Kapal induk Jepang Ryūhō

bekas kapal perawat kapal selam Taigei
Revisi sejak 12 Januari 2018 06.48 oleh Veracious (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '{{inuse}} Pertama kali terlahir sebagai Submarine Tender pada tahun 1934, tugas utama Taigei yang sering dipanggil sebagai 'Mama Paus' karena asal namanya ini adalah m...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Pertama kali terlahir sebagai Submarine Tender pada tahun 1934, tugas utama Taigei yang sering dipanggil sebagai 'Mama Paus' karena asal namanya ini adalah menjadi kapal pemimpin sekaligus pendukung para kapal selam dalam hal pasokan amunisi dan dilengkapi dengan fasilitas pesawat pengintai untuk membantu armada nya mengetahui lokasi musuh terlebih dahulu dari udara.

Setelah kesuksesan penyerangan Kekaisaran Jepang ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941, Taigei pun direncanakan untuk segera dikonversi menjadi Light Aircraft Carrier. Namun, karena adanya peristiwa Doolittle Raid di Tokyo pada 18 April 1942 sebagai balasan Amerika Serikat atas penyerangan tersebut, Taigei ikut mengalami kerusakan dan konversinya pun mengalami kemunduran.

Setelah dikonversi menjadi kapal pembawa pesawat ringan, namanya berubah menjadi Ryūhō (arti: Naga-Phoenix) dengan harapan bahwa dirinya akan membawa keberuntungan. Pertarungan terbesarnya terjadi di peristiwa First Battle of Philiphine Sea atau lebih dikenal sebagai tragedi Marianas Turkey Shoot pada 19 Juni 1944, dimana pada saat itu kekuatan tempur udara Kekaisaran Jepang jatuh secara signifikan setelah sebagian besar pilot veteran dan pesawat yang bagus tertembak jatuh. Ryuuhou sendiri lolos dari tragedi itu dengan sedikit kerusakan yang tak berarti.

Misi terakhirnya yang signifikan terjadi pada 31 Desember 1944 dimana ia harus membawa 58 pesawat Ohka Kamikaze yang dilatihnya sendiri untuk menyerang Amerika Serikat di Taiwan, dan di sana Ryūhō merupakan satu-satunya kapal pembawa pesawat dan harus memimpin penyerangan tersebut bersama lima kapal destroyer dan sembilan kapal tanker kosong yang juga harus dilindunginya sampai lolos ke Singapura dan Hindia Belanda sembari menyerang Taiwan. Dua belas TBF Avenger milik Amerika yang mengeroyoknya pun tetap tak mampu menenggelamkan Ryūhō pada saat itu. Sejak tahun 1945 itulah, Ryūhō resmi disebut sebagai kapal pembawa pesawat terakhir wilayah Kekaisaran Jepang yang berlayar ke luar wilayah perairan daratan utama.

Pada akhirnya Ryūhō harus pensiun dini dari statusnya sebagai kapal pembawa pesawat setelah pada 19 Maret 1945 dek penerbangannya rusak parah dan tak mampu diperbaiki lagi, oleh karena serangan pesawat di dekat pangkalan Kure, Hiroshima. Pertempuran terakhirnya terjadi di pangkalan yang sama, 24-28 Juli 1945 atau dua minggu sebelum kota itu dijatuhi bom atom, dimana ia masih bisa berperan sebagai kapal AAA (Anti-Air Artillery). Dan pada serangan udara masif Amerika Serikat tersebut pun, ia masih dapat dikatakan bisa bertahan hidup bersama dengan beberapa kapal lainnya seperti kapal tempur Haruna.

Meskipun kondisinya sebagai kapal masih dapat berlayar, ia sudah kehilangan flight deck dan hak bertempurnya karena kekalahan Kekaisaran Jepang di Perang Dunia 2. Pada 30 November 1945, namanya dihapus dari daftar militer serta ia pun menemui ajalnya setahun kemudian.