Buwun
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2016. |
Buwun adalah buku kumpulan puisi karya Mardi Luhung yang diterbitkan oleh Pustaka Pujangga pada tahun 2010. Buku setebal 66 halaman dengan ISBN 978-602-86-6933-7, ini mengantarkan Mardi Luhung menerima Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori Puisi, pada tahun 2010. Penghargaan serupa, pada tahun itu, juga diberikan kepada Gunawan Maryanto melalui karyanya Sejumlah Perkutut Buat Bapak untuk kategori Puisi dan Linda Christanty melalui karyanya, Rahasia Selma untuk kategori Fiksi.[1][2] [3][4]
Berkas:Buwun.jpg | |
Pengarang | Mardi Luhung |
---|---|
Bahasa | Indonesia |
Penerbit | Pustaka Pujangga |
Tanggal terbit | 2010 |
Halaman | 66 halaman |
ISBN | ISBN 978-602-86-6933-7 |
Latar belakang
Buwun merupakan sebuah nama klasik dari Pulau Bawean, Kecamatan Gresik. Pulau ini juga dapat dikatakan sebagai Pulau Hawa. Sebab kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita. Para pria pulau tersebut banyak yang melancong di luar pulau untuk bekerja. Hadirnya kumpulan puisi yang berjudul Buwun ini merupakan sebuah isyarah bahwa Mardi Luhung mencoba menyuarakan kearifan lokal daerahnya, Gresik. Selain itu, Mardi perlahan seolah memosisikan dirinya pada tangga kemasyhuran. Dalam Buwun diungkapkan cukup banyak realitas yang berkembang di Pulau Bawean. Baik dari sisi kultur budaya, sosial kemasyarakatan, dan keadaan daerah. Istilah lokalitas bahasa sangat kentara melingkupi tiap guratan puisinya. Fenomena yang diceritakan tidak sekadar realitas naratif visual Bawean, namun ada kekuatan terselubung yang menjadikannya multi tafsir. Di samping itu, estetika sajak terbangun dengan eloknya melalui repetisi, asonansi, dan aliterasi bahasa. Inilah amunisi yang diusung Mardi dan menjadi kekuatan dahsyat dalam perang sastra masa kini. Sajian buku Buwun ini terasa sedikit kurang sedap dinikmati jika itu ditelisik melalui penulisan istilah bahasa lokalnya. Dalam buku ini, istilah-istilah bahasa lokal itu disajikan mengalir begitu saja tanpa adanya penjelasan dalam bentuk bahasa nasional. Entah itu sebagai suatu kesengajaan yang dilakukan pengarang dengan maksud mencapai bias makna atau tidak, yang jelas dalam proses apresiasi terasa mengganggu pemahaman pembaca. Pembaca disibukkan dengan penelisikan artian leksikalnya saja. Sedangkan secara leksikal, artian tersebut belum tercantum makna dan maksudnya. Karya ini terasa seolah-olah hanya diperuntukkan bagi masyarakat lokal Kabupaten Gresik, khususnya Bawean. Sebab yang tahu istilah lokalitas bahasa yang dinukilkan hanya mereka yang bernaung dalam satu daerah tersebut. Jika karya ini bermaksud menasionalkan atau menduniakan Bawean, alangkah renyahnya jika diikutsertakan arti istilah-istilah lokalnya.
Lihat pula
Referensi