Panitia Sembilan
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Panitia Sembilan dibentuk pada tanggal 1 Juni 1945, diambil dari suatu Panitia Kecil ketika sidang pertama yaitu Panitia Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan . Adapun anggotanya adalah sebagai berikut:
- Ir. Soekarno (ketua)
- Drs.Mohammad Hatta (wakil ketua)
- Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
- Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
- Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
- H. Agus Salim (anggota)
- Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
- Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
- Mr. Moehammad Yamin (anggota)
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalisme) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada: "Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Jakarta, 22-6-2603[1]
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang bersidang sesudah Proklamasi Kemerdekaan, menjadikan Piagam Jakarta itu sebagai Pendahuluan bagi Undang-Undang Dasar 1945, dengan mencoret bagian kalimat "dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Alasannya, ada keberatan oleh pihak lain yang tidak beragama Islam.[2]
- ^ Jakarta, 22-6-1945
- ^ Hatta, Mohammad (2015). Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977). Jakarta: Kompas. hlm. 310. ISBN 9789797099671.