Museum Rumah Tanjung Timur
Rumah Tanjung Timur (sebutan dalam Bahasa Belanda Groeneveld atau Tandjong-Oost Huis) adalah sebuah rumah peninggalan Kolonial Belanda yang terletak di wilayah Kramat Jati, Jakarta Timur. Bangunan yang dikenal dengan sebutan Villa Nova ini letaknya tidak jauh dari kali Ciliwung yang mengalir di halaman belakang bangunan ini. Bangunan ini terbakar pada tahun 1985 dan kini hanya menyisakan puing-puingnya saja.[1][2]
Sejarah
Pemilik pertama bangunan ini, Pieter van de Velde merupakan salah satu anggota Dewan Hindia yang berasal dari Amersfoort.[3] Setelah meletusnya peristiwa Geger pacinan yang melanda hampir seluruh Kota Batavia, van de Velde membeli sebuah lahan milik Kapiten Ni Hu-Kong dan wilayah lainnya di bagian selatan Meester Cornelis, yaitu di sebelah timur kali Ciliwung. Lahan tersebut dinamakan Tandjoeng Oost. Di atas lahan tersebut dibangunlah sebuah landhuis yang megah pada tahun 1756. Belum lama kemudian Pieter van de Velde meninggal pada tahun 1759. Pemilik selanjutnya Adrian Jubbels membeli landhuis ini pada tahun 1763.[3] Setelah Adrian Jubbels, landhuis ini kemudian dimiliki oleh Jacobus Johannes Craan pada tahun yang sama. Johannes Craan menamai landhuis ini Groeneveld dan merenovasi seluruh landhuis ini dengan ornamen gaya Louis XV dan Pintu serta jendela yang mengadopsi gaya Tionghoa. keseluruhan bangunan ini tidak mengalami perubahan sampai pada akhirnya terbakar pada tahun 1985.[4][5]
Setelah Johannes Craan meninggal pada tahun 1780, bangunan ini diwariskan kepada putrinya, Catharina Margaretha Craan yang kemudian diambil alih oleh suaminya, Willem Vincent Helvetius van Riemsdijk (anak kedua dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jeremias van Riemsdijk). Helvetius van Riemsdijk sendiri sebelumnya sudah menduduki pangkat tertinggi di bidang administratif Pulau Onrust ketika masih berumur 17 tahun. Helvetius van Riemsdijk juga memiliki berbagai lahan dan perkebunan tebu di daerah Tanah Abang, Cibinong, Cimanggis, Ciampea, Cibungbulang, Sadeng, dan Tandjoeng-Oost. Semua properti tersebut tetap dimiliki oleh keluarga van Riemsdijk hingga memasuki Perang Dunia Kedua.[3]
Pada masa Perang Dunia Kedua, bangunan ini dipakai oleh tentara Jepang sebagai gudang. Setelah Perang Dunia Kedua selesai, bangunan ini dipakai sebagai markas Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Soekarno, Beliau kemudian memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia dan diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Pertama. Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I dan II, bangunan ini diambil alih oleh NICA dan untuk dijadikan tempat perkebunan karet.[6]
Terakhir bangunan ini dimiliki oleh Haji Sarmili yang kemudian dijadikan hotel lalu dijadikan tempat perkantoran. Pada tahun 1962, Haji Sarmili menjual propertinya kepada Polda Metro Jaya. Pada tahun 1985, Bangunan ini hangus terbakar karena adanya ledakan yang berasal dari dapur bangunan ini. Alhasil bangunan ini menyisakan puing puingnya saja tanpa adanya perbaikan. Status lahan ini dilindungi, tetapi struktur bangunan ini dibiarkan saja hingga sekarang.[6]
Kondisi bangunan
Kondisi bangunan ini pada awalnya tidak terawat. Pada tahun 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama merencanakan agar bangunan ini dibangun kembali bersamaan dengan pengoptimalisasi Kali Ciliwung. Bahkan Ahok sudah bekerja sama dengan Kodam Jaya, Kopassus, dan komunitas-komunitas warga yang mendiami kawasan tersebut. Sebut saja Komunitas Ciliwung Condet. Nantinya, kawasan tersebut akan dijadikan kawasan tempat wisata, konservasi, dan ekosistem Kali Ciliwung.[7]
Referensi
- ^ [1]. Mengintip Sisa Rumah Tuan Tanah di Pasar Rebo. Detik News. Retrieved February 12, 2015.
- ^ [2]. Landgoed Groeneveld. Familie Wiki. Retrieved February 12, 2015.
- ^ a b c [3] Landgoed Groeneveld. Gallus Magnus.
- ^ [4] Abdul Majid's blog
- ^ [5]. A beautiful Dutch villa in ruins. Jakarta Post. Retrieved February 12, 2015.
- ^ a b [6] Beautiful Dutch Villa Ruins. Jakarta Post.
- ^ [7] Villa Nova, Aset di Sisi Ciliwung yang Menarik Perhatian Ahok. Detik News.