Sin Po
Sin Po adalah nama sebuah surat kabar Tionghoa berbahasa Melayu Tionghoa yang terbit di Indonesia sejak zaman Hindia-Belanda hingga tahun 1965. Pertama kali diterbitkan di Jakarta sebagai mingguan pada Oktober 1910,[1] Sin Po berubah menjadi surat kabar harian dua tahun kemudian.[2]
Harian ini adalah harian pertama yang memuat teks lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya, dan turut mempelopori penggunaan nama "Indonesia" untuk menggantikan "Hindia-Belanda" sejak Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.[3] Sin Po berhenti terbit saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, namun kembali terbit pada tahun 1946. Pada tahun 30 Januari 1960 harian ini berganti nama menjadi Pantjawarta jang pada 1 November ditahun itu juga 1960 berubah mendjadi Warta Bhakti sebelum akhirnya dibredel pemerintah pada tahun 1965 setelah kejadian Gerakan 30 September.
Riwayat
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
I. Idea dari jiwie Siansing Pemuda² zaman sekarang cuma bisa mengenal dan menyebut bahwa harian „Sin Po” adalah sebuah harian kepunyaan bangsa Tionghoa yang tertua serta besar oplagnya, yang diterbitken dialam kota jakarta-Raya. juga orang telah mengetahui kutika pemerentah Belanda berkuasa disini, harian „Sin Po”, oleh pemerentah itu dicap berhauluan „Kominis” tetapi oleh sebagian besar Hoakiauw yang berada di Indonesia anggep „Sin Po” adalah sebuah harian yang berhaluan Nasionalis Tionghoa. Menurut pendapet kita, harian „Sin Po” menganut apa hauluan saja coraknya, tida perlu diperdebatken, tapi yang perlu, yalah guna menambah pengetahuan sejarah kota jakarta, harian Sin Po tida boleh katinggalan, kerna Sin Po punya sejarah tersendiri yang jangan sampe dilupaken oleh suatu warga negara Indonesia, terutama yang keturunan Tionghoa dikemudian hari, atawa bangsa apa saja yang menghendaki adanya kemajuan. Kita menulis ini ada harepan semoga menjadi cermin bagi pemuda-pemudi yang menjadi pengharepan bangsa serta untuk tambah ia punya pengetahuan umum. Bagimana susah payahnya orang yang menerbitken harian „Sin Po” itu, yang sekarang menjadi kesayangan warga keturunan Tionghoa di jakarta. Inilah riwayat’nya „Sin Po”: Dalem triewulan ke dua dari taon 1910, jiwie siansing Lauw Giok Lan dan Yu Sin Gi menjadi stafredactie dari harian „Perniagaan” (Siang Po); oleh satu hal dan laen sebab, ke dua siansing itu brenti bekerja pada harian tersebut, sebage mana pembaca telah mengetahuin, suatu orang yang pernah ceburken dirinya dalem kuali yournalistiek, tida gampang membuwang kesukaannya. Begitu juga telah dialamin oleh itu jiwie siansing Giok Lan dan Sin Gi. Sekeluarnya dari harian Perniagaan (Siang Po), kedunya sepakat untuk menerbitken sebuah surat-kabar harian yang haluannya bertolak belakang dengen harian Perniagaan (Siang Po), maskipun saat itu harga kertas dan ongkos² percetakan sanget murah, tapi diantara mereka rupanya ada sangsi yang nantinya itu harian bisa hidup dengen subur, kerna di dalem kota jakarta, selaennya ada Perniagaan yang jadi miliknya bangsa Tionghoa, juga ada harian „Taman-Sari”, „Berita Betawi” dan „Pancaran-warta” yang diterbitken oleh bangsa Belanda dengen bahasa Melayu randah. Dari itu kesangsian, ini jiwie siansing ambil putusan dengen jalan terbitken dulu weeblad (mingguan) terlebih dulu, jika berhasil, baru dagblad (harian) diterbitken. Dengen kerasnya ini kemauan dari jiwei siansing tersebut, maka tuan Tu Sin Gi ditugasken menyediaken nama guna dipake oleh „anaknya” yang sedeng dikandung oleh mereka. Sesudahnya berpikir dan timbang masak², achirnya anak yang masih dalem kandungan oleh tuan Yu Sin Gi dinamaken „SIN PO!!”.
