Tutur Tinular
Tutur Tinular adalah judul sebuah sandiwara radio yang sangat legendaris karya S. Tidjab. Kisah ini menceritakan tentang perjalanan hidup dan pencarian jati diri seorang pendekar yang berjiwa ksatria bernama Arya Kamandanu akan keagungan Tuhan Yang Maha Esa, suatu kisah dengan latar belakang sejarah runtuhnya Kerajaan Singhasari dan berdirinya Kerajaan Majapahit.
Tutur Tinular | |
---|---|
Sutradara | E.W.S Yuwono Bambang S Y. Rudy Wartono A.J Udono C. Ispriyono. K |
Produser | Sanggar Cerita Sanggar Prathivi |
Ditulis oleh | S. Tidjab |
Pemeran | Ferry Fadli Elly Ermawati Ivone Rose M. Aboed Petrus Urspon Hari Akik Bambang Jeger Idris Apandi Lukman Tambose A.P Burhan Margareth Anna Sambayon Yulie Muliana Sono Sudiakso Rio Sempana Mario Kulon Herry Setiyono Suryadin Tanjung Wenda Lubis Iwan Dahlan Tehnik dan montase : Announcer
|
Distributor | Sanggar Cerita Sanggar Prathivi |
Tanggal rilis | 1 Januari 1989 sampai dengan 31 Desember 1990 |
Durasi | 30 menit per seri per hari |
Negara | Indonesia |
Anggaran | Rp. 1.656.000.000,- |
Sandiwara radio ini pertama kali mulai disiarkan pada 1 Januari 1989 dan dipancarluaskan lebih dari 512 pemancar stasiun radio di seluruh Indonesia, yang tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia PRSSNI. Pada tahun 2002, Sandiwara radio Tutur Tinular disiarkan ulang di salah satu radio yang ada di Kota Yogyakarta, yaitu Radio MBS FM 92.86 Mhz dan 95.35 Mhz Radio Yasika FM. Tidak hanya itu, bahkan hingga pada bulan Januari 2012, tercatat masih ada beberapa stasiun radio yang menyiarkannya kembali seperti; 103,3 Mhz Radio Karimata FM, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur[1], 95.6 FM Radio Bintang Tenggara, Kabupaten Banyuwangi[2], dan 95,2 FM Radio Oisvira, Kabupaten Sumbawa, Radio Istana FM Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur[3], Radio Patria FM Kota Blitar, Jawa Timur[4] . Disamping itu beberapa situs online juga masih ada yang memperdengarkan sandiwara radio ini secara live streaming, di antaranya adalah Radio Streaming Asdisuara Jakarta, milik Asdi Suhastra.[5].
Tutur Tinular sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "nasihat atau petuah yang disebarluaskan".
Ringkasan cerita
Tutur Tinular berkisah tentang seorang pemuda Desa Kurawan bernama Arya Kamandanu, putra Mpu Hanggareksa, seorang ahli pembuat senjata kepercayaan Prabu Kertanagara, raja Kerajaan Singhasari. Pemuda lugu ini kemudian saling jatuh hati dengan seorang gadis kembang desa Manguntur bernama Nari Ratih, putri Rakriyan Wuruh, seorang bekas kepala prajurit Kerajaan Singasari. Namun hubungan asmara di antara mereka harus kandas karena ulah kakak kandung Kamandanu sendiri yang bernama Arya Dwipangga.
Kepandaian dan kepiawaian Dwipangga dalam olah sastra membuat Nari Ratih terlena dan mulai melupakan Kamandanu yang polos. Cinta segitiga itu akhirnya berujung pada peristiwa di Candi Walandit, di mana mereka berdua (Arya Dwipangga dan Nari Ratih) yang sedang diburu oleh api gelora asmara saling memadu kasih hingga gadis kembang desa Manguntur itu hamil di luar nikah.
Kegagalan asmara justru membuat Arya Kamandanu lebih serius mendalami ilmu bela diri di bawah bimbingan saudara seperguruan ayahnya yang bernama Mpu Ranubhaya. Berkat kesabaran sang paman dan bakat yang dimilikinya, Kamandanu akhirnya menjadi pendekar muda pilih tanding yang selalu menegakkan kebenaran dilandasi jiwa ksatria.
Kisah Tutur Tinular ini diselingi berbagai peristiwa sejarah, antara lain kedatangan utusan Kaisar Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di negeri Tiongkok, yang meminta Kertanagara sebagai raja di Kerajaan Singhasari menyatakan tunduk dan mengakui kekuasaan bangsa Mongolia. Namun utusan dari Mongolia tersebut malah diusir dan dipermalukan oleh Kertanagara.
Sebelum para utusan kembali ke Mongolia, