Tanah dan sereal
Tanah dan Sereal ((bahasa Tionghoa: 社稷; Pinyin: shèjì); (Jepang=shashoku); (Korea=Sajik; hangul=사직)) merupakan suatu istilah politik yang umum digunakan di Asia Timur untuk merujuk negara. Altar untuk tanah dan sereal dibangun bersama dengan altar-altar untuk leluhur. Raja-raja lokal melakukan upacara untuk tanah dan sereal demi meneguhkan kekuasaan mereka pada Beijing Shejitan dan Seoul Sajikdan.[1]
Karena berasosiasi dengan persembahyangan dan supernaturalitas,
It has also been rendered "gods of soil and grain" in English, owing to its associations of prayer and supernatural possibilities.[2]
During the Warring States period, ministers defied the emperor by claiming a greater loyalty to the "soil and grain".[3]
Sejarah
Kultus kepada "Tanah dan Sereal" mulai bangkit dan berkembang pada zaman Musim Semi dan Gugur. Sebagai suatu kerajaan bersistem teokrasi, kultus utama dinasti-dinasti Tiongkok adalah sembahyang kepada leluhur.[1] Ritual persembahyangan hanya dilakukan oleh keluarga kerajaan dan tidak semua orang boleh mengikuti. Pada masa Dinasti Shang, dewa tertinggi disebut dengan nama Shangdi, begitu tinggi sehingga doa-doa yang dipanjatkan kepadanya hanya bisa dicapai melalui perantaraan para leluhur keluarga kerajaan.[4] Setelah Shang digantikan oleh Zhou, Shangdi perlahan digantikan (digabungkan) dengan Tian yang bersifat lebih universal. Shangdi tidak hanya bisa dicapai oleh para leluhur Shang, tetapi oleh leluhur semua keluarga yang memperoleh Mandat dari Surga.[5]
Pergantian dari Shang ke Zhou juga diikuti terjadinya desentralisasi pemerintahan. Kerabat keluarga istana dan jenderal diberi kekuasaan atas wilayah-wilayah kerajaan sehingga kedudukan raja perlahan-lahan berubah hanya menjadi status saja. Sementara itu, wilayah-wilayah kerajaan perlahan-lahan berubah menjadi negara-negara yang independen,[6] sehingga dibutuhkan suatu kultus baru yang bisa diikuti oleh semua penduduk sebagai dampak bangkitnya kesadaran masing-masing kota untuk menjadi negara yang berdiri sendiri. Semenjak berabad-abad sebelumnya, setiap desa dan wilayah memiliki tempat sembahyang masing-masing untuk bumi. Kultus ini menjadi yang paling siap untuk diadopsi menjadi kultus utama masing-masing negara bagian, yaitu kultus kepada Tanah dan Sereal.[1]
Tu Di
A similar concept to sheji is that of Tu Di, the Earth Deity.[7]
See also
Notes
- ^ a b c Mogens Herman Hansen (2000). A comparative study of thirty city states. Copenhagen: Special-Trykkeriet Viborg. hlm. 370-371. ISBN 87-7876-177-8. ISSN 0023-3307.
- ^ Hymes: Way and Byway (Google Books)
- ^ Envisioning eternal empire: Chinese political thought of the Warring States era
- ^ Jeaneane D. Fowler, Merv Fowler, 2008, Chinese religions: beliefs and practices, Sussex Academic Press.
- ^ "Shangdi", Encyclopædia Britannica, 2011.
- ^ Chinn, Ann-ping (2007), The Authentic Confucius, Scribner, ISBN 0-7432-4618-7.
- ^ Yang, 97
References
*Yang, C. K. [Yang Ch'ing-k'un]. Religion in Chinese Society : A Study of Contemporary Social Functions of Religion and Some of Their Historical Factors (1967 [1961]). Berkeley and Los Angeles: University of California Press.