Cap tikus
Cap Tikus adalah minuman tradisional Minahasa yang sudah dikenal sejak nenek moyang mereka. Petani Minahasa Selatan sejak abad 17 telah membuat resep untuk tamu bangsawan. Hasil terbaik kini diproses secara modern resmi dan aman dikonsumsi.
Cap tikus | |
---|---|
Berkas:Captikus1.jpg | |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | Sulawesi Utara |
Dibuat oleh | Suku Minahasa |
Sunting kotak info • L • B |
Dalam upacara naik rumah baru, para penari Maengket menyanyi lagu Marambak untuk menghormati dewa pembuat rumah, leluhur Tingkulendeng. Tuan rumah harus menyodorkan minuman Cap Tikus kepada Tonaas pemimpin upacara adat naik rumah baru sambil penari menyanyi “tuasan e sopi e maka wale”, artinya tuangkan Cap Tikus wahai tuan rumah.
Minuman keras ini bahkan terkenal hingga ke negeri Ternate. Keterangan mengenai Cap Tikus di Ternate ditulis oleh juru tulis pengeliling dunia Colombus dari Spanyol bernama Antonio Pigafetta. Setelah kapal mereka melalui dua buah pulau Sangir dan Talaud lalu 15 Desember 1521 mereka tiba di pelabuhan Ternate dan dijamu Raja Ternate dengan minuman arak yang terbuat dari air tuak yang dimasak.
Kendati buku “Perjalanan keliling dunia Antonio Pigafetta” terbitan tahun 1972 halaman 127-128 tidak menjelaskan dari mana Raja Ternate mendapatkan minuman Cap Tikus, namun Perlu ditelisik masyarakat Ternate tidak punya budaya “Batifar” hingga kemungkinan besar minuman Cap Tikus sama halnya dengan beras yang didatangkan ke Ternate dari Minahasa
Kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada teknologi penyulingan. Petani sejauh ini masih menggunakan teknologi tradisional, yakni saguer dimasak kemudian uapnya disalurkan dan dialirkan melalui pipa bambu ke tempat penampungan. Tetesan-tetesan itulah yang kemudian dikenal dengan minuman Cap Tikus.
Ada istilah dikalangan masyarakat Minahasa tentang takaran mengkonsumsi cap tikus ini. “Satu sloki tambah darah, dua sloki nae darah, tiga sloki tumpah darah”. Artinya, satu sloki atau satu gelas cap tikus akan menambah darah yang diartikan menambah semangat kerja, dua sloki berpotensi untuk menjadi seorang yang mudah tersinggung atau marah, tiga sloki berpotensi terjadinya tindakan kekerasan, seperti perkelahian. Jadi istilah tersebut sebenarnya dapat menjadi masukan bagi seseorang dalam mengkonsumsi cap tikus. Terlepas dari positif dan negatifnya, minuman ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Minahasa.
Minuman keras tradisionil Minahasa ini pada mulanya bernama sopi. Namun, sebutan Sopi berubah menjadi Cap Tikus ketika orang Minahasa yang mengikuti pendidikan militer untuk menghadapi perang Jawa, sebelum tahun 1829, menemukan Sopi dalam botol-botol biru dengan gambar ekor tikus. Sopi dijual oleh para pedagang Cina di Benteng Amsterdam Manado.
Yang pasti, minuman Cap Tikus sudah sejak dulu sangat akrab dan populer di kalangan petani Minahasa. Umumnya, petani Minahasa, sebelum pergi ke kebun atau memulai pekerjaannya, minum satu seloki Cap Tikus untuk penghangat tubuh dan pendorong semangat untuk bekerja.
Bahan dasar pembuatannya berasal dari air sadapan yang menetes dari pohon enau, yang oleh masyarakat Minahasa dikenal sebagai pohon akel atau seho. Secara umum pohon ini disebut pohon aren.
Pertama, ujung tandan bunga pohon aren akan dimemarkan dengan dipukul-pukul selama beberapa hari menggunakan sepotong kayu hingga keluar cairan. Ujung tandan kemudian dipotong dan digantungkan sebatang bambu untuk menampung tetesan airnya. Air yang ditampung ini disebut air nira, berwarna jernih tapi agak keruh dan rasanya sangat manis. Pengambilan air ini biasanya dua kali sehari, yakni pagi dan sore. Aktifitas menyadap pohon aren ini disebut “batifar” oleh masyarakat Dengan bahan dasar air nira ini, para petani dapat memproduksi saguer, gula, cuka dan sopi atau populernya “cap tikus”. Air nira yang tidak diproses atau dibiarkan begitu saja selama beberapa hari akan berfermentasi menjadi cuka. Tinggi rendahnya kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada kualitas penyulingan. Semakin bagus sistem penyulingannya, semakin tinggi pula kadar alkoholnya.
Untuk mendapatkan saguer yang manis bagaikan gula, bambu penampungan yang digantungkan pada bagian mayang tempat keluarnya cairan putih (saguer), berikut saringannya yang terbuat dari ijuk pohon enau harus bersih. Semakin bersih, saguer semakin manis. Semakin bersih saguer, maka Cap Tikus yang dihasilkan pun semakin tinggi kualitasnya.
Minuman ini telah menjadi salah satu sumber pendapatan bagi banyak petani dan pedagang sejak dahulu yang telah berhasil mengubah taraf hidupnya dan mampu membiayai pendidikan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Namun saat ini para petani CapTikus bisa bernafas lega. Bupati Minsel saat ini sedang gencar melakukan upaya melegalkan minuman khas CapTikus. Salah satunya dengan menggandeng pengusaha yang siap mengemas cap tikus menjadi minuman khas dari minsel. Menjadi harapan baru untuk petani cap tikus di minsel jika minuman cap tikus menjadi legal dan bisa dipasarkan keluar negeri.
Dengan kerjasama dengan APINDO dan BPOM Manado yang mau mengangkat captikus menjadi minuman khas yang legal. Untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para petani cap tikus yang sudah turun temurun bertani dan membudidayakan minuman khas ini dan juga mengangkat nilai jual cap tikus menjadi lebih besar dan berharga.
Lihat pula
Referensi
Jessy wenas: Sejarah dan budaya Minahasa, hal 91 dan 96 Naskah Awal Ensiklopedia Minahasa