Megasthenes (/m[invalid input: 'ɨ']ˈɡæsθ[invalid input: 'ɨ']nz/; bahasa Yunani Kuno: Μεγασθένης, ca. 350–290 SM) adalah seorang etnograf dan penjelajah Yunani pada zaman helenistik, penulis Indika.[1] Ia lahir di Asia Kecil (sekarang Turki), dan dijadikan duta oleh Seleucus I Nicator dari Dinasti Seleukia. Kemungkinan besar ia diutus kepada Chandragupta Maurya di Pataliputra, India. Meskipun masa tugasnya selaku Duta Seleukia tidak diketahui secara pasti, para ilmuwan memperkirakan bahwa masa tugasnya berlangsung sebelum 298 SM, tahun mangkatnya Chandragupta Maurya.

Megastenes
Berkas:Megasthenes arriving in Pataliputra artist impression.jpg
Megasthenes tiba di Pataliputra ca. 300 SM.

Perjalanan

Arrianos mengabarkan bahwa Megasthenes tinggal di Arakosia, bersama-sama Satrap Sibirtios, dari daerah itulah ia bertolak menuju India:

"Megasthenes tinggal bersama Sibyrtius, Satrap Arakosia, dan kerap bertutur tentang kunjungannya kepada Sandrakotos, raja orang India." Arrianos, Anabasis Alexandri [2]

Ada banyak informasi yang lebih pasti terkait daerah-daerah di India yang dikunjungi Megasthenes. Ia memasuki Anak Benua India melalui distrik Pentapotamia (sekarang daerah Punjab[3]), dan menyusun catatan lengkap mengenai sungai-sungai yang terdapat di daerah itu (diduga adalah lima anak sungai Indus yang mengaliri daerah Punjab), dan dari tempat itu ia menempuh jalan kerajaan menuju Pataliputra. Ada keterangan-keterangan bahwa Megasthenes pernah berkunjung ke Mathura (Muttra), di Bihar, namun agaknya ia tidak berkunjung ke daerah-daerah lain di India.

Indika

 
Dataran Rendah Indo-Gangga (area abu-abu). Kawasan yang didatangi Megasthenes selaku duta adalah sebelah utara dari kawasan tengah Gangga di tempat yang kini bernama Patna. Wilayah di sebelah barat adalah daerah Punjab, yang juga ia catat. Kekaisaran Seleukia berada di sebelah barat dari area abu-abu. Kekaisaran Seleukia tidak mampu mempertahankan wilayahnya yang sekarang termasuk Pakistan (Punjab) dan Bihar setelah Aleksander Agung wafat.

Indika (Bahasa Yunani: Ἰνδικά; Bahasa Latin: Indica) adalah sebuah karya tulis Megasthenes yang berisi keterangan tentang India pada zaman Dinasti Mauryan. Kitab aslinya kini telah hilang, tetapi penggalan-penggalan dari isinya terlestarikan dalam karya-karya tulis Yunani dan Latin dari zaman sesudahnya. Yang terdahulu di antaranya adalah karya-karya tulis Diodoros Sikolos, Strabo (Geografika), Plinius Muda, dan Arrianos (Indike).[4][5]

Rekonstruksi

Indika karya Megasthenes dapat direkonstruksi dengan menggunakan catatan-catatannya yang dilestarikan oleh para pujangga dari zaman kemudian dalam bentuk kutipan dan saduran. Bagian-bagian yang berasal dari naskah aslinya dapat diidentifikasi dalam karya-karya tulis dari zaman sesudahnya berdasarkan kemiripan muatan, kosakata, dan frasa, bahkan sekalipun muatan tersebut tidak secara gamblang dinisbahkan kepada Megasthenes. 36 halaman dari Fragmente der griechischen Historiker karya Felix Jacoby berisi muatan-muatan yang terlacak bersumber dari Megasthenes.[6]

India menurut naskah hasil rekonstruksi

Menurut naskah hasil rekonstruksi dari J. W. McCrindle, Indica karya Megasthenes mendeskripsikan India sebagai berikut:

Geografi

India adalah sebuah negeri berbentuk persegi, berbatasan dengan samudra di sebelah selatan dan timur.[7] Sungai Indus merupakan batas barat dan barat laut negeri ini, jauh sampai ke samudra.[8] Batas utara India merentang sampai ke penjuru-penjuru terjauh dari Tauros. Dari Ariana sampai ke Laut Timur, ia dipagari oleh pegunungan yang disebut Kaukasos oleh orang-orang Makedonia. Berbagai nama pribumi untuk pegunungan ini di antaranya adalah Parapamisos, Hemodos, dan Himaos (Himalaya).[9] Di seberang Hemodos, terletak Skithia dihuni orang-orang Skitia yang dikenal sebagai Sakai.[10] Di samping Skithia, negeri Baktria dan negeri orang-orang Arya berbatasan dengan India.[11]

Di penjuru terjauh India, gnomon pada jam matahari seringkali tidak menampakkan bayang-bayang, dan Ursa Mayor tidak tampak di malam hari. Di daerah-daerah paling jauh, bayang-bayang mengarah ke selatan, dan bahkan Bintang Biduk pun tidak terlihat.[10]

India memiliki banyak sungai yang besar dan dapat dilayari, bersumber dari pegunungan di perbatasan utaranya. Banyak dari sungai-sungai ini yang bermuara di Sungai Gangga, yang selebar 30 stadia di sumbernya, dan mengalir dari utara sampai ke selatan. Sungai Gangga bermuara di samudra yang merupakan batas timur dari Ganggaridai.[12] Bangsa-bangsa lain takut pada bala raksasa gajah-gajah terbesar yang dipunyai Ganggaridai, dan oleh karena itu Ganggaridai tidak pernah ditaklukkan oleh raja asing manapun.[13] Sungai Indus juga mengalir dari utara ke selatan, dan memiliki beberapa anak sungai yang dapat dilayari. Anak-anak sungai yang paling tersohor adalah Hupanis, Hudaspes, dan Akesines.[14] Sillas adalah sebatang sungai yang istimewa, bersumber dari mata air yang sama namanya. Segala sesuatu yang dilemparkan ke sungai ini akan tenggelam sampai ke dasarnya - tidak ada yang terapung.[11] Selain itu, terdapat sejumlah besar sungai lain, mengalirkan air berlimpah-limpah untuk pertanian. Menurut para filsuf dan para ahli ilmu alam pribumi, hal ini terjadi karena negeri-negeri yang berbatasan lebih tinggi letaknya dari pada India, sehingga air-air mereka tumpah ke India, dan menghasilkan begitu banyak sungai.[15]

Sejarah

 
Kapital Pataliputra, memperlihatkan pengaruh Yunani dan Persia, permulaan zaman Kekaisaran Maurya, abad ke-4 sampai dengan abad ke-3 SM.

Pada zaman primitif, orang-orang India hidup dari buah-buahan dan mengenakan pakaian dari kulit binatang, sama seperti orang-orang Yunani. Para cerdik-pandai India yang paling terpelajar berkata bahwa Dionisos pernah menginvasi India, dan mengajari orang-orang India cara memelihara tanaman, membuat tuak anggur dan beribadat. Ia mendirikan beberapa kota besar, memperkenalkan hukum-hukum dan membentuk mahkamah. Karena itulah ia dianggap sebagai dewa oleh orang-orang India. Ia memerintah atas seluruh India selama 52 tahun, sebelum wafat karena uzur. Anak-cucunya memerintah India selama beberapa generasi, sebelum disingkirkan dari takhta dan digantikan oleh pemerintahan negara-negara kota demokratis.[16]

Orang-orang India yang mendiami daerah perbukitan juga menyatakan bahwa Herakles sebangsa dengan mereka. Sebagaimana yang dilakukan orang-orang Yunani, mereka juga mengenali gada dan kulit singa sebagai ciri-cirinya. Menurut mereka, Herakles adalah seorang pria perkasa yang menundukkan satwa-satwa liar yang jahat. Ia menurunkan beberapa putra dan seorang putri, yang menjadi pemimpin-pemimpin di berbagai daerah dalam wilayah kekuasaannya. Ia mendirikan beberapa kota, yang terbesar dari kota-kota itu adalah Palibothra (Pataliputra). Herakles membangun beberapa istana di kota ini, membentenginya dengan parit-parit berisi air dan menempatkan sejumlah orang sebagai penghuninya. Anak-cucunya memerintah India selama beberapa generasi, tetapi tidak pernah melakukan ekspedisi ke luar India. Bertahun-tahun kemudian, pemerintahan raja-raja digantikan oleh pemerintahan negara-negara kota demokratis, meskipun masih tersisa beberapa raja semasa Aleksander menginvasi India.[17]