II. Bekakas Pertama.
Tida ada seorang di jakarta yang bisa menduga, bahwa pada hari Saptu tanggal 1 Oktober 1910. Weekblad „Sin Po” telah lahir dan langsung menjerit; tuan Lauw Giok Lan redacteur’nya; tuan Yu Sin Gi sebage administrateur; dicitak oleh percetakan „Kho ceng Bie & Co” di Pancuran jakarta-Kota; harga abonnementnya cuma R 1,50 buat tiga bulan!
Dalem permulaan kata dari redaksi weekblad „Sin Po” aken saya kutib dibawah ini:
„Kita herep orang² budiman dari segala bangsa – yang dengen ini lagi sekali ada diundang dengen hormat – nanti suka uraiken di ini surat-kabar minngguan segala pikirannya yang ada gunanya buat gerakan di ini zaman, supaia bisa terjadi perobahan dari perkara² yang sanget sesat, yang sampaiken dimasa ini masih banyak dalem ingatan’nya sebagian besar dari penduduk Hindia (Indonesia)”.
Lahirnya mingguan Sin Po mendapet sambutan hangat dari para pemuda-pemudi dan dari tuan² toko di Pasar Baru jakarta, kerna dalem mingguan Sin Po No: 4, tuan Gauw ceng Tin eigenaar toko „De Leeuw” di Pasar Baru 37 jakarta memasang advertentie dionslag muka seanteronya.
Begitulah sedikit demi sedikit migguan Sin Po telah menjadi mingguan yang populer dalem kalangan masyarakat umum; berhubung dengen kemajuan² yang di capai, maka oleh penerbit dirasa perlu mempunyai percitakan sendiri, kerna selaen ongkos citak jadi entengan, juga pekerja’an yang dilakuken oleh tenaga sendiri bisa berjalan lebih pasti.
Buat mencukupi keperluan ini maka sebuah percitakan telah dibeli oleh Sin Po. Maka mulai saat itu kantoor dan percitakan Sin Po didiriken disebuah rumah kecil yang sudah tua di jalan Asemka No 9 jakarta-kota.
Sementara itu, atas usaha pemimpin²nya yang bisa menyocoki dengen aliran zaman, tida heran apabila mingguan Sin Po telah mendapet kemajuan dengen cepet sekali, bukan saja abonnementnya bertambah, pun advertentie yang menjadi tulang belakangan dari suatu penerbitan tambah lama tambah banyak sekali.
Tentu pembaca aken heran, lalu menanya kenapa mingguan Sin Po begitu maju? untuk menjawab ini pertanya’an kita bisa menerangken, kerna Sin Po dilahirken justru Nasionalisme Hoakiauw sedeng mulai²nya berkembang di Indonesia serta sumanget Revolusi dari rakyat Tiongkok sedeng berkobar-kobar dengen keras sekali; oleh sebab mingguan Sin Po satu²nya surat-kabar yang bisa menerima atawa memuat perasaan hati bangsa Tionghoa yang berupa tulisan² tentang pergerakan Tiongkok. juga kebetulan taon berikutnya (10 Oktober 1911) di Wuchang telah pecah Revolusi Rakyat Tiongkok yang berkesudahan dengen runtuhnya Pemerintahan Boan di Tiongkok. Dengen adanya kejadian ini Hoakiauw yang berada di Indonesia telah berdiri dibelakangnya Sin Po, untuk mengobarken rasa Nasionalisme Tionghoa.
Sin Po yang terbit seminggu sekali, tida mencukupi, kerna selaennya hal² yang sudah disebutken diatas, juga masih ada sebab² seperti yang kita tuturken dibawah ini:
III. Insiden Bendera.
Hari minggu, tanggal 18 Februari 1912 adalah hari taon baru IMLEK. Bangsa Tionghoa yang berada di jakarta, merayaken itu Sincia dengen sanget gumbira sekali, kerna pemerentah Boan telah rubuh sebaliknya telah berdiri Republik Rakyat Tiongkok, dengen berbendera LIMA WARNA (Ngo Sek) berkibar-kibar dengen megahnya diangkasa Tiongkok. Berbarengan dengen hari taon baru itu, sesuatu bangsa Tionghoa di jakarta, juga kepingin mengibarken bendera negara leluhurnya yang baru itu dengen dibarengin membakar petasan.
