Sesajen

Makanan Yang Memiki Filosofi Khusus

Sesajen atau sajen adalah sejenis persembahan kepada dewa atau arwah nenek moyang pada upacara adat di kalangan penganut kepercayaan kuno di Indonesia,[1] seperti pada Suku Sunda, Suku Jawa, Suku Bali dan suku lainnya.[butuh rujukan]

Benda sesajen

Benda sesajen berbeda dengan benda untuk persembahan, kurban atau tumbal, di mana sesajen hanya dibuat untuk kepentingan upacara adat skala kecil dengan tujuan yang berupa rutinitas adat dan memiliki "tujuan baik".[butuh rujukan]

Benda sesajen biasanya hanya sederhana berupa rangkaian bunga dan daun yang berbau wangi seperti melati dan irisan daun pandan, kemudian buah-buahan dan makanan jajanan pasar, yang kemudian diiringi pembakaran kemenyan sebagai pengantar kepada nenek moyang.[butuh rujukan]

Kontroversi

Pada dasarnya masyarakat awam jarang yang bisa membedakan antara Persembahan, Tumbal, Kurban dan Sesajen ,baik dari segi jenis barang, tujuan, dan nilai mistis atau philosophi dari praktek tersebut. Persembahan sebenarya cendrung mengunakan barang kemas seperti emas, perak, atau uang dengan tujuan menunaikan suatu "Kewajiban" dari suatu keyakinan. Yang mengurusi suatu persembahan biasanya orang-orang yang memiliki urusan dengan kekuasaan.

Tumbal adalah cenderung mengunakan sesuatu makhluk yang "Bernyawa" dan darah dengan tujuan yang cenderung berbau mistis dan "Tujuan sesat", dan hal ini biasanya ditangani oleh seorang Dukun.

Sementara itu Kurban adalah suatu pengorbanan berupa harta atau hewan ternak yang dilakukan demi suatu keyakinan keagamaan atau melakukan sebuah nazar, dengan penanganan biasanya oleh para tokoh agama.

Sedangkan sesajen umumnya berupa makanan sehari-hari dan wangi-wangian yang setiap barang yang disajikan memiliki makna atau simbol tertentu yang cenderung dengan "nilai positip", bahkan kadang merupakan bagian dari suatu kearifan lokal, yang menangani hal sesajen biasanya adalah tokoh adat seperti Juru kunci, atau Paraji.

Referensi

  1. ^ Majalah Asy-Syariah edisi 112 Topeng Tebal Islam Nusantara. Yogyakarta. hlm. 25. Penanda Google Books: EXJiCwAAQBAJ.