Flora dan fauna

Pada bagian awal Indika, Megasthenes merujuk pada kisah tentang orang-orang tua India yang mengetahui riwayat prasejarah kedatangan Dionisos dan Herkules di India, yang merupakan kisah yang populer di kalangan orang-orang Yunani pada periode Aleksander Agung. Yang terpenting adalah komentar-komentarnya mengenai agama-agama orang India. Ia mencatat tentang para pemuja Herakles dan Dionisos namun tidak menyebut-nyebut penganut agama Buddha, yang merupakan bukti kuat atas teori bahwa agama Buddha belum dikenal luas sebelum pemerintahan Asoka.[18]

Indika karya Megasthenes merupakan sumber penting bagi banyak penulis di masa-masa selanjutnya seperti Strabo dan Arrianos. Ia membabarkan tentang Pegunungan Himalaya dan pulau Sri Lanka. Ia juga membabarkan tentang sistem kasta yang berbeda dengan yang ada sekarang ini, yang menunjukkan bahwa boleh jadi sistem kasta pada taraf tententu bersifat lebih cair dan berevolusi. Pembabarannya adalah sebagai berikut:

Yang pertama merupakan dewan kolektif para filsuf, yang dari segi jumlah lebih kecil dibandingkan dengan golongan-golongan lain, namun yang dari segi maruah lebih besar dari semuanya. Seorang filsuf yang ramalan-ramalannya terbukti keliru akan dikecam, dan selanjutnya harus diam seumur hidupnya.
Golongan kedua terdiri atas para tuan tanah, yang tampaknya jauh lebih banyak dari yang lain. Mereka membaktikan segenap waktunya untuk membajak lahan; tidak pernah terjadi seorang musuh bilamana mendapati seorang tuan tanah sedang mengerjakan lahannya akan datang mencelakainya, karena orang dari golongan ini, yang dihargai sebagai sumber kesejahteraan umum, dilindungi dari segala celaka.
Golongan ketiga terdiri atas para gembala dan semua penjaga ternak pada umumnya yang tidak menetap baik di kota-kota maupun di desa-desa melainkan hidup di kemah-kemah. Dengan berburu dan memasang jerat mereka membersihkan negeri dari burung-burung berbahaya dan binatang-binatang liar.
Golongan keempat terdiri atas para tukang. Di antara mereka terdapat para pengrajin senjata, sementara yang lain mengerjakan barang-barang yang oleh para tuan tanah dan golongan-golongan lain dipandang berguna bagi tugas-tugas mereka yang berbeda-beda. Golongan ini tidak saja dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, tetapi juga bahkan menerima tunjangan dari para pengurus perbendaharaan harta kerajaan.
Golongan kelima adalah bala tentara. Golongan ini sangat teratur dan diperlengkapi untuk berperang, menempati tempat kedua dari segi jumlah, dan hanya bersantai dan bersenang-senang di masa-masa damai. Segenap kekuatan perang: para prajurit bersenjata, kuda-kuda perang, gajah-gajah perang, dan segala sesuatunya, dibiayai dari perbendaharaan raja.
Golongan keenam terdiri atas para pengawas. Tanggung jawab mereka adalah menyelidiki dan mengawasi segala sesuatu yang terjadi India, dan melaporkannya kepada raja, atau, bilamana tidak ada raja, kepada para hakim.
Golongan ketujuh terdiri atas orang-orang terkemuka dan para penilai, yakni orang-orang yang menimbang baik-buruknya berbagai perkara umum. Golongan ini adalah yang terkecil, jika menilik jumlahnya, namun yang paling dihormati, memandang watak dan kebijaksanaan mereka yang tinggi; karena dari golongan inilah dipilih para penasehat raja, para pengurus perbendaharaan harta kerajaan, dan para hakim yang menyelesaikan pertikaian-pertikaian. Para panglima bala tentara serta hakim ketua juga biasanya termasuk dalam golongan ini.

