Kadumanis, Salem, Brebes
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Kadumanis adalah desa di kecamatan Salem, Brebes, Jawa Tengah, Indonesia.
Kadumanis | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Tengah |
Kabupaten | Brebes |
Kecamatan | Salem |
Kode pos | 52275 |
Kode Kemendagri | 33.29.01.2014 |
Luas | ... km² |
Jumlah penduduk | ... jiwa |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Desa ini terletak di sebelah utara kecamatan Salem, berbatasan langsung dengan desa Gandong, desa Citimbang, dan desa Sindangwangi (Kecamatan Bantarkawung). Konon nama "Kadumanis" diambil dari kisah seorang kyai dari Kuningan yang memberikan satu buah durian yang sangat manis kepada tokoh desa Cidadut pada waktu itu yang bernama Ki Gede Pamahan, dan setelah merasakan rasa durian itu ternyata rasanya sangat manis maka nama desa itu diberi nama "Kadumanis" yang artinya buah durian yang sangat manis. Menurut salah satu saksi sejarah dan tokoh masyarakat kadumanis (Samedja Sarya), dulunya desa Kadumanis terletak di Pamahan (sekarang sudah menjadi pesawahan). Pada zaman penjajahan baik Belanda, Jepang, dan pemberontakan DI/TII desa Kadumanis adalah tempat yang sangat strategis untuk bersembunyi karena letak geografis desa tersebut yang dikelilingi oleh hutan belantara dan terpencil.
Desa kadumanis sekarang sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan beberapa waktu lalu. Memasuki tahun 2007, desa Kadumanis sudah mulai masuk alat penerangan (PLN). Sehingga menambah semarak desa tersebut,sehingga desa tersebut mulai menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi.
Dibalik terpencilnya desa Kadumanis,sesungguhnya desa Kadumanis memiliki tempat yang sangat indah untuk dikunjungi bahkan tempat untuk rekreasi. Dengan memiliki dua buah air terjun yang sangat indah, yaitu air terjun Cileles dan air terjun Citimbang, maka tempat ini enak sekali untuk dipakai botram (istilah untuk makan-makan di pinggir sungai dengan cara membawa bahan masakan dari rumah).
Kadumanis pada zaman penjajahan DI/TII adalah tempat dimana Kartosuwiryo dan anak buahnya bersembunyi[butuh rujukan]. Fakta sejarah ini diungkap oleh salah satu tokoh masyarakat dan saksi sejarah waktu itu (Sameja Sarya),bahkan peninggalan dari peristiwa tempat persembunyian tersebut sampai saat ini masih ada tapi sudah rusak,karena tidak terpelihara.