Siti Dewi Sutan Assin
Siti Dewi Sutan Assin atau Siti Dewi Suryo Sutan Assin yang bernama lahir Siti Dewi Gando Nilai dan akrab disapa Titik (5 Oktober 1926 – 20 Desember 2000) adalah salah satu dari lima orang anggota Paskibraka yang pertama setelah terbentuknya korps Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang digagas oleh Mayor (Laut) Husein Mutahar, ajudan Presiden Soekarno, yang mendapat perintah dari presiden pertama Indonesia itu untuk menyusun acara dalam rangka upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama pada 17 Agustus 1946.[1]
Siti Dewi Suryo Sutan Assin | |
---|---|
Berkas:Siti Dewi.jpg | |
Lahir | Siti Dewi Gando Nilai 5 Oktober 1926 Manado, Hindia Belanda |
Meninggal | 20 Desember 2000 Jakarta | (umur 74)
Kebangsaan | Indonesia |
Suami/istri | Atmono Suryo |
Anak | Harsya Denny Suryo, Andry Riza Suryo, Adwina Arsyita Dewi Armstrong |
Orang tua | Sutan Assin (ayah) Rky. Limbak Tjahaja (ibu) |
Kerabat | Mansyur Sutan Assin (saudara kandung) Juananda Sutan Assin (keponakan) |
Riwayat
Paskibraka 1946
Karena situasi politik yang memanas di Jakarta, pada tahun 1946 ibukota Republik Indonesia berada di Yogyakarta. Atas perintah presiden pertama RI, Soekarno, agar disusun berbagai acara dalam rangka upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI yang pertama pada tahun 1946, Husein Mutahar merancang acara pengibaran bendera pusaka oleh tiga orang putra dan dua putri yang berstatus pelajar dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang sedang bersekolah di Yogyakarta sebagai wakil dari seluruh Indonesia. Itulah yang menjadi cikal-bakal Korps Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).[1]
Pada upacara yang bersejarah di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta tersebut, Siti Dewi dipercaya sebagai pembawa nampan yang menerima Bendera Pusaka dari presiden Indonesia. Penampilannya yang elegan dan cerdas telah membuat Mutahar "kepincut" dan memilihnya sebagai pembawa nampan Bendera Pusaka. Begitu terkesannya Mutahar pada Siti Dewi sehingga sampai masa tuanya ia selalu mengingat nama Titik Dewi, dan dalam setiap kesempatan ia selalu mengingatkan bahwa Titik Dewi adalah bagian dari Paskibraka yang harus diketahui oleh seluruh mantan anggota Paskibraka yang merupakan pelajar-pelajar pilihan dari berbagai daerah di Tanah Air.[1]
Kehidupan
Siti Dewi lahir pada 5 Oktober 1926 di Manado, Sulawesi Utara. Putri dari pasangan Sutan Assin (ayah) dan Rangkayo Limbak Tjahaja (ibu) ini bersekolah di Yogyakarta setelah ayahnya yang berprofesi dokter berpindah tugas dari Manado. Di samping bersekolah, ia juga aktif sebagai relawan di Palang Merah, kepanduan, dan dapur umum. Pada tahun 1950, setelah ibukota Indonesia kembali di Jakarta, perempuan yang menguasai bahasa Belanda, Inggris dan Perancis ini melanjutkan pendidikannya di bidang keguruan dan pendidikan di Belanda, sesuai dengan cita-citanya yang ingin memajukan pendidikan di Tanah Air.[1]
Setelah kepulangannya dari Belanda, Siti Dewi bertemu kakak kelasnya ketika di Yogyakarta, Atmono Suryo. Pada 29 September 1959 mereka menikah,[2] dan Siti Dewi pindah ke Amerika Serikat mendampingi suaminya yang bekerja di salah satu perwakilan Indonesia di sana. Karier suaminya terus menanjak sehingga ditunjuk menjadi duta besar di negara sahabat. Siti Dewi juga ikut berpindah-pindah domisili dan mendampingi suaminya dengan setia. Sebagai istri seorang diplomat, Siti Dewi dikenal sebagai seorang yang ramah dan punya kepedulian yang tinggi pada masyarakat kecil.[1]
Dalam pernikahannya dengan Atmono Suryo, mereka dikaruniai anak yang bernama Denny Suryo, Adwina Armstrong, dan Riza Suryo.[2] Siti Dewi meninggal dunia pada 20 Desember 2000 di Jakarta. Ia dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet, Jakarta Pusat.[1]
Referensi
- ^ a b c d e f "Siti Dewi, Sang Pengibar Bendera Pusaka 1946" Komunitas Paskibraka, 19 Juni 2015. Diakses 09 Juli 2015.
- ^ a b "Siti Dewi Suryo Sutan Assin" Geni.com. Diakses 09 Juli 2015.