In-game advertising dinamis

Revisi sejak 16 Desember 2015 17.19 oleh Rezasate (bicara | kontrib) (Penambahan penjelasan, serta pada konteks Indonesia berikut data-data penunjang)

Periklanan dinamis dalam-permainan (in-game advertising dinamis) merupakan model periklanan yang menggunakan, atau membutuhkan koneksi internet untuk dapat disiarkan dalam permainan. Kelebihannya adalah, dapat membuat cap citra yang fleksibel di mana elemen-elemen dapat saling dipertukarkan. Selain itu, model ini menyediakan metode yang mudah untuk mengukur dan mengumpulkan data iklan terhadap konsumen kepada pengiklan, seperti perilaku konsumen berdasarkan impression, kata kunci, click-through, dan lain-lain.[1]

Sejarah

Sejarah iklan komersial dalam-permainan berawal dari tahun 1991, yaitu product placement sebuah brand biskuit McVitie's dalam permainan James Pond 2: Codename RoboCod.[2]

Pengukuran

Pengukuran iklan dalam-permainan dilakukan untuk mengetahui indikator kinerja sebuah iklan. Beberapa istilah penting:[3]

  • Click-through: Ketika pengguna berinteraksi dengan iklan dan mengklik ke situs web pengiklan.
  • Conversion rate: Ukuran keberhasilan dari iklan online jika dibandingkan dengan tingkat click-through.
  • Cost per action (CPA): Model penentuan harga yang hanya membebani pengiklan jika ada tindakan yang dilakukan oleh pengguna.
  • Cost per click (CPC): Jumlah yang dibayar pengiklan untuk sebuah klik pada iklan mereka.
  • Cost per mille (CPM) / Cost per thousand (CPT): Jumlah yang dibayarkan pengiklan jika iklan diperlihatkan kepada 1000 khalayak.
  • Impressions: Metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur penayangan dari halaman web dan unsur-unsurnya.
  • Pay per click: Pengiklan membayar sejumlah tawaran mereka hanya apabila konsumen mengklik listing mereka.

Bentuk iklan dinamis dalam-permainan

  • Sembulan (pop-up): Sebuah iklan online yang muncul di jendela pada bagian atas halaman web.[3]
  • Iklan video online: Iklan video yang menyertai sebuah konten video yang didistribusikan melalui internet yang akan disiarkan atau diunduh ke perangkat yang kompatibel.[3]
  • Native advertising: Sebuah iklan yang dirancang untuk bercampur atau cocok pada konten, yang bersifat tetap dengan aspek tiap halaman dan media.[4]

Tanggapan terhadap iklan dinamis dalam-permainan

Tanggapan pengiklan

Nick Hatter, salah satu partisipan dari lokakarya TechCrunch, Dirsupt Europe 2014 menciptakan inovasi yang dinamakan Giftgaming, sebuah platform periklanan di mana merek dapat menawarkan keuntungan dalam-permainan untuk pemain dan membuat mereka setia kepada permainan, serta meningkatkan keterlibatan dan tingkat konversi. Selain itu, Giftgaming ini bertindak memberikan kupon diskon suatu brand kepada pemain dan juga berperan sebagai jembatan antara iklan dengan sarana penyimpanan kupon, seperti Passbook pada perangkat iOS.[5]

Subway, sebuah rangkaian rumah makan siap saji di dunia, menggunakan Euro RSCG sebagai biro iklan nasionalnya di Amerika. Kemudian biro tersebut menggunakan Engage Advertising sebagai biro untuk menjalankan kampanye Subway yang kemudian membuat perencanaan iklan yang dijalankan oleh biro iklan lain yang berspesialisasi pada iklan dalam-permainan. Lalu dimulailah penempatan iklan pada permainan Counter Strike: Source yang berupa poster yang terintegarsi secara dinamis dengan iklan Subway.[6]

Engage Advertising itu sendiri sebagai biro iklan yang berspesialisasi dalam 'iklan dalam-permainan', menawarkan papan iklan yang dapat memberikan pesan yang sensitif waktu dan penargetan geografis, serta terintegrasi dan dapat ditempatkan dalam permainan konsol, komputer, dan ponsel.[7]

