Nyoman Rudana (lahir di banjar Gelogor, Lod Tunduh, Ubud, Gianyar, Bali pada 17 September 1948 adalah seorang kolektor seni dan politikus Indonesia asal Bali. Ia adalah pendiri Museum Rudana di Ubud, wirausahawan di bawah bendera GRP (Group Rudana dan Putra) dan juga anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia mewakili Provinsi Bali serta anggota MPR RI periode 2004 – 2009.

Berkas:RUDANA Close up.jpg
NYOMAN RUDANA 2007

Biografi

Berkas:RUDANA&WIFE.jpg
Rudana dan istri

Nyoman Rudana dilahirkan pada tanggal 17 September 1948 di banjar Gelogor, Lod Tunduh, Ubud, Gianyar, Bali. Ayahnya seorang petani, yang juga mahir menabuh gamelan Bali dan ibunya pandai membuat Banten, rangkaian sesajen untuk berbagai upacara keagamaan Hindu Bali. Orang tuanya penganut agama Hindu yang taat. Rudana merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara, lima laki-laki dan dua perempuan.

Masa kecilnya dihabiskan di kampung dengan suasana keagamaan serta berkesenian yang kental dari keluarga serta lingkungan sekitar. Sewaktu masih duduk di bangku SMP, pada awal tahun 1960-an, saat teman sebaya lebih suka bermain bola, dia lebih suka mengunjungi Puri Lukisan, yang merupakan museum lukisan yang terkenal di Bali saat itu serta menghabiskan waktu luangnya sepulang sekolah untuk mengunjungi para pelukis di daerah Ubud.

Sewaktu di SMA Rudana tergabung dalam kelompok sendratari Bali dan seringkali berperan sebagai pangeran muda, di mana sang putri yang menjadi kekasihnya dalam sendratari itu dimainkan oleh Ni Wayan Olasthini, yang kelak menjadi istrinya.

Nyoman Rudana menyelesaikan SMA di Denpasar tahun 1968 dan kemudian mencoba mengadu nasib di AKABRI Darat di Lembang, Jawa Barat di mana ia pada akhirnya gagal dalam tes sebagai penerbang. Kemudian diputuskannya mengambil sekolah guru PGSLP Negeri di Madiun, Jawa Timur antara tahun 1969-1970 agar bisa cepat bekerja, mengingat orang tuanya tidak mampu menyekolahkannya ke perguruan tinggi karena keterbatasan biaya. Setelah lulus ia kembali ke Bali dan bekerja sebagai guru magang di sebuah SMP selama setahun. Sambil menjadi guru, ia mulai mengadu nasib sebagai pemandu wisata yang dijalaninya sampai tahun 1973.

Nyoman Rudana menikah di tahun 1973 dan mempunyai empat orang anak, dua putra dan dua putri.

Merambah Dunia Dengan Seni

 
Upakarti Award Desember 1994
Berkas:Soeharto signed.jpg
Presiden Soeharto menandatangani prasasti pada peresmian Museum Rudana, 26 Dec 1995
 
Pelukis Antonio Blanco (alm) hadir pada peresmian Museum Rudana, 26 Desember 1995
Berkas:DELEGASI DEWAN RAKYAT CINA.jpg
Kunjungan Dewan Rakyat Republik Rakyat Tiongkok ke Museum Rudana
Berkas:Srihadi-KSA.jpg
Pelukis Srihadi Soedarsono menerima Ksatria Seni award dari Nyoman Rudana,2004

Tahun 1974 Rudana mendirikan studio lukis The Rudana Painter Community, untuk membina dan mengembangkan kreatifitas seni lukis di daerah Sanur, untuk membantu para seniman lokal dalam memasarkan hasil karyanya, mengingat saat itu pariwisata Bali masih baru berkembang. Saat itu ia masih bekerja sebagai karyawan Hyatt Hotel di Sanur antara tahun 1974 -1975. Saat itulah ia memulai bisnis jual beli lukisan serta memulai mengoleksi lukisan dan karya seni patung dll. Ini adalah tahun – tahun dimana para pelukis ternama seperti Nyoman Gunarsa, Made Wianta baru memulai karirnya.

