Teungku Peukan
Teungku Peukan merupakan pahlawan kemerdekaan dari kabupaten Aceh Barat Daya.
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Keluarga
Teungku Peukan dilahirkan di Manggeng, Aceh Barat Daya. Pada tahun 1886.
Belau adalah salah seorang Ulama terkemuka di daerah Manggeng, Aceh Barat Daya. Orang tua beliau juga seorang ulama pemuka Agama Islam yang dinamai dengan sebutan Teungku Padang Ganting yang berasal dari daerah Alue Paku, Aceh Selatan. Sedangkan ibu beliau bernama Siti Zulaikha.
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Perang Aceh
Pada malam menjelang peperangan terhadap Kolonial Belanda, Teungku Peukan dan paksukannya terlebih dahulu melakukan ritual wirid dan zikir (serah diri) kepada Tuhan di sebuah Meunasah (Mushalla) Ayah Gadeng, Manggeng. Setelah ritual tersebut selesai dilaksanakan Teungku Peukan mengarahkan strategi-strategi penyerangan terhadap Kolonial Belanda, lalu Tengku Peukan pun memerintahkan paksukannya menuju ke markas Belanda (sekarang Asrama Kodim 0110 Aceh Barat Daya) di Blangpidie dengan menempuh berjalan kaki sejauh 20 KM.
Pada Penyerangan ini juga dihadiri oleh salah seorang putra dari Teungku Peukan yang bernama Teungku Muhammad Kasim yang dikenal dengan sebutan "Teungku Tahala". Menjelang Fajar memasuki malam jumat pada tanggal 11 September 1926, pasukan Teungku Peukan pun tiba dan beristirahat sejenak di balee (balai) Teungku Lhoong di desa Geulumpang Payong, Blangpidie.
Pada saat itu pula Teungku Peukan membagi 3 sektor penyerangan dan dibantu oleh Said Umar, Waki Ali, dan Zakaria Ahmad yang dikenal dengan nama "Nyak Walad". Penyerangan pun dilakukan oleh Teungku Peukan pada saat menjelang subuh, sehingga Serdadu Kolonial Belanda kaget dan kocar-kacir atas penyerangan tersebut. Pada penyerangan itu banyak menewaskan Serdadu-serdadu Kolonia Belanda dengan Rencong Pejuang Aceh.
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Gugur
Sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan. Teungku Peukan pun mengumandangkan azan dan saat itulah seorang Kolonial Belanda melepaskan 1 tembakan yang membuat Teungku Peukan syahid dalam peperangan tersebut. Teungku Peukan meninggal di hari Jumat tanggal 11 September 1926.
Dalam kejadian itu Teungku Tahala putra dari Teungku Peukan menjadi emosional dan menyerang para Serdadu Kolonial Belanda dengan semangat "Jak Tueng Balah". Maka pada saat itulah beliau pun syahid dalam pertempuran. Ada beberapa pejuang yang selamat dalam pertempuran itu, yaitu : Pang Paneuk dan Sidi Rajab. Dalam peristiwa tersebut atas inisiatif Teungku Yunus Lhong jenazah Teungku Peukan dan 5 peujuang lainnya (termasuk putra beliau) di makamkan di depan Masjid Jami' Baitul 'Adhim Blangpidie.
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |