagai berikut:
- Solok (kota Solok sekarang, dulu kecamatan Kubung)
- Salayo (kecamatan Kubung)
- Saok Laweh (kecamatan Kubung)
- Panyakalan (kecamatan Kubung)
- Gantuang Ciri (kecamatan Kubung)
- Guguak (kecamatan Gunuang Talang)
- Cupak (kecamatan Gunuang Talang)
- Koto Anau (kecamatan Lembang Jaya)
- Bukik Sileh (kecamatan Lembang Jaya)
- Dilam (kecamatan Bukik Sundi)
- Muaro Paneh (kecamatan Bukik Sundi)
- Taruang-taruang (kecamatan IX Koto Sungai Lasi)
- Sariak Alahan Tigo (kecamatan Hiliran Gumanti)
Solok, Guguak, Koto Anau, Saok Laweh dan Panyakalan merupakan penganut Lareh Bodi Caniago. Sementara Di Koto Anau duduk seorang raja Datuak Bagindo Yang Pituan yang menerapkan sistem Lareh Koto Piliang. Salayo dan beberapa nagari lainnya, yaitu Cupak, Gantuang Ciri, Sirukam, Supayang, Kinari, Muaro Paneh dan Sariek Alahan Tigo juga menganut kelarasan Lareh Koto Piliang.
Di kemudian hari Salayo pecah menjadi beberapa nagari yaitu Salayo, Koto Baru, Kubua Harimau. Koto Baru sendiri memiliki masyarakat yang lebih egaliter dan tidak terlalu kaku dibanding Salayo, walaupun dulunya satu nagari. Koto Baru sempat puluhan tahun menjadi ibu kota Kabupaten Solok. Koto Baru dan Salayo memiliki dialek yang mirip yang menjadikan mereka sebagai ikon dialek urang Solok.
Sementara nagari Talang dan Sungai Janiah (berasal dari satu nenek moyang) yang dikelilingi oleh nagari Guguak, Cupak, Koto Anau, dan Bukik Sileh, tidak termasuk Kubuang Tigo Baleh, karena nenek moyang orang Talang dan Sungai Janiah sudah terlebih dulu membangkang kepada raja-raja Minangkabau. Talang berasal dari kata 'tualang', yaitu nagari para petualang yang tidak pernah mau tunduk pada raja di Minangkabau. Seiring berjalannya waktu, secara perlahan akhir nya nama 'tualang' berubah jadi 'talang'. Walaupun letak nya di dalam Kubuang Tigo Baleh tapi nagari Talang punya sejarahnya sendiri yang berbeda dengan sejarah tiga belas datuk yang meninggalkan Luhak Tanah Data (dari berbagai sumber dan cerita turun temurun).
Penyebaran penduduk
Selain berkembang di beberapa nagari di kabupaten Solok, keturunan dari Kubuang Tigo Baleh juga menyebar hingga ke Banda Sapuluah di bagian selatan kabupaten Pasisia Salatan, yang berbatasan dengan Kurinci (Jambi) dan provinsi Bengkulu serta ke XI Koto Tarusan, Bayang, Lumpo dan Salido (bagian utara kabupaten Pesisir Selatan), serta sebagian menyebar ke Pauah dan Lubuk Kilangan di wilayah Kota Padang sekarang.
Perpindahan ini berlangsung bersamaan waktunya dengan migrasi para leluhur Alam Surambi Sungai Pagu dari Luhak Tanah Data yang diperkirakan terjadi sekitar abad 12 hingga 13 Masehi.
Lihat pula
Referensi
- "Inventarisasi Kekayaan 44 Nagari di Kabupaten Solok". Mestika Zed, Alis Marajo Dt. Sori Marajo, Nursyirwan Effendi, Ridwan Jamal, Nawir, 2000.
Pranala luar
- "Kota Padang Kota Metropolis Terbesar Di Nusantara Pada Abad 18" Pelaminanminang.com.
- "Tambo Nagari Bayang" Lubukgambir.wordpress.com.
- "Menanti Badai Sawit Reda; Kisah Kelam dari Lubuak Pudiang" My.opera.com.
- "Nagari Koto Anau dan Keunikannya" Koto-anau.com.