Sarana Meditama Metropolitan
Rumah Sakit Omni Internasional (Inggris: Omni International Hospital) merupakan sebuah rumah sakit swasta di Indonesia yang dikelola oleh PT. Sarana Mediatama Internasional dan berlokasi di kawasan perumahan Alam Sutera, Serpong Utara, Tangerang Selatan. Rumah sakit Omni Internasional merupakan cabang usaha dari kelompok Rumah Sakit Omni Medical Center (OMC) yang didirikan pada tahun 1972.
Sarana Meditama Metropolitan |
---|
Sejarah
Rumah Sakit Omni Medical Center didirikan pada tahun 1972 dengan nama Rumah Sakit Ongkomulyo. Pengembangan tahap pertama dilakukan pada tahun 1986 dengan meningkatkan kapasitas hingga 50 tempat tidur dan dipimpin oleh Prof. Dr. Kusumanto Setyonegoro. Pengembangan berikutnya dilakukan pada tahun 1992 dengan menambah kapasitas hingga 180 tempat tidur serta kelengkapan fasilitas lain sehingga menjadikan rumah sakit ini mampu melayani sebagian besar bidang spesialis dan bidang superspesialis. Atas pengembangan tersebut nama rumah sakit Ongkomulyo diganti menjadi Ongkomulyo Medical Center. Pada tahun 2001 Ongkomulyo Medical Center berganti nama menjad Omni Medical Center karena perubahan kepemilikan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan maka pada tahun 2007 Omni Medical Center membuka cabang usaha lain dengan mendirikan Rumah Sakit Omni Internasional.
Kontroversi
- Penambahan kata Internasional di nama rumah sakit menurut Menteri Kesehatan Indonesia, Siti Fadilah Supari adalah salah karena Rumah Sakit bernama Omni bukannya rumah sakit internasional hanya namanya saja dan merupakan rumah sakit swasta dalam negeri yang bernama Omni Internasional yang tidak terdapat kepemilikan asing [1] dan pada rumah sakit tersebut tidak pula terdapatkan informasi mengenai adanya standar International Hospital berdasarkan ISO - International Organization for Standardization [2]
- Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan akan memanggil direksi Rumah Sakit Omni International Alam Sutera Tangerang (Banten) untuk diminta penjelasan terkait kasus yang menimpa Prita Mulyasari. [3]
Isu pencemaran nama baik
Rumah Sakit Omni Internasional menjadi terkenal di Indonesia utamanya terkait dengan kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan oleh pihak rumah sakit kepada salah seorang mantan pasiennya, Prita Mulyasari, karena menulis keluhan atas pelayanan rumah sakit yang tidak memuaskan melalui milis, surat pembaca, serta media publikasi internet lain yang membuat Prita harus mendekam sebagai tahanan selama dua puluh hari.[4][5]
Kronologi singkat
Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita Demam berdarah, atau Tifus. Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan pembengkakan pada leher.[6] Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, di samping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa.[5] Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis.[7] Surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.[8][9]
Pada tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata pihak rumah sakit dengan menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar kerugian material sebesar Rp161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta untuk kerugian immaterial.[10] Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti.[11] Pada tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota.[12] Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.[13]
Melalui persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009, Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum. [14][15]
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari (32) tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International Alam Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa (29/12/2009). Keputusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa.[1]
Gelombang dukungan dan protes
Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Sampai tanggal 5 Juni 2009 dukungan terhadap Prita di Facebook hampir mencapai 150 ribu anggota, begitu pula dukungan melalui blog yang disampaikan para blogger terus bertambah setiap harinya. [16][17] Beberapa kalangan menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban penyalahgunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang pula Megawati Soekarnoputri ikut menilai Prita merupakan korban neoliberalisme.[18][19][20] Besarnya dukungan serta simpatisan atas kasus ini membuat Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, meminta penjelasan dari Kapolri dan Jaksa Agung, serta meminta seluruh jajaran penegak hukum untuk memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat dalam menjalankan tugas.[21]
Lihat pula
Referensi
- ^ Hanya Papan Nama, Omni Bukan Rumah Sakit Internasional
- ^ ISO standards
- ^ DPR Panggil Direksi RS Omni International
- ^ Pihak Omni Internasional merasa dicemarkan Nama Baiknya oleh Prita
- ^ a b Keluhan Prita Mulyasari "RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif" di kolom surat pembaca detik.com.
- ^ RS Omni melakukan klarifikasi atas tuduhan Prita
- ^ KORAN TEMPO: "LBH Pers Akan Advokasi Prita"
- ^ Harian KOMPAS edisi cetak tanggal 7 September 2008
- ^ Mengeluh Lewat Milis, Ibu Rumah Tangga Ditahan
- ^ KOMPAS: "Prita: Saya Pengin Pulang... ", 3 Juni 2009.
- ^ TEMPO Interaktif: "Tahan Prita, Jaksa Cuek Dibilang Tak Manusiawi"
- ^ Detik News: "Prita Mulyasari Bebas dari Penjara"
- ^ TEMPO Interaktif, Jakarta: Status Tahanan Kota Prita Dicabut
- ^ TEMPO Interaktif: "Pengadilan Negeri Tangerang Batalkan Dakwaan Prita Mulyasari"
- ^ detikNews: "Hakim Batalkan Dakwaan JPU, Sidang Kasus Prita Dihentikan"
- ^ DetikNews: "Dukungan di Facebook Hampir Mencapai 150 Ribu Anggota"
- ^ Dukungan para blogger melalui blog: "Bebaskan Ibu Prita Mulyasari!"
- ^ Staf Ahli Hukum Depkominfo: "Prita Korban Penyalahgunaan UU ITE"
- ^ Komnas HAM: "Prita Tidak Layak Dipenjara"
- ^ Megawati: "Ny. Prita menjadi korban neolib"
- ^ DetikNews: "SBY Minta Penjelasan Kapolri dan Jaksa Agung Soal Prita"
Pranala luar
- (Indonesia) Omni International Hospital
- (Indonesia) Omni Medical Center