Caruban
Kota Caruban adalah kota kecil yang menjadi ibu kota pemerintahan resmi Kabupaten Madiun menggantikan kota Madiun melalui PP No. 52 tahun 2010 tentang pemindahan ibu kota Kabupaten Madiun di wilayah Kota Madiun ke wilayah Kecamatan Mejayan, Caruban, Kabupaten Madiun.
Penunjukan Caruban karena letaknya yang strategis dan terdapat kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta menjadi jalur lalu lintas Ngawi-Nganjuk, sehingga dijadikan ibukota Madiun menggantikan Kota Madiun. Caruban memiliki makanan khas, yaitu brem dan pecel kesenian dongkrek.
Geografi
Suhu udara rata rata 30 °C–32 °C. Curah hujan tahunan diperkirakan sekitar 1,511 – 2,108 mm terbagi dalam 2 musim hujan (sekitar November – Mei) dan musim kemarau (Juni – Oktober).
Curah hujan bulanan rata rata sekitar 470 mm saat curah hujan tinggi selama periode hujan dan 13–92 mm pada saat bulan kering pada periode musim kemarau. Relief topografi pada wilayah ini beragam mulai dari datar (lereng <2%), berombak (lereng 2%–15%), hingga berbukit (lereng 15%–40%).[butuh rujukan]
Sejarah
Berdasarkan cerita penduduk setempat, Caruban berarti "carub" (bahasa Jawa), yang artinya campur, sedangkan akhiran -an, adalah menunjukkan arti tempat. Secara tersirat wilayah ini merupakan wilayah pembauran, sehingga tingkat toleransi dan keragaman budaya dan suku tinggi.
Transportasi
Ases menuju Caruban melalui sarana transportasi darat, yaitu bus dan kereta api. Akses melalui bus dapat dicapai melalui terminal Caruban yang menjadi persinggahan jalur Surakarta, Ponorogo–Surabaya, Kediri. Angkutan kereta api menjadi akses menuju Caruban, karena terdapat Stasiun Caruban yang menghubungkan Solo–Surabaya. Pada masa mendatang Pemerintah Pusat berencana membangun jalur jalan tol yang menghubungkan Surakarta–Ngawi–Caruban–Nganjuk–Kertosono.
Wilayah
Caruban merupakan bekas nama wilayah kawedanan di Kabupaten Madiun selain Uteran, Maospati dan Bagi. Caruban wilayahnya berada di sebagian kecamatan Wonoasri, Mejayan, Pilangkenceng dan Saradan. Bahkan Caruban pernah menjadi kabupaten kecil, di samping Madiun sendiri sebagai Kadipaten (kabupaten besar) pada masa sebelum perang Diponegoro. Bupati-bupati di Caruban dapat diketahui di Pesarean Agung Kuncen, di Desa Kuncen, Kecamatan Mejayan, yang terletak kurang lebih 4 kilometer dari pusat kota Caruban, yang letaknya di seputaran perempatan Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban dan SMPN 2 Caruban (di kedua tempat di situ letak pathok 0 KM Kota Caruban).
Dia yang menjabat bupati-bupati di Caruban berturut-turut, antara lain Raden Bagus Sumodirjo (1754–1755), Pangeran Mangkudipuro (1755 - 1756), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Notosari (1756–1797), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Wignyo Subroto (1797–1833) dan yang terakhir Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrono (1833 - 1862).[butuh rujukan] Semua bupati-bupati Caruban tersebut dimakamkan di Pasarean Kuncen – Caruban, di dekat Makam Kyai Ageng Anom Besari dan isterinya. Dia adalah orang tua dari Kyai Ageng Mohammad Besari, Tegalsari, Ponorogo. Anak keturunan dari para Bupati Caruban jika meninggal dunia dimakamkan di Pesarean Kuncen–Caruban. Sampai saat ini, keturunan para bupati Caruban masih banyak yang tinggal di daerah Caruban dan sekitarnya.
Dahulu nama Caruban sudah cukup terkenal sejak zaman Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sebagai wilayah Kawedanan.[butuh rujukan] Kini nama Caruban semakin hari semakin ditinggalkan, lama-lama yang muncul nama baru "Mejayan" yang akan menjadi populer. Nama-nama sekolah-sekolah, SMP, SMA, MTsN, MAN dan bahkan nama kantor pemerintahan seperti Kantor Kejaksanaan tidak sudah menggunakan nama Caruban lagi, melainkan nama Mejayan, misalnya: Kantor Kejaksaan Negeri Mejayan yang baru berdiri. Namun nama Kejaksaan Negeri Mejayan itu kemudian diganti menjadi Kejaksanaan Kabupaten Madiun, karena letaknya di luar Kecamatan Mejayan. Kini nama Caruban digunakan kembali.
Fasilitas umum dan perkantoran
Caruban memiliki fasilitas publik sebagai berikut:
- Stadion Gelanggang Olah Raga Pangeran Timur
- Stasiun Caruban
- Terminal Caruban
- Rumah Sakit Umum Daerah Caruban, dahulu Rumah Sakit Panti Waluyo
- Penginapan/hotel
- SPBU
- Layanan Imigrasi klas II
- DPRD Kabupaten Madiun
- Taman Kutha Caruban
- Pasar Caruban Baru
- Pasar Sayur Caruban
- Pasar Burung Caruban
- Alun - Alun Caruban
- Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban
- Masjid Agung Kabupaten Madiun (Masjid Quba)
Pariwisata
Caruban memiliki lokasi pariwisata berupa candi yang diberi nama sesuai dengan lokasi candi tersebut berada, yaitu Candi Wonorejo (desa Wonorejo), Kelompok Arca "Palang Mejayan" dan berbagai waduk: waduk Dawuhan Waduk Widas, Waduk Kedungbrubus, dan Waduk Notopuro. Caruban juga memiliki makam bersejarah yaitu Makam Kuncen Caruban, yaitu Makam Kyai Ageng Anom Besari dan Nyai Ageng Anom Besari, Makam para Bupati Caruban, yaitu Kanjeng Bupati Raden Tumenggung (KBRT) Natasari, KBRT Jayengrana II, dan KBRT Wignya Subrata. Disamping itu ada Makam Kanjeng Pangeran Mangkudipura I yang pernah menjadi Adipati Madiyun lalu diturunkan jabatannya menjadi Bupati Caruban. Dan juga Makam Wedana Caruban yaitu Raden Ngabehi Dirjakusuma II putra Raden Ngabehi Dirjakusuma I (putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura i). Di depan Makam Kanjeng Pangeran Mangudipura I terdapat makam cucunya yaitu Raden Tumenggung Prawiradipura. Sedangkan Wedana Caruban sebelumnya Raden Ngabehi Prawiradipura II berada di Dukuh Gedhoman, Desa Mejayan, Caruban, letaknya sebelah selatan Pasar Burung Caruban. Disamping itu Makam Kuncen Caruban juga makam Raden Ngabehi Lho Prawiradipura (Palang Mejayan-Caruban), Raden Ngabehi Kramadipura (Palang Gemarang-Caruban), Raden Ngabehi Tirtadipura (Palang Krebet-Caruban), dan semuanya masih kerabat para Bupati Caruban, yang pada hakekatnya masih satu keturunan dari Keluarga Besar (Kurawangsa) Raden Adipati Harya Metahun Suranegara ing Jipang.