Tanggapan industri permainan video

Valve sebagai penerbit dan pengembang permainan komputer, merilis Counter Strike: Source pada tahun 2004,[8] yang kemudian tidak menyadari bahwa permainannya telah digunakan untuk menghasilkan keuntungan untuk Subway, beberapa biro iklan, dan server operator tanpa memberi komisi kepada Valve sebagai pegembangnya.[6]

Pada tahun 2013, Sony telah menjual total 18,7 juta mesin permainan video secara global, termasuk serangkaian Playstation 1-3,[9] dengan 8,2 juta total penjualan mesin PlayStation 3 pada tahun yang sama. Selain itu, penjualan mesin Xbox 360 telah mencapai 6,2 juta pada tahun 2013.[10]

Tanggapan pemain

Penelitian yang dilakukan di Korea Selatan tentang efektivitas iklan spanduk di permainan online menemukan bahwa 56% pemain di Korea Selatan tidak mengenali iklan spanduk yang ditampilkan dalam permainan dan hanya 26% yang fokus pada iklan tersebut. Selain itu, orang cenderung merasa bahwa iklan tersebut mengganggu dalam berbagai konteks, dan telah didokumentasikan bahwa orang sering mencoba untuk menghindari iklan secara sengaja.[11]

Di samping itu, penelitian lain yang bertentangan dengan asumsi bahwa iklan akan membuat pemain menarik diri dari permainan dan membuat mereka frustasi, menemukan bahwa ketika produk yang diiklankan relevan dengan permainan, akan meningkatkan pengalaman. Sebagian besar pemain yang mengingat produk dalam permainan, merasa produk tersebut cocok dengan permainan yang mereka mainkan. Terlebih lagi, sebagian besar pemain mengubah opini mereka secara positif maupun negatif setelah bermain.[6]

Berbicara tentang kehendak pemain untuk menghabiskan uang pada permainan, yang merupakan pendapatan bagi industri permainan video, tampaknya sebagian besar dari mereka tidak ingin merogoh saku mereka untuk pembelian dalam-permainan. Pada video presentasi dalam lokakarya teknologi oleh TechCrunch "Disrupt Europe 2014" di London, salah satu pembicara menyatakan bahwa 98,65% pemain pada perangkat iOS tidak membeli power-up dan barang virtual untuk membantu mereka dalam permainan.[5] Sebagai seorang pemain, dia juga mengatakan bahwa ia merasa terganggu bahwa iklan yang bersifat menyembul dan mengisi seluruh layar ketika ia bermain.[5] Di samping itu, Adams, penulis buku Fundamentals of Game Design membuat generalitas bahwa dibandingkan wanita, laki-laki lebih bersedia untuk menggunakan uangnya untuk permainan video.[12]

Periklanan dalam-permainan di Indonesia

Sejarah

Internet di Indonesia sudah ada sejak tahun 1980-an, namun hanya 25% pengguna menyatakan bahwa baru mulai menggunakan internet pada tahun 2010. Selain itu, tingkat penetrasi internet pada tahun 2014 masih dapat dianggap rendah, karena 65,1% dari penduduk Indonesia masih belum terjangkau oleh internet.[13] Di samping tingkat penetrasi internet yang rendah, permainan video di Indonesia mulai populer pada akhir tahun 90-an. Terlihat dari banyaknya permainan konsol seperti Playstation dan Nintendo.[14] Kemudian, seiring dengan perkembangan pengguna internet di Indonesia, dari 88 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014, 10,1% dari mereka menggunakannya untuk tujuan permainan.[13] Terlebih lagi, permainan video di indonesia didominasi oleh pemain yang bermain di warung internet, yang menawarkan berbagai permainan dan Counter Strike sebagai salah satu permainan video yang populer di Indonesia.[15]

Menurut data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2014, 72,7% pengguna internet menyatakan belum pernah berbelanja secara online, dan 59.5% dari mereka beralasan karena prosesnya akan memakan waktu yang lama.[13]

Potensi penerapan di Indonesia

Melihat perkembangan teknologi, dan tingkat penetrasi internet di Indonesia, semua bentuk dari iklan dalam-permainan dapat diterapkan pada konteks Indonesia. Namun hasilnya tergantung dari tingkat daya tarik dan media yang digunakan iklan tersebut.

