Kumango, Sungai Tarab, Tanah Datar

nagari di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat


Kumango merupakan salah satu nagari yang termasuk dalam kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Nagari ini terletak di dekat Batusangkar, ibu kota dari kabupaten Tanah Datar. Ada dua suku besar yang mendiami nagari ini, yaitu: Bodi Caniago, dan Piliang.

Kumango
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Barat
KabupatenTanah Datar
KecamatanSungai Tarab
Kode Kemendagri13.04.08.2009 Edit nilai pada Wikidata
Luas3,25 km2
Jumlah penduduk1929 jiwa
Peta
PetaKoordinat: 0°23′20.400″S 100°34′1.200″E / 0.38900000°S 100.56700000°E / -0.38900000; 100.56700000

Budaya

Nagari ini merupakan asal dari aliran silat terbesar dan berpengaruh luas di dunia. Yakni Silat Kumango yang disusun oleh Syekh Abdurrahman Al-Khalidi.[1] Selain Silat Kumango, nagari ini juga dikenal dengan istilah dagang Kumango. Meski bukan dijalankan oleh pedagang yang berasal dari negeri Kumango, namun di Minangkabau istilah ini begitu populer untuk merujuk kepada pedagang yang memiliki jualan serba ada (toko kelontong).[2]. Hal ini terjadi, karena pada zaman dahulu, orang Kumango-lah yang memulai dan menguasai perdagangan barang-barang kelontong di Nusantara. Jejak dari semua itu masih bisa terlihat sampai sekarang; dimana dulu orang Kumango banyak membuka tempat usaha, sekarang diabadikan menjadi nama jalan atau kampung di satu wilayah, seperti Jalan Kumango yang ada di kota Medan dan Bukittinggi. Termasuk juga Pasa Gadang di Kota Padang yang pada zaman penjajahan Belanda didomonasi oleh para saudagar asal Kumango. Sampai saat ini, masih ada satu surau peninggalan mereka yang disebut dengan Surau Kumango. Dan penyebaran Silat Kumango ke luar Nagari Kumango juga banyak dilakukan oleh para saudagar ini.

Salah satu kesenian pemuda di nagari ini adalah batintin. Kegiatan ini merupakan kegiatan sekelompok anak muda dengan alat musik seadanya dan bernyanyi mengunjungi rumah warga kampung. Acara ini biasanya dilaksanakan di malam hari dalam bentuk nyanyian-nyanyian yang menyindir pemilik rumah yang dituju. Agar kelompok ini cepat berlalu dari halaman rumahnya, tuan rumah biasanya menyediakan makanan untuk kelompok pemuda tersebut. Jika makanan sudah didapat, kelompok ini berlalu dari rumah tersebut menuju rumah lainnya. Salah satu makanan khas yang sudah mulai hilang yang berasal dari nagari ini adalah "kubang". Makanan ini adalah sejenis penganan yang terbuat dari tepung ketan yang digoreng.

Namun tak hanya kubang yang menjadi panganan yang sangat dicari orang yang datang ke Kumango, kerupuk jangek Kumango adalah sisi lain yang juga sangat dikenal masyarakat luas tentang Kumango. Keterampilan dalam memproduksi jenis kerupuk kulit yang berasal dari jangat Kerbau ini, diperoleh dari Angku Surau Subarang, atau yang lebih dikenal dengan Syech Abdurrahman al-Khalidi ketika beliau kembali dari Semenanjung Malaka. Dan salah satu warisan ilmu dalam berwirausaha ini sekarang menjadi mata pencaharian banyak orang Kumango, baik di Kumango sendiri, maupun di luar Kumango, seperti Batusangkar, Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, Pekanbaru, dan lainnya; selain jenis usaha yang lain seperti Pedagang textile.

Pical Kumango juga sangat terkenal buat mereka yang menggila pical. Di kota Payakumbuh ada pical si Karuik, itu adalah pical Kumango. Ada lagi kacang gulo (kacang karamel), adalah makanan yang sudah sangat biasa di Kumango sejak zaman dahulu. Gulai bonak, buduek, dan rendang baluik Kumango yang khas juga merupakan makanan khas Kumango yang tidak akan ditemukan di daerah lain, kecuali mereka pernah belajar cara membuatnya kepada orang Kumango. Buduek, merupakan sayuran khas orang Kumango yang berisi campuran berbagai macam sayuran diaduk jadi satu (misalnya isinya ada sayur pucuk ubi, buncis, kacang pagar, kentang, petai, cindawan galimie dan cimawueng), enak sekali. Sementara beda rendang belut orang Kumango dengan daerah lain adalah dari cara penanganan awal sebelum belut tersebut direndang; orang Kumango membakar belut dimaksud sebelum direndang, tapi daerah lain justru menggorengnya; dan yang menjadi pembeda lainnya tentu cita rasa rendang belutnya sendiri, tak ada lawannya.

Referensi

  1. ^ Maryono O. Pencak Silat in the Indonesian Archipelago. RAPID Journal, Vol. 4 No. 2, 1999
  2. ^ Mas'oed Abidin, Ensiklopedi Minangkabau, Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau, 2005