Dengan berbekal keuletan dan sikap pantang menyerah, di tahun 1978 Nyoman Rudana melakukan ekspansi bisnis dengan mendirikan Rudana Fine Art Gallery di Ubud di atas tanah seluas 900 meter persegi dengan misi agar karya seni Bali makin dikenal oleh dunia. Untuk mengantisipasi permintaan pasar terutama dari manca negara seperti Jerman, Jepang, Italy, Amerika, pada tahun 1980 ia mulai merintis keterkaitan usaha dengan para seniman lukis yang terdapat di daerah Bali. Rudana juga membina anak-anak, remaja dan pemuda yang berbakat untuk berkarya dan hasil karya mereka dipamerkan serta dipasarkan di dalam dan luar negeri melalui Rudana Fine Art Gallery. Dengan cara demikian, ia dapat ikut membantu pemerintah dalam mendorong peningkatan devisa negara dari sektor ekspor non migas. Dekade 1980 an ini merupakan era keemasan dalam perkembangan pariwisata Indonesia pada umumnya dan perkembangan dunia seni lukis pada khususnya.

Tahun 1985 Nyoman Rudana mendapatkan penghargaan Lempad Prize dari Sanggar Dewata Indonesia sebagai penghargaan atas komitmen dan upayanya dalam mempromosikan seni.

Sejalan dengan profesinya sebagai art dealer, Nyoman Rudana menyaksikan bahwa begitu banyak hasil karya seni kuno Indonesia diboyong ke luar negeri. Tergerak untuk melestarikan karya seni yang berharga ini, dengan dukungan penuh dari istrinya, Rudana mendirikan Museum Rudana di Peliatan, Ubud yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 22 Desember 1990 di atas lahan seluas 2.500 meter persegi di Kawasan Seni Rudana Ubud, satu kompleks dengan Rudana Fine Art Gallery.

Acara pembukaan Museum Rudana dilakukan pada tanggal 11 Agustus 1995 sebagai bagian dari peringatan 50 Tahun Indonesia Merdeka. Presiden Soeharto meresmikannya dengan penandatanganan prasasti pada tanggal 26 Desember 1995. Museum Rudana merupakan puncak perwujudan impian Nyoman Rudana dalam bidang seni, yang dipersembahkannya untuk rakyat Indonesia, negara serta simbol persaudaraan antara manusia di manapun berada.

Tahun sebelumnya, sebelum Museum Rudana diresmikan, Nyoman Rudana menerima penghargaan Upakarti dari Pemerintah Indonesia sebagai penghargaan atas upayanya dalam Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil dan Kerajinan dalam rangka Pengembangan Industri Nasional. Penghargaan Upakarti diserahkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Soeharto di Istana Negara pada tanggal 14 Desember 1994.

Di tahun 1995, Nyoman Rudana memprakarsai didirikannya Yayasan Seni Rudana untuk mendorong proses regenerasi Bali dalam berkesenian, dimana yayasan ini mensponsori anak – anak serta pemuda di Bali dalam menempuh pendidikan di bidang seni, tari menari serta musik . Kemudian pada tahun 2000 Nyoman Rudana meluncurkan Ksatria Seni Award, suatu penghargaan seni yang diberikan setiap empat tahun sekali kepada individu maupun organiasi yang mendedikasikan hidupnya untuk memajukan seni di tanah air.

Sejalan dengan perkembangan pariwisata di Bali, pada tahun 1991 Nyoman Rudana mulai merambah ke bisnis perhotelan dengan membangun Padma Indah Cottage, sebuah hotel butik dengan 10 buah bungalow di Ubud, sekitar 2 km dari Kawasan Seni Rudana, yang kemudian di tahun 2003 berubah nama menjadi Waka Namya Resort and Spa dengan 15 buah cottage.

Di tahun 1998, Nyoman Rudana mendirikan Genta Fine Art Gallery dekat dengan lokasi Museum Rudana, dimana para pengunjung dapat menyaksikan langsung para artis berkarya.

Saat ini Nyoman Rudana dan keluarga tinggal di dalam Kawasan Seni Rudana di banjar Peliatan, Ubud, 16 km dari Denpasar.

Nyoman Rudana meyakini bahwa bisnis dan seni dapat berjalan selaras, tanpa harus mengorbankan satu sama lain, mengingat seni merupakan kebutuhan dasar manusia, yang dapat dinikmati bersama dengan sesama. Seni tidak mengenal kendala bahasa dan keindahannya bersifat abadi.

Menaklukkan Dunia Dengan Seni

Berkas:Pameran di Kuwait(cropping).jpg
Pameran Lukisan oleh Museum Rudana di Kuwait 1998
Berkas:Italy Award & Fam 2.jpg
Penghargaan Pohon Perdamaian dari Pemerintah Italia tahun 2000

Nyoman Rudana selalu memiliki mimpi untuk memperkenalkan Bali ke dunia luar melalui seni, terutama karya seni lukisnya, dan untuk itulah ia memberanikan diri melangkah keluar negeri.

Melalui Rudana Fine Art Gallery, Nyoman Rudana untuk pertama kalinya menggelar pameran lukisan besar di Jerman Barat ( Dusseldorf, Sigbourg ) serta di Berlin Barat dan Italia ( Roma, Milano, Bergamo ) pada bulan Agustus sampai Oktober 1981. Pada tahun 1991, ia bergabung di dalam road show The Great Indonesian Exhibition yang diselenggarakan oleh KIAS ( Kesenian IndonesiaAmerika Serikat ) secara marathon di enam Negara Bagian yang berbeda. Setelah pembukaan pameran, Nyoman Rudana dan istri melakukan perjalanan keliling dunia dimulai dari kota Berkeley, California, di wilayah Pantai Barat Amerika Serikat menuju ke New York di wilayah Pantai Timur dan kembali ke Indonesia melalui benua Eropah ( Belanda, Perancis, Jerman, dan Italia ) sekaligus untuk membuktikan bahwa dunia memang bulat adanya.

Rangkaian perjalanan ini dimanfaatkannya untuk mengunjungi banyak museum dan galeri ternama di berbagai negara yang dikunjunginya, sambil memperluas wawasan dan apresiasi terhadap seni budaya negara lain, yang pada akhirnya menginspirasi dirinya untuk mewujudkan impiannya dalam membangun Museum Rudana.

Tahun 1995, dengan berdirinya Museum Rudana, Nyoman Rudana menggelar pameran lukisan di Kuwait City, ibukota Kuwait dan ia berkesempatan memenuhi undangan Emir Kuwait untuk berkunjung ke istana barunya yang saat itu sedang dibangun. Merupakan kebanggaan baginya karena lukisan dengan objek manusia dan alam yang dipamerkannya akhirnya menjadi trend setter dalam dunia seni lukis di Kuwait, mengingat kala itu, hanya lukisan kaligrafilah yang mendominasi dunia seni lukis di kawasan Timur Tengah.

Tiga tahun kemudian, setelah peristiwa kerusuhan Mei 1998, Nyoman Rudana kembali berpameran di Kuwait, untuk membuktikan bahwa Indonesia masih utuh sebagai negara kesatuan dan keamanan sudah mulai pulih, mengingat pariwisata Bali ikut terpuruk akibat kejadian tsb. Sekali lagi, ia diundang oleh Emir Kuwait untuk mengunjungi istana barunya yang sangat megah yang kini telah selesai pembangunannya.

Italia menjadi tujuan selanjutnya tahun 2000, dimana Nyoman Rudana kembali berpameran di sana sekalipun perekonomian Indonesia belum pulih sekaligus mempromosikan kembali pariwisata Bali di masa krisis moneter tersebut. Rudana menyampaikan kata sambutan yang berpangkal pada persaudaraan umat manusia dan perdamaian dunia pada acara pembukaan pameran di Roma tersebut, dan beberapa bulan kemudian, dirinya kembali diundang ke Italia oleh pemerintah Italia untuk menerima penghargaan L’albero dell’umanita Award atau penghargaan Pohon Perdamaian .

Lahirnya GRP ( Group Rudana Dan Putra )

Berkas:PUTU.jpg
Dengan Putu Supadma Rudana,MBA

Tahun 2000 Nyoman Rudana mendukung ide sdr. Putu Supadma Rudana,MBA untuk mendirikan holding company bernama GRP ( Group Rudana dan Putra ) yang berlokasi kantor di Sanur. Perusahaan ini dibangun dengan misi untuk menciptakan keselarasan antara nilai – nilai ekonomi dan seni dalam segala bentuk dengan seni sebagai bisnis utamanya, dan terbagi ke dalam empat divisi :

Sejalan dengan berkembangnya bisnisnya, Nyoman Rudana mendukung ide putra sulungnya Putu Supadma Rudana, MBA dalam mendirikan The Candi Fine Art Gallery di Ubud pada tahun 2006, yang lebih menonjolkan karya – karya modern art dari para pelukis Indonesia. Galeri ini berada di bawah tanggung jawab putra keduanya, Ari sebagai Direkturnya. Kemudian pada bulan Januari 2007, ia mendirikan The Kristina House of Jewelry Design di Ubud, sebagai perwjududan kasih sayang kepada putrinya Kristina, yang merupakan seorang desainer perhiasan.

Sekarang praktis kedua putranya yang menjalankan perusahaan tersebut, sedangkan Nyoman Rudana sendiri sebagai komisaris perusahaan lebih banyak menjalankan fungsi keteladanan dan pengawasan, dengan prinsip ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani dan sejak Oktober 2004 Nyoman Rudana mencurahkan tenaga dan pikirannya dalam pengabdian sebagai anggota DPD-RI dari propinsi Bali.

Anggota DPD Propinsi Bali

Berkas:Sidang IPU.jpg
Rudana-116th Assembly of IPU Congress 2007
Berkas:Delegasi Australia.jpg
Bersama rekan-rekan DPD RI dan Parlemen Australia-2005

Nyoman Rudana dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah ( DPD RI ) dari Propinsi Bali serta anggota MPR RI tanggal 1 Oktober 2004 melalui pemilihan umum secara langsung tahun 2004, yang merupakan salah seorang dari 128 orang anggota DPD yang mewakili 32 propinsi di Indonesia dan merupakan satu dari empat orang anggota DPD Bali. Anggota DPD RI merupakan individu non partai. Seluruh anggota kecuali Pimpinan DPD RI, tergabung ke dalam empat Panitia Ad Hoc ( PAH ) yang ruang lingkup tugasnya mencakup bidang legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Rudana duduk sebagai anggota PAH IVmembidangi RAPBN, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan daerah dan pemilihan anggota BPK serta pajak. Selain itu dalam tugasnya sebagai anggota DPD, dia juga duduk sebagai anggota Badan Kehormatan, Panitia Kerjasama Antar Lembaga Perwakilan ( PKALP ) serta Kelompok DPD di MPR-RI. Badan Kehormatan bertugas antara lain menegakkan peraturan tata tertib dan kode etik anggota DPD RI. PKALP bertugas antara lain membina, mengembangkan dan meningkatkan hubungan persahbatan dan kerjasama antara DPD RI dengan lembaga negara sejenis, baik secara bilateral maupun multilateral. Kelompok DPD di MPR-RI berjumlah 32 orang yang mencerminkan keterwakilan propinsi, dan bertugas mengkoordinasikan kegiatan anggota DPD di MPR dan meningkatkan kemampuan kinerja DPD dalam lingkup sebagai anggota MPR.

Sebagai anggota DPD RI, Nyoman Rudana berkesempatan menjadi salah satu dari perwakilan parlemen Indonesia untuk menghadiri The 116th Assembly of IPU ( Inter Parliamentary Union ) Congress di Bali International Convention Center ( BICC ) - Nusa Dua, Bali. Pada kesempatan tersebut, Rudana menulis dua makalah yang disebarkan di arena IPU yaitu From Bali to The World : Tri Hita Karana Concept as the Fundamental Principle for Developing World Peace. dan Global Warming : Tri Hita Karana as The Principle of Taking Smaller Steps Towards One Main Goal : Save The Planet Earth.

