Persatuan Muslim Indonesia
Persatuan Muslim Indonesia, atau disingkat Permi, merupakan partai politik beraliran nasionalisme-Islam yang didirikan di Padang Panjang pada tahun 1930. Partai ini kemudian bubar karena tekanan pemerintah Hindia Belanda. pada tahun 1937.
Pendahulu Permi adalah Persatuan Sumatra Thawalib yang berdiri pada tahun 1928. Pada kongresnya yang ketiga di Padang Panjang Persatuan Sumatra Thawalib berubah menjadi partai politik. Pada awalnya Permi bermarkas di kota kelahirannya, namun kemudian pusat partai ini dipindahkan ke Padang.
Permi merupakan partai politik yang aktif menentang penjajahan Belanda. Berbeda dengan partai-partai lainnya di Indonesia pada masanya Permi merangkul baik asas nasionalisme maupun Islam, dan menempatkannya pada kedudukan sejajar.
Ideologi
Pandangan Permi yang memadukan paham nasionalisme dengan Islam sejalan dengan pendapat banyak orang Minangkabau saat itu. Pandangan ini mengkritik partai-partai nasionalis lainnya yang mengambil model gerakan nasionalis India dan cenderung enggan mengakui Islam sebagai faktor pemersatu dalam perjuangan kemerdekaan. Menurut mereka di dalam negara yang 90 persen muslim ketakutan mengambil asas Islam ibarat "harimau takut masuk rimba atau air menolak mengalir ke laut."
Karena itu Permi sering bertentangan dengan partai-partai non-agama maupun partai Islam yang cenderung hanya mendasarkan diri pada satu paham saja.
Perkembangan dan pergerakan
Dalam waktu dua tahun setelah kelahirannya Permi berkembang menjadi salah satu partai berpengaruh di Sumatera Barat, dan menyebar ke daerah-daerah lain seperti Tapanuli, Sumatera Timur, Aceh, Bengkulu, dan Sumatera Selatan Pada bulan Desember 1932 Permi sudah memiliki 7.700 anggota, 4.700 pria dan 3000 wanita. Kegiatannya berkisar dari pendidikan, kepanduan, penerbitan surat kabar dan pamflet, selain mengadakan rapat-rapat umum.
Represi
Sejak awal berdirinya Permi sudah menuai kecurigaan pemerintah kolonial yang menilainya sebagai ancaman. Para juru bicara Permi biasa berpidato terang-terangan melawan penjajahan. Karena itu sejak akhir tahun 1932 pergerakan tokoh-tokoh Permi mulai dibatasi. Rasuna Said, salah satu pemimpin Permi yang lantang menentang pemerintah Belanda dalam pidato-pidatonya, ditangkap pada Desember 1932. Ikut ditangkap juga adalah aktivis wanita Permi lainnya Rasimah Ismail.
Mukhtar Luthfi ditangkap pada bulan Juli tahun 1933. Beberapa pimpinan Permi dikenakan larangan bepergian. Kemudian partai ini dikenakan larangan berkumpul. Permi berusaha mengakali dengan menerbitkan kursus-kursus tertulis, yang kemudian disita pemerintah. Pengarangnya, Iljas Jacub, dan penerbitnya Djalaluddin Thaib ditangkap pada bulan September. Mukhtar Luthfi, Iljas Jacub dan Djalaluddin Thaib kemudian diasingkan ke Digul pada tahun 1934.
Penangkapan dan larangan tersebut efektif melumpuhkan kegiatan Permi. Mohammad Sjafei, satu-satunya pimpinan yang masih aktif, membubarkan Permi pada 18 Oktober 1937.
Rujukan
- Kahin, Audrey. "Repression and regroupment: religious and nationalist organization in West Sumatra in the 1930s" (PDF). Diakses tanggal 22 Januari.