Romanisasi (budaya)
Romanisasi atau Latinisasi dalam konteks sejarah dan budaya mengacu kepada proses akulturasi terhadap orang-orang yang baru ditaklukan atau orang-orang pinggiran di Republik Romawi dan kemudian di Kekaisaran Romawi, yang membuat mereka mengadopsi bahasa Latin dan budaya Romawi. Akulturasi ini berlangsung dari atas ke bawah: budaya Romawi pertama-tama diadopsi oleh golongan atas, sementara tradisi kuno pada awalnya masih tetap bertahan di kalangan petani di daerah pinggiran. Anak-anak dari golongan elit dari Mauretania hingga Galia juga dikirim ke Roma dan mengenyam pendidikan di sana, sehingga memperkuat proses Romanisasi.[1]
Historiografi Romawi Kuno dan Italia pada zaman dulu menganggap proses ini sebagai proses "pemberadaban suku barbar", tetapi sejarawan modern memiliki sudut pandang yang lebih netral. Elit-elit lokal bersedia mengadopsi budaya Romawi dan bahasa Latin untuk meningkatkan martabat dan memperkuat posisi mereka. Jalannya proses Romanisasi di setiap provinsi juga berbeda-beda,[2] dan tidak terdapat satu identitas seragam yang dihasilkan oleh proses Romanisasi. Perbedaan-perbedaan ini dapat dilihat dari segi ekonomi, agama dan identitas. Ditambah lagi aspek budaya Romawi dan budaya setempat seringkali menyatu, seperti yang bisa dilihat dari bagaimana Romawi menerima dewa-dewi asing (Isis, Epona, Britannia dan Dolichenus) ke dalam daftar dewa-dewinya.