Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia
Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Agraria dan Tata Ruang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.[1]. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dijabat oleh seorang menteri yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sejak 27 Juli 2016 Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dipimpin oleh Sofyan Djalil[2].
Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia | |
---|---|
Gambaran umum | |
Dibentuk | 12 Agustus 1955 |
Dasar hukum pendirian | Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 |
Bidang tugas | Agraria/pertanahan dan tata ruang |
Susunan organisasi | |
Menteri | Sofyan Djalil |
Sekretaris Jenderal | M. Noor Marzuki, S.H., M.Si. |
Direktur Jenderal | |
Tata Ruang | - |
Infrastruktur Keagrariaan | - |
Hubungan Hukum Keagrariaan | - |
Penataan Agraria | - |
Pengadaan Tanah | - |
Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah | - |
Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah | - |
Staf Ahli | |
Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah | - |
Bidang Masyarakat Adat dan Kemasyarakatan | - |
Ekonomi Pertanahan | - |
Kepala Pusat | |
Pendidikan dan Pelatihan | - |
Penelitian dan Pengembangan | - |
Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan | - |
LPNK yang dikoordinasikan | |
• Badan Pertanahan Nasional | |
Alamat | |
Kantor pusat | Jalan Sisingamangaraja Nomor 2, Kebayoran Baru Jakarta 12110 |
Situs web | https://www.atrbpn.go.id/ |
Sejarah
Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia pertama kali dibentuk pada tahun 1955 melalui Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1955.[3] Sebelum menjadi kementerian pada tahun 1955, urusan agraria diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri. Hal ini dikarenakan awalnya pemerintah pada waktu itu menganggap bahwa urusan agraria belum merupakan urusan strategis sehingga cukup diselenggarakan oleh suatu lembaga di bawah kementerian.[4]
Titik tolak reformasi hukum pertanahan nasional terjadi pada 24 September 1960. Pada hari itu, rancangan Undang-Undang Pokok Agraria disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Dengan berlakunya UUPA tersebut, untuk pertama kalinya pengaturan tanah di Indonesia menggunakan produk hukum nasional yang bersumber dari hukum adat. Dengan ini pula Agrarische Wet dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Tahun 1960 ini menandai berakhirnya dualisme hukum agraria di Indonesia.
Pada 1964, meIalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1964, ditetapkan tugas, susunan, dan pimpinan Departemen Agraria. Peraturan tersebut nantinya disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1965 yang mengurai tugas Departemen Agraria serta menambahkan Direktorat Transmigrasi dan Kehutanan ke dalam organisasi. Pada periode ini, terjadi penggabungan antara Kantor Inspeksi Agraria-Departemen Dalam Negeri, Direktorat Tata Bumi-Departemen Pertanian, Kantor Pendaftaran Tanah-Departemen Kehakiman.[3]
Pada 1965, Departemen Agraria kembali diciutkan secara kelembagaan menjadi Direktorat Jenderal. Hanya saja, cakupannya ditambah dengan Direktorat bidang Transmigrasi sehingga namanya menjadi Direktorat Jenderal Agraria dan Transmigrasi, di bawah Departemen Dalam Negeri. Penciutan ini dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru dengan alasan efisiensi dan penyederhanaan organisasi. Namun struktur ini tidak bertahan lama karena pada tahun yang sama terjadi perubahan organisasi yang mendasar. Direktorat Jenderal Agraria tetap menjadi salah satu bagian dari Departemen Dalam Negeri dan berstatus Direktorat Jenderal, sedangkan permasalahan transmigrasi ditarik ke dalam Departemen Veteran, Transmigrasi, dan Koperasi.[3]
Pada 1972, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 145 Tahun 1969 dicabut dan diganti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 88 Tahun 1972, yang menyebutkan penyatuan instansi Agraria di daerah. Di tingkat provinsi, dibentuk Kantor Direktorat Agraria Provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten/kota dibentuk Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/ Kotamadya.[3]
Tahun 1988 merupakan tonggak bersejarah karena saat itu terbit Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional yang menjadi tema sentral proyek ekonomi – politik Orde Baru, kebutuhan akan tanah juga makin meningkat. Persoalan yang dihadapi Direktorat Jenderal Agraria bertambah berat dan rumit. Untuk mengatasi hal tersebut, status Direktorat Jenderal Agraria ditingkatkan menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan nama Badan Pertanahan Nasional. Dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tersebut, Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab langsung kepada Presiden.[3]
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 1993, tugas Kepala Badan Pertanahan Nasional kini dirangkap oleh Menteri Negara Agraria. Kedua lembaga tersebut dipimpin oleh satu orang sebagai Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kantor Menteri Negara Agraria berkonsentrasi merumuskan kebijakan yang bersifat koordinasi, sedangkan Badan Pertanahan Nasional lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang bersifat operasional.[3]
Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 1999, Kementerian Negara Agraria dibubarkan melalui Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988. Kepala Badan Pertanahan Nasional dirangkap oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Pelaksanaan pengelolaan pertanahan sehari-harinya dilaksanakan Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional.[4][3]
Presiden Megawati menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan memposisikan BPN sebagai lembaga yang menangani kebijakan nasional di bidang pertanahan. Kedudukan BPN kemudian diperkuat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan menempatkan BPN RI di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.[3]
Penguatan lembaga agraria kembali diperkuat pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi yakni dengan menggabungkan Badan Pertanahan Nasional dengan unit pemerintah yang mengurusi penataan ruang, planologi dan perencanaan kehutanan, serta informasi geospasial. Penggabungan struktur ini diikuti dengan uraian tugas dan fungsi kelembagaan Kementerian Agraria yang sejatinya amanat Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, sesuai semangat Pasal 33 Ayat 3 Konstitusi UUD 1945.[5]
Tugas dan Fungsi
Kementerian Agraria dan Tata Ruang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyelenggarakan fungsi:
- perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah;
- koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
- pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
- pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
- pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi ataspelaksanaan urusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang di daerah; dan
- pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.[1]
Susunan Organisasi
Susunan Organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015, yang terdiri atas:
- Sekretariat Jenderal;
- Direktorat Jenderal Tata Ruang;
- Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan;
- Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan;
- Direktorat Jenderal Penataan Agraria;
- Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah;
- Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah;
- Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah;
- Inspektorat Jenderal;
- Staf Ahli Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah;
- Staf Ahli Bidang Masyarakat Adat dan Kemasyarakatan; dan
- Staf Ahli Bidang Ekonomi Pertanahan.[1]
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015, susunan organisasi tersebut kemudian ditambah oleh tiga Pusat sebagai unsur pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris Jenderal. Ketiga Pusat tersebut adalah:
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang
- ^ CNN Indonesia : Daftar Nama Menteri Kabinet Kerja Jokowi
- ^ a b c d e f g h Sejarah Kelembagaan Pertanahan
- ^ a b Tubagus Haedar Ali: Perkembangan Kelembagaan Pertanahan/Argaria dan Keterkaitannya dengan Penataan Ruang
- ^ Selamat Datang Kementerian Agraria
- ^ Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015