Tetapi ketika itu, satu orang Tionghoa yang menaek-ken bendera Tiongkok LIMA WARNA, pertama oleh politie kamudian oleh pembesar² bangsa Belanda dan „tionghoa” dilarang, hingga achirnya terjadi insiden, untungnya dalem peristiwa ini tida ada korban manusia (laen waktu kita aken tulis insiden bendera ini, buntut dari pada kejadian ini, yalah ajunct hoofcommisaris politie Hinne kesalahan tembak agen).
Hanya „Sin Po” yang dengen lantang dan brani memuat artikel² penyesalan, tentang perbuatan² yang dilakuken oleh orang² yang menjadi kaki-tangan pemerentah Belanda itu, hingga mereka dikupas sampe licin, kerna Sin Po mengetahuin bahwa pemerentah Belanda di negri Belanda sendiri, sudah mengakui bahwa bendera Lima Warna itu adalah bendera Tiongkok yang sah dari Republiek Rakyat Tiongkok.
IV. Lahirlah Dagblad Sin Po.
Mulai 1 Apriel 1912, mingguan Sin Po telah berobah menjadi harian, bersama’an dengen ini percitakan perlu diperluas, lantas pula didiriken N.V. Perdagangan dan percitakan „Sin Po” dengen modal R 100.000.
Harian Sin Po memake hoofdredacteur seorang Belanda bekas controleur B.B. Bernama y.R. Rozoux Kuhr. Maka saya liat pembaca kombali heran, lantas tanya kenapa Sin Po yang berhaluan Nasional Tionghoa memake satu meneer sebage hoofdredacteur??
Disini aken saya terangken agar pembaca bisa mufakat yalah:
Pada saat itu satu jika orang Tionghoa yang tersangkut perkara, apalagi perkara persdelict, maka hukumannya yang diterima „Tida beda dengen satu orang PERAMPOK atawa penjahat” dan selama menjalanken hukuman di Glodok, kerap kali orang diperlakuken tida beda seperti anjing. upama Sin Po yang punya haluan Nasional Tionghoa, hm! Pasti gerak-geriknya diawasin tida brenti².
Dengen seringnya Sin Po muat artikel² yang pedes dan ditujuken pada bangsa Tionghoa yang mau atawa sudah menjadi kaki-tangannya bangsa Belanda, atawa pada orang² yang biasa pake pengaruh uwang dan pangkat untuk merugiken bangsa Tionghoa yang masih lemah sekali.
Dari sebab itu maka Sin po memake tuan Razoux kuhr sebage redactuer yang menanggung jawab atas semua tulisan² dalem Sin Po.
Tuan Lauw Giok Lan tetep sebage redacteur, tuan Tan Hoat Lay sebage penyalin kabar kawat dan tuan Tan Bun Kim sebage reporter kota; tuan Hauw Tek Kong yang dimasa itu masih bekerja disalah satu firma Barat, sebage pembantu Sin Po yang actief sekali.
Sebage reporter Sin Po tuan Tan Bun Kim sering sekali mendapet kehormatan yang berupa pukulan yang dilakuken dari belakang, bacokan dan sebagenya, ini semuanya adalah hasil dari pada pembongkaran kebusukan orang.
Dari sebab permusuhan ini, Sin po semakin mendapet sambutan hangat dari pembaca’nya, terutama Hoakiauw yang mempunyai angen² Nasional Tionghoa.
Tida bisa diterangken apa yang menjadi sebabnya, hingga Yu Sin Gi sebage direktuer meletaken jabatan, dan diganti oleh tuan uy cu Yong (mei 1912) seorang muda yang terkenal dalem masyarakat Tionghoa di Pasar Baru; tetapi juga tuan uy cu Yong memangku ini jabatan tida beberapa lama, maka tuan Hauw Tek Kong-lah yang mengantiken’nya. Selanjutnya kita aken bicara Hauw Tek Kong punya zaman di Sin Po.