Warisan

Penulis-penulis di masa-masa kemudian seperti Arrianos, Strabo, Diodorus, dan Plinius menjadikan Indika sebagai rujukan karya-karya tulis mereka. Dari antara mereka, Arrianoslah yang sangat mengagung-agungkan Megasthenes, sementara Strabo dan Plinius tidak terlalu menghormatinya. Indika sendiri berisi banyak kisah-kisah fantastis mengenai orang-orang yang berkaki menghadap ke belakang, yang bertelinga cukup lebar untuk digunakan sebagai alas tidurnya, yang tidak bermulut, dan berbagai perkara aneh lainnya, sehingga para penulis di masa-masa kemudian seperti Strabo secara terang-terangan menyanggah kisah-kisah itu dengan meyakinkan para pembacanya bahwa kisah-kisah Megasthenes, juga rujukannya pada kisah pendirian India oleh Herkules dan Dionisos, hanyalah mitos dan sangat sedikit yang berdasarkan fakta.[19]

Indika karya Megasthenes, beserta buku karya Ctesias dengan judul yang sama, merupakan catatan-catatan barat tertua yang diketahui orang mengenai India, dan Megasthenes dipandang sebagai salah satu pelopor studi sejarah India di barat. Ia juga adalah duta asing pertama yang disebut-sebut dalam sejarah India.

Megasthenes juga berkomentar mengenai adanya pemikiran-pemikiran pra-Sokrates di kalangan kaum Brahmana dan orang-orang Yahudi. Lima abad kemudian Klemens dari Aleksandria, dalam karya tulisnya Stromata, boleh jadi telah keliru memahami Megasthenes ketika ia menanggapi klaim primasi Yunani dengan menyatakan bahwa pemikiran-pemikiran Yunani tentang fisika didahului oleh pemikiran-pemikiran orang-orang Yahudi dan India. Megasthenes, sebagaimana Numenius dari Apamea, semata-mata hanya membandingkan gagasan-gagasan dari budaya-budaya kuno yang berbeda-beda.[20]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Realty to broaden horizon". 
  2. ^ Arrian. "Book 5". Anabasis. 
  3. ^ "History of West Punjab (Pakistan)". World History at KMLA. 
  4. ^ Upinder Singh (2008). A History of Ancient and Early Medieval India. Pearson Education India. hlm. 324. ISBN 9788131711200. 
  5. ^ Christopher I. Beckwith (2015). Greek Buddha: Pyrrho's Encounter with Early Buddhism in Central Asia. Princeton University Press. hlm. 62. ISBN 9781400866328. 
  6. ^ Kosmin 2013, hlm. 99.
  7. ^ McCrindle 1877, hlm. 49.
  8. ^ McCrindle 1877, hlm. 46.
  9. ^ McCrindle 1877, hlm. 48-49.
  10. ^ a b McCrindle 1877, hlm. 30.
  11. ^ a b McCrindle 1877, hlm. 35.
  12. ^ McCrindle 1877, hlm. 33.
  13. ^ McCrindle 1877, hlm. 33-34.
  14. ^ McCrindle 1877, hlm. 34.
  15. ^ McCrindle 1877, hlm. 34-35.
  16. ^ McCrindle 1877, hlm. 35-38.
  17. ^ McCrindle 1877, hlm. 39-40.
  18. ^ Vassiliades, Demetrios (2005). "Greeks and Buddhism. Historical Contacts in the Development of a Universal religion". The Eastern Buddhist. Kyoto: Otani University. XXXVI (1 & 2). 
  19. ^ Strabo, Geography, Book XV, Chapter 1
  20. ^ Bezalel Bar-Kochva (2009). The Image of the Jews in Greek Literature: The Hellenistic Period. Ia tidak menanggapi klaim primasi Yunani yang tersirat itu, agaknya karena tidak memiliki, dan tidak dapat memiliki, informasi terperinci tentang asal-muasal pendapat-pendapat "paralel" di kalangan kaum Brahmana. 

Sumber

Pranala luar