Contohnya, konten iklan dapat dibuat secara menarik dengan mencantumkan diskon atau penawaran spesial. Hal ini didukung oleh sebuah penelitian yang membuktikan bahwa orang memiliki niat beli yang tinggi ketika mereka melihat diskon dengan presentase yang tinggi.[16] Selain itu, didukung juga oleh penelitian yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam kesadaran harga antara penduduk pedesaan dan kota.[17]

Contoh lainnya yang dapat diterapkan di Indonesia adalah papan iklan yang terintegrasi secara dinamis dalam permainan. Biro iklan yang mempunyai koneksi luas akan dapat secara mudah untuk menerapkannya. Namun tidak tertutup kemungkinan bagi biro iklan lokal untuk menjalankannya, dengan catatan biro iklan lokal harus berani mengambil resiko karena harus berafiliasi dengan perusahaan-perusahaan permainan, terutama yang populer dengan tujuan untuk menjangkau target yang banyak.

Referensi

  1. ^ Boyd, G., & Layla, V. (11 Februari 2009). "Emerging Issues in In-Game Advertising". Diambil 9 December 2015.
  2. ^ Gaston, Martin. (13 September 2013). "James Pond Revival Coming to Kickstarter on September 20". Diambil 16 Desember 2015.
  3. ^ a b c Ryan, D., & Jones, C. (2009). "Understanding Digital Marketing". Diambil 9 Desember 2015.
  4. ^ Manic, M. (2015). "The Rise of Native Advertising". Bulletin of the Transilvania University of Brasov.Economic Sciences.Series V, 8(1), 53-58.
  5. ^ a b c Constine, Josh. (20 Oktober 2014). "Better In-Game Advertising Through GiftGaming". Diambil 9 Desember 2015.
  6. ^ a b c Anderson, Nate. (19 Januari 2006). "Following the money: how Subway ads ended up in Counter-Strike".
  7. ^ Engage Advertising. (n.d.). "Dynamic Integration". Diambil 16 Desember 2015.
  8. ^ Valve. (2015). "Counter-Strike: Source". Diambil 16 Desember 2015.
  9. ^ British Broadcasting Corporation Indonesia. (2014). "Sony Susul Penjualan Konsol Nintendo".
  10. ^ Segitiga.net. (November 30, 2014). "Laporan Penjualan Konsol dan Game Handheld Dunia hingga 22 November 2014".
  11. ^ Yeu, M., Yoon, H.S., Taylor, C.R., & Lee, D.H. (2013). "Are Banner Advertisements in Online Games Effective?"Journal of Advertising, 42(2-3), 241-250, doi: 10.1080/00913367.2013.774604
  12. ^ Adams, Ernest. (2014). "Fundamentals of Game Design (3rd ed.)". Diambil 9 Desember 2015.
  13. ^ a b c Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2015). "Profil Pengguna Internet Indonesia 2014". Diambil 9 Desember 2015.
  14. ^ Sukarno, Puput Ady. (3 Maret 2014). "Sejarah Perkembangan Industri Game Di Indonesia". Indonesia Business Daily. Diambil 16 Desember 2015
  15. ^ Wijaya, H. (2014). "10 Game Online Indonesia Terbaik Pilihan Games in Asia". Diambil 18 November 2015.
  16. ^ Isabella, G., Pozzani, A. I., Chen, V. A., & Gomes, M. B. P. (2012). "Influence of Discount Price Announcements on Consumer’s Behavior". Revista de Administração de Empresas, 52(6), 657-671.
  17. ^ Madasi, K., & Raghupataiah, C. (2014). "Buying Behaviour towards Mobile Phone : A Comparative Analysis of Rural and Urban Consumers". Journal of Commerce & Management Thought, 5(1), 119-135, doi: 10.5958/j.0976-478X.5.1.011