V. Krisis dan Rintangan laen yang musti dihadapi.
Sin Po dibawah pimpinan tuan Hauw Tek Kong mengalami crisis heibat. Orang hartawan dan orang² yang punya pengaruh di-kalangan pemerentah Hindia Belanda di jakarta telah melakuken pemboycottan terhedep Sin Po, bukan saja penduduk kota jakarta yang menjadi pembaca Sin Po, juga tuan² toko yang biasa memasang advertentie’nya dalem Sin Po tida pasang advertentienya, kerna „Phaysengki” (malu-ati), pada sobat²nya yang sedeng melakuken pemboycottan terhadep Sin PO, serta orang yang mengetahuin andil²nya Sin Po sebagian besar ditangan’nya tuan ci Eng Hok, seorang pemuda hartawan yang sanget terkenal dalem kota jakarta, disaat itu.
Kalu tida salah inget „Perniagaan” (siang Po) telah memuat advertentie dari tuan ci Eng Hok, dengen gambar ci Eng Hok besar sedeng memegang andil² Sin Po yang besar jumlahnya, hendak dijual dibawah harga.
yang kita harus puji, adalah keuletan’nya pegawe² Sin Po yang rela (bergajih kecil), diantaranya sudara Bachrim Bin Rachman meskipun krisis keuwangannya Sin Po ia rela begitu heibat mereka ber-rame² Ikat Pinggangnya Kenceng², agar bisa mengatasi kesukaran uwang. Menurut kabar yang kita dapet, kalu mereka sudah berbuat begitu nekat, makan nasi separo kenyang; kerna mereka berpendapet serta percaya, bahwa harian Sin Po aken bisa mencapai tujuan diwaktunya mereka sudah tua (tida aken mati ditengah jalan).
Di boycott sampe segitu rupa, Hauw Tek Kong sebage pemimpin Sin Po tida lantas brenti menulis artikel, ia menyerang terus orang² yang mengunaken pengaruh uwang atawa pangkat untuk membikin Sin Po bungkem tida bernyali atawa tegesnya tutup mulut.
Oleh kerna tujuan yang dikemukaken oleh Sin Po untuk membela keadilan dan kebenaran bagi si lemah, maka salah satu sobat dari orang yang sedeng memboycott Sin Po, kabarnya dari keluarga Khu, dengen memake akal „lempar emas senbunyi tangan” telah menolong Sin Po, yang saat itu sanget terlunta-lunta bage orang sekarat tunggu masuk lobang kubur.
Sesudahnya kesulitan uwang Sin Po diatasi, maka bage burung yang baru sembuh, mulai kepaken sayap’nya lagi dengen gagah dan kasih denger ia punya suara’nya; pun tida segen buka kedoknya satu demi satu orang yang memboycot Sin Po. Akibatnya bukan tida mungkin, bagi yang merasa kebakaran jenggot yang disebabken suara’nya Sin Po telah menyewa „buaya-darat” guna membikin susah tuan Hauw Tek Kong.
Pada suatu sore, selagi tuan Hauw sedeng tunggu tram hendak pulang kerumah, dengen mendadak diserang oleh „buaya-darat”, dan itu serangan mengena pada leher’nya tun Hauw, kontan tuan Hauw jatoh mengelosor. Penyerang lantas melariken diri kejurusan jembatan Batu, zonder ada orang yang brani beri pertuleongan atawa menangkep itu „buaya-darat”, padahal saat itu banyak orang yang sedeng menunggu datengnya tram.
Perbutan orang² secara pengecut ini, dengen sungguh harus mendapet kecaman masyarakat, kerna apakah mereka lupa dimana Sin Po sudah berbuat begitu bukan bermaksud laen, hanya untuk perbaiki masyarakat seumum’nya, yang ketika itu sanget buruk.
Baru saja Sin Po berusia beberapa taon sudah kenyang mengalami beberapa kejadian antara laen Boycoot yang sanget heibat, Tan Bun Kim di Bonggol, dikemplang orang, di Bacok dari belakang dan sebagenya, yang membikin sampe sekarang kuping’nya tuan Tan Bun Kim menjadi tuli; tuan Hauw Tek Kong diserang dengen tangan kosong (thiam), yang membikin sampe sekarang tangan tuan Hauw lumpuh sebelah.
