Dharma Dana

Revisi sejak 19 Desember 2018 04.47 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (-  + ))

Dharma Dana merupakan kewajiban umat Hindu sesuai dengan Bhisama Sabha Pandita Parisada tentang Dana Punya. Besarnya Dharma Dana adalah 2,5% dari penghasilan yang dihimpun oleh BDDN – YADP[1].

Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat (Parisada) sebagai majelis tertinggi agama Hindu Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat Hindu dengan keyakinan, komitmen dan kesetiaan yang tinggi terhadap ajaran agama Hindu menuju kesejahteraan lahir dan bathin.

Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, Parisada telah menetapkan misi yaitu Pertama, mengupayakan penyebarluasan pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang tattwa, susila, dan acara Hindu secara luas dan merata kepada segenap umat. Kedua, mengupayakan tercapainya kehidupan beretika, bermoral, dan spritualitas yang tinggi dalam mendukung pencapaian tujuan hidup berdasarkan dharma. Ketiga, mengupayakan tumbuhnya wawasan dan solidaritas intern keumatan serta antar umat yang berskala nasional maupun internasional.

Tujuan dan misi Parisada tersebut perlu dijalankan melalui berbagai program-program keumatan yang dapat dilakukan oleh Parisada beserta jajarannya. Untuk merealisasikan berbagai program keumatan, Parisada perlu mendapat dukungan dari segenap komponen umat Hindu baik berupa pikiran, tenaga, maupun pendanaan yang berkesinambungan.

Untuk mencapai hal tersebut, Parisada telah mengeluarkan Bhisama (Fatwa) pada tahun 2002 tentang Dana Punya yang menjadi panduan bagi umat Hindu Indonesia untuk menyalurkan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib[2].

Dharma Dana menjadi Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib bagi Umat Hindu

Salah satu ajaran agama Hindu yang harus dihayati dan diamalkan untuk turut berbagi kepada sesama adalah ajaran Dana Punya. Kata Dana Punya berarti pemberian dengan tulus sebagai salah satu bentuk pengamalan ajaran Dharma.

Tujuan pokok dan ajaran Dana Punya adalah untuk menumbuh-kembangkan sikap mental yang tulus pada diri pribadi umat manusia dalam melaksanakan ajaran Wairagya yaitu: ajaran ketidak terikatan (keikhlasan) pada diri seseorang. Istilah berdana ini lazim disebut ajaran Dana Punya umumnya dalam bentuk materi berupa benda-benda bergerak dan benda-benda tak bergerak.

Untuk mengajak masyarakat khususnya umat Hindu melaksanakan ajaran Dana Punya tersebut, Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat melalui Sabha Pandita telah mengeluarkan Bhisama (Fatwa) Nomor: 01/Bhisama/Sabha Pandita Parisada Pusat/X/2002 tanggal 28 Oktober 2002 tentang Dana Punya[3].

Untuk mengoptimalkan gerakan Dana Punya tersebut, Pengurus Parisada Pusat telah merumuskan besarnya Dana Punya wajib bagi umat Hindu Indonesia yang kemudian disebut dengan Dharma Dana berdasarkan Ketetapan Mahasabha IX Parisada Hindu Dharma Indonesia Nomor: IV/TAP/M.Sabha IX/2006 tanggal 17 Oktober 2006 tentang Dharma Dana Nasional[3].

Besarnya Dharma Dana telah ditetapkan yaitu 2,5 % (dua koma lima persen) dari penghasilan. Berdasarkan Bhisama Dana Punya, angka tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Menurut Sarasamuccaya 262-264, peruntukan harta hasil kerja itu hendaknya dibagi, yaitu sepertiga untuk Dharma (sadhana ri kasiddhaning dharma), sepertiga lagi untuk Kama (sadhana ri kasiddhaning kama), dan sepertiga untuk Artha (sadhana ri kasiddhaning artha wrddhyakên mwah), sesuai kutipan berikut:

“Demikianlah keadaannya, maka dibagi tigalah hasil usaha itu, yang satu bagian untuk biaya mewujudkan Dharma, bagian yang kedua adalah untuk biaya memenuhi Kama, dinikmati dan bagian yang ketiga diperuntukkan untuk mengembangkan modal usaha dalam bidang Artha, ekonomi agar berkembang kembali, demikianlah hendaknya hasil usaha itu dibagi tiga, oleh orang yang ingin memperoleh kebahagiaan.“(262).

Dalam Wrhaspati Tattwa sloka 26 dinyatakan tujuh perbuatan yang tergolong Dharma, satu diantaranya adalah Dana atau Dana Punya. Berdasarkan pembagian Dharma serta peruntukan dari hasil karya (penghasilan) seseorang, maka dapat diperinci sebagai berikut: 33,1/3 % (yang diperuntukkan Dharma) dibagi 7, sehingga dapat dibulatkan menjadi 5%. Dengan demikian setiap umat Hindu wajib menyisihkan 5% dari penghasilan bersihnya.

Dengan banyaknya kewajiban sosial di masyarakat, secara khusus dari 5% tersebut dibagi dua yaitu 2,5% untuk Dharma Dana yang dikelola oleh Badan Dharma Dana Nasional (BDDN) – Yayasan Adikara Dharma Parisad (YADP), dan 2,5% untuk kewajiban sosial keagamaan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan individu umat[3].

Badan Dharma Dana Nasional sebagai Pengelola Dharma Dana

Untuk mengelola Dharma Dana yang dihimpun, Parisada Pusat telah membentuk dan menetapkan Badan Dharma Dana Nasional (BDDN) / Yayasan Adikara Dharma Parisad (YADP) sebagai badan resmi Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat yang telah berbadan hukum sesuai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI tentang pengesahan Yayasan nomor AHU-2447.AH.01.04.Tahun 2010 tanggal 18 Juni 2010. Selanjutnya dilakukan perubahan kepengurusan sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI AHU-0023549.AH.01.12.TAHUN 2017 Tanggal 27 Desember 2017[4].

Yayasan Adikara Dharma Parisad didirikan dan dideklarasikan oleh 45 tokoh umat Hindu Indonesia. Adikara Dharma Parisad diambil dari bahasa sanskerta yang berarti menjalankan kewajiban utama, mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas pokok Parisada.

Badan Dharma Dana Nasional (BDDN) / Yayasan Adikara Dharma Parisad (YADP) melakukan pengelolaan Dharma Dana secara professional mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola (governance) organisasi yang baik. BDDN - YADP berkantor di Jl. Anggrek Nelly Murni Blok A No. 3 Slipi, Jakarta Barat[2].

VISI BDDN

"Melalui Yayasan Adikara Dharma Parisad; Parisada akan dapat berperan lebih luas dalam pembinaan umat baik dalam bidang keagamaan maupun semua aspek kehidupan umat untuk menghadapi tantangan global[5]".

MISI BDDN

  • Meningkatkan kualitas sraddha dan bhakti umat Hindu;
  • Meningkatkan kualitas SDM umat Hindu;
  • Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Hindu;
  • Memberikan peran aktif dan kontribusi positif kepada pemerintah;
  • Menjadikan Parisada sebagai pedoman umat Hindu dalam melaksanakan keagamaannya.

Program Prioritas[6]:

  • Pendidikan – Beasiswa Dharma Dana Parisada
  • Kesehatan – Asuransi Pandita dan Pinandita
  • Pemberdayaan Ekonomi Umat

Bantuan lainnya[6]:

  • Santunan kepada fakir miskin, yatim piatu, panti jompo, dsb
  • Bantuan langsung kepada masyarakat yang tertimpa bencana alam
  • Pendanaan dalam rangka menjalankan roda organisasi Parisada baik di pusat maupun di daerah
  • Kesejahteraan para Sulinggih dan Pinandita


Dharma Dana Sebagai Sumbangan Wajib Keagamaan Hindu

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 60 tahun 2010 tanggal 20 Agustus 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto, adalah sumbangan keagamaan yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

Terkait dengan Peraturan Pemerintah tersebut, BDDN / YADP telah disahkan oleh Pemerintah melalui Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama RI Nomor: 43 Tahun 2012 tanggal 15 Maret 2012 tentang Badan Dharma Dana Nasional - Yayasan Adikara Dharma Parisad sebagai Lembaga yang Sah Menerima dan Mengelola Dharma Dana Hindu di Indonesia[7].

Selanjutnya, BDDN / YADP juga telah ditetapkan sebagai badan/ lembaga penerima sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI Nomor: PER-15/PJ/2012 tanggal 11 Juni 2012, yang telah mengalami perubahan nomor: PER-11/PJ/2017 tanggal 22 Juni 2017 kemudian mengalami perubahan menjadi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Nomor PER-11/PJ/2018 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto[8].

Dalam operasionalnya, BDDN / YADP telah melaksanakan ketetapan tersebut dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 254/PMK.03/2010 tanggal 28 Desember 2010 tentang Peraturan Menteri Keuangan Tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Acuan selanjutnya adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-6/PJ/2011 tanggal 21 Maret 2011 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran Atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Pranala Luar

Website BDDN

Referensi

  1. ^ "Home » Badan Dharma Dana Nasional". Badan Dharma Dana Nasional (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-07. 
  2. ^ a b Buku Sosialisasi Dharma Dana - Oleh Badan Dharma Dana - Tahun 2018
  3. ^ a b c "Bhisama Sabha Pandita » Badan Dharma Dana Nasional". Badan Dharma Dana Nasional (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-07. 
  4. ^ "Sejarah Singkat » Badan Dharma Dana Nasional". Badan Dharma Dana Nasional (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-07. 
  5. ^ "Visi, Misi, dan Nilai » Badan Dharma Dana Nasional". Badan Dharma Dana Nasional (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-07. 
  6. ^ a b "Program » Badan Dharma Dana Nasional". Badan Dharma Dana Nasional (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-07. 
  7. ^ www.pajak.go.id (PDF) http://www.pajak.go.id/sites/default/files/info-pajak/PER%20-%2011.PJ_.2018.pdf. Diakses tanggal 2018-12-15.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  8. ^ "Sumbangan Wajib Umat Hindu Jadi Pengurang Pajak". detikfinance. Diakses tanggal 2018-12-15.