Saksi Kunci

Revisi sejak 22 Juli 2015 08.38 oleh Hidayatsrf (bicara | kontrib) (Deskripsi: <ref> + {{cite...)

Saksi Kunci adalah buku yang ditulis oleh Metta Dharmasaputra. Buku ini menceritakan liputan investigasi yang dilakukan Metta Dharmasaputra untuk mengungkapkan kasus manipulasi pajak yang dilakukan Asian Agri Group. Buku yang penulisannya membutuhkan waktu lebih dari enam tahun ini juga bercerita mengenai kisah nyata perburuan Vincentius Amin Sutanto yang menjadi whistleblower dalam kasus ini.

Saksi Kunci
Berkas:Cover Asian Agri-cut.jpg
Kisah nyata perburuan Vincent, pembocor rahasia pajak Asian Agri Group
PengarangMetta Dharmasaputra
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
SubjekJurnalisme Investigasi
Skandal Pajak
PenerbitTempo (majalah)
Tanggal terbit
2013
Jenis mediaSoft Cover
Halaman446
ISBNISBN 978-602-14105-0-9

Buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Key Witness.

Deskripsi

Dari tempat persembunyiannya Vincentius Amin Sutanto mengungkap sebuah rahasia besar; manipulasi pajak Asian Agri Group. Menurut bekas pengawas keuangan belasan perusahaan sawit milik Sukanto Tanoto, salah satu orang terkaya di Indonesia, itu jumlah pajak yang diselewengkan mencapai Rp 1,1 triliun, yang kemudian membengkak menjadi Rp 1,3 triliun. Inilah skandal pajak terbesar di Indonesia.[1]

Informasi rahasia ini dibocorkan Vincent kepada Metta Dharmasaputra dalam pelariannya di Singapura, setelah aksinya membobol uang perusahaan terboongkar. Ia sempat berniat bunuh diri. Namun akhirnya memutuskan kembali ke Jakarta lewat sebuah operasi intelijen yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. [2]

Saksi Kunci adalah buku yang mengisahkan berbagai pergulatan seputar pengungkapan kasus pajak Asian Agri. Telepon genggam Metta sempat disadap. Tempo (majalah) yang mempublikasikan liputan investigasi ini digugat di pengadilan. Vincent dihukum 11 tahun penjara atas dakwaan pencucian uang yang tidak pernah diperbuatnya. Aparat pajak pun perlu bertahun-tahun untuk bisa menyidangkan kasus ini, sebelum akhirnya Mahkamah Agung memvonis denda Asian Agri Rp 2,5 triliun [3], yang juga terbesar dalam sejarah negeri ini.

Referensi

Pranala Luar