Ini semua, orang menduga telah dilakuken oleh orang² yang tida suka pada harian Sin Po yang berhaluan progresif ketika itu. Dari ini akibat² yang musti ditelen oleh tuan Hauw dan tuan Tan, masyarakat mulai insyaf bahwa „Sin Po” sudah berbuat begitu bukannya untuk kepentingan’nya Sin Po sendiri, tapi untuk kepentingan masyarakat.
Dari disebabken ini kebiasaan bukan tida mungkin Sin Po sanget berpengalaman aken hal² seperti ini.
VI. Sang Naga tetepken Haluan dan Pondasi Sin Po.
Dalem triwulan ke dua dari taon 1916, tuan y.R. Razoux Kuhr telah brenti sebage hoofdredacteur dan kedudukannya diganti oleh seorang Tionghoa peranakan yang nanti’nya aken punya julukan „Naga yournalist Melayu-Tionghoa” siapa dia tida laen dan tida bukan tuan Kwee Hing ciat. yang merupaken orang Tionghoa pertama dalem Sin Po yang pegang jabatan hoofdredacteur, rupanya bintangnya Sin Po makin jelas arahnya yang hendak dicapai dibawah kepemimpinannya Sang Naga ini. Ini bisa terliat dalem actienya Sin Po yang sanget menggeparken. Apa kiranya pembaca tau actienya itu? bener! Sin Po lah yang pertama brani „Membrantas Comite Indie Weerbaar” yang di-bentuk oleh kaki-tangan pemerentah hindia Belanda, akibatnya berdirilah Hoakiauw dibelakang Sin Po yang dipimpin oleh Sang Naga untuk tida mau turut campur dalem urusan Politik dari ini negri dan boycott sekalian majelis perwakilan.
Kiranya cukup dua taon lebih pondasi dan haleoan Sin Po yang sampe achir hayatnya tetep sama, maka pada taon 1918 Sang Naga mengembara ke Berlin. Dan pengantinya hoofdredacteur, Kwee Hing ciat sendiri yang pilih orangnya, dan pilihan jatoh pada tuan cu Bou San yang sudah dikenal luar-dalemnya oleh sang Naga agar pondasi dan haluan’nya Sin Po tetep teguh, rupanya pilihan sang Naga ini tida melesat, bahken Sin Po lebih garang dan sengit kalu dengerken ia punya suara dan tulisan Sang Naga kerap muncul walaupon nun jauh di Berlin sana.
Ini pengantian dilakoken pada triwulan pertama dari taon 1919.
VII. Sin Po ditengah Tionghoa Peranakan dan Totok.
Achir taon 1919, tuan Hauw Tek Kong dengen seantero keluaganya berangkat ke Tiongkok, dengen maksud buat pindah dan tinggal berumah disana, maka tuan Hauw Tek Kong meletaken jabatan sebage directuer „Sin Po”, maka otomatis tuan cu Bou San pegang Directuer-hoofdredacteur Sin Po.
Berbarengan dengen itu bapak pendiri Sin Po tuan Lauw Giok Lan pun mengundurken diri sebage redacteur Sin Po, dan ia bermaksud menjadi orang dagang yang tinggal di Bandung. (membuka toko prabot rumah tangga bermerk „Marie”)
Bisa diterangken disini, bahwa maskipun Sin Po sudah tuker bolak-balik pemimpin, tapi sebalik’nya haluan Sin Po tetap tida berobah yaitu mengobarken Nasionalisme Tionghoa, agar Hoakiauw tida melinyapken sentimen perbedaan Provincie, yang sanget terutama sekali antara Peranakan dan Tionghoa totok yang sudah menjadi terpecah belah, boleh diupamaken seperti „minyak dan aer”.
VIII. Sin Po dan Perkembangan’nya.
Taon terus berjalan, guna kepentingan pembaca yang kurang mampu, dalem bulan yanuari 1922 Sin Po telah terbitken pula sebuah harian, yang ia beri nama „Bin Seng”. untuk mendongkrak, tuan Hauw Tek Kong yang sudah kembali lagi dari Tiongkok (?) dipasang oleh Sin Po untuk pimpin Bin Seng, dimana kita semua tau siapa itu tuan Hauw! yang dikalangan pesurat-kabaran ada orang yang sanget terkenal, tapi anehnya kutika ia pimpin Bin Seng tida dapet sambutan hangat, suatu keanehan yang sulit untuk dipikirken. Hingga achirnya Sin Po (grup) ambil ketetepan untuk brentiken saja Seng Bin.