Peran Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Berkas:BOOK LAUNCHING.jpg
Peluncuran buku The Treasure of Bali (2005)

Nyoman Rudana merupakan sosok individu yang senang berorganisasi dan bakat kepemimpinannya terasah sejak usia muda dimana ia menjabat sebagai ketua Karang Taruna di banjar Gelogor, Lod Tunduh, Ubud dari tahun 1966-1971. Kemudian tahun 1980 – 1985 ia menjabat sebagai Ketua Bali Art shops Association ( BAA ). Di tahun 2000 Nyoman Rudana ikut mendirikan HIMUSBA ( Himpunan Museum Bali ) dan menjabat sebagai Bendahara dari tahun 2000 sampai 2005. Tahun 2005, dengan dukungan HIMUSBA, sebuah buku berjudul The Treasure of Bali : a Guide to Museums in Bali, karangan Richard Mann diterbitkan. Putra sulungnya, Putu Supadma Rudana bertindak sebagai Project Coordinator dari proyek ini.

Tahun 2001 Nyoman Rudana mendirikan Rotary Club-Ubud dan bertindak sebagai Chartered President, selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Past President tahun 2002.

Bidang olahraga tak luput dari perhatiannya dan Rudana diangkat sebagai Ketua PERCASI ( Persatuan Catur Seluruh Indonesia ) cabang Bali tahun 1983 – 1987, Ketua PABBSI ( Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia ) cabang Bali tahun 2002 – 2006.

Sejalan dengan meingkatnya perhatiannya terhadap perkembangan pariwisata di Bali, Nyoman Rudana juga menjadi Ketua dari PUTRI ( Persatuan Tourist Attraction Indonesia ) Bali tahun 1997 – 2003 dan menjadi stakeholder dari Bali Tourism Board( BTB ) tahun 2000 – 2003.

Saat Bom Bali pertama meledak tanggal 12 Oktober 2002, Nyoman Rudana,yang merupakan stakeholder dari BTB mengunjungi ground zero enam jam setelah kejadian untuk menemani para pejabat dari Jakarta dan selanjutnya juga turun tangan langsung mencari dana bantuan serta obat – obatan untuk membantu korban Bom Bali I. Untuk mengenang peristiwa Bom Bali I tersebut, Rudana menggagas didirikannya monument di lokasi ground zero dan setahun kemudian berdirilah Monumen Panca Benua di lokasi tsb.

Kemudian Rudana berinisiatif untuk diadakannya doa bersama di Bajra Sandi Monument di Renon, Denpasar untuk memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa agar perdamaian dan kemanaan dapat terwujud di tanah Bali dan semua peserta yang hadir membawa bunga sebagai lambang perdamaian dan sebatang lilin sebagai lambang kehidupan itu sendiri.

Saat Bom Bali kedua terjadi tanggal 1 Oktober 2005, Nyoman Rudana sudah menjadi anggota DPD RI,dimana ia ikut serta meninjau lokasi ground zero mendampingi Bapak Ginanjar Kartasasmita, Ketua DPD RI; Bapak Widodo AS, Menkopolhukam; Kapolri Jendral Polisi Sutanto dll serta membantu pemerintah daerah dalam penggalangan dana. Dalam sidang paripurna, Nyoman Rudana menyampaikan aspirasi masyarakat Bali meminta perhatian dari pemerintah pusat terhadap penderitaan masyarakat Bali sebagai akibat Bom Bali II. Berbagai kegiatan dipusatkan di Bali setelah kejadian itu dan akhirnya, Rp. 67 miliar dikucurkan sebagai dana recovery oleh pemerintah pusat pada tahun 2006.

Sisi Lain Dari Seorang Rudana

Berkas:RUDANA&ISTRI.jpg
Sedang beribadah

Olahraga merupakan salah satu aktivitas rutin setelah jam kerja dimana baik di Jakarta maupun di Bali, kegiatan olahraga di fitness center 3-4 kali seminggu dilakukannya untuk menjaga kebugarannya. Selain itu, mendengarkan musik, mengunjungi pameran lukisan, traveling, termasuk dalam agendanya sebagai anggota DPD RI, merupakan aktivitas yang digemarinya. Meditasi dilakukannya setiap hari untuk tetap menjaga hubungan vertikalnya dengan Sang Hyang Widi Wasa.











Pranala luar