Oleh kerna masyarakat Tionghoa di jawa Wetan merasa perlu mempunyai surat-kabar harian yang sedikit-dikitnya mirip Sin Po di jakarta, maka sebagian pemimpin Tionghoa disana (jawa timur) menganjurken pada pemimpin „Sin Po” di jakarta, agar di Surabaia Sin Po mengadaken edisi jawa Timur, hal ini dilulusken maka pada bulan yuli dari taon 1922, „Sin Po” mempunyai edisi jawa Timur dengen berkedudukan di Surabaia. umur’nya „Sin Po” edisi jawa Timur ada lumayan lama sebelon diambil over oleh tuan Lim Bok Siu dengen ditukar namanya menjadi „Sin yit Po”, dan berkat jasanya tuan Lim Kun Hian diperkokoh menjadi „Sin Tit Po” dan hingga dewasa menjadi koran ternama di jawa Timur.
IX. Achir dan Maksud ini Tulisan.
Kutika tanggal 3 November 1925, tuan cu Bou San meninggal dunia, sejak waktu itu tuan Ang Yan Goan menjadi directuer „Sin Po”, sementara redactie dipimpin oleh dua orang yaitu tuan Kwee Kek Beng dan tuan Go Tiau Goan.
Waktu berjalan terus hingga tibalah saat’nya jepang duduki ini kepulauan, seperti juga surat² kabar Tionghoa-Melayu laennya, seperti Thian Sung, yit Pao, ca Pao, Siang Po, Keng Po, Kong Hwa Po (*ini semua di jakarta) dan sebage’nya.
Sin Po juga di-beslag jepang. Seantero redactie’nya surat-kabar itu diintenir, cuma boleh di-bilang sanget untung tuan Kwee Kek Beng yang dicari jepang tida ketangkep.
Dalem bulan Augustus 1945 jepang telah tekut lutut, mereka yang di-intenier jepang telah dimerdekaken, percetakan Sin Po yang di rampas jepang telah dikembaliken, cuma kertas koran yang Sin Po beli, habis dipake atawa digedor „Kung Yung Pao” surat-kabar yang diterbitken di zaman itu, yang menjadi suaranya jepang.
Oktober 1945 tentara serikat (Belanda) menduduki kombali kota jakarta, keada’an kota masih sanget kacau-balau.
untuk kepentingan masyarakat „Sin Po” telah diterbitken secara „Darurat” dengen berhaluan „Brani kerna Benar!” dengen haluan yang sekarang ini Sin Po bisa disebutken yang sekarang ini (*1951) adalah salah satu surat-kabar yang terbesar oplaagnya diseluruh Indonesia.(*sekarang 2006 jelas kalah sama kompa(s))
Dalem bulan yuli 1947 pembaca Sin Po jadi terperanjat karena tuan Kwee Kek Beng telah brenti dari Sin Po. Menurut kabar angin brenti’nya tuan Kwee Kek Beng lantaran berebutan mobil (model terbaru).
Sin Po tetep berjalan menembus alam kemerdekaan bangsa Indonesia dan sampe sejarah ini ditulis 1951 tuan Go Tiauw Goan yang pegang ini estafet kepemimpinan redactie Sin Po.
Kita tulis Sejarah „Sin Po” ini bukan bermaksud untuk mencela atawa memuji siapa juga, tapi maksud kita yang sebenernya untuk anak cucu kita turut mengetahuin apa yang pernah diperbuat oleh pendahulunya. Dan ini dirasa berguna bagi bangsa apa saja yang hendak tambahken kepingan dari sejarah kota jakarta yang tercita.
jakarta 1939
cambuk Berduri
Referensi
- ^ "Pers Tionghoa, Sensibilitas Budaya, dan Pamali Politik", KOMPAS, 1 Juni 2001
- ^ "Seabad Pers Jawa Barat", Pikiran Rakyat, 8 Februari 2006
- ^ "Bung Karno dan Etnis Tionghoa", diakses 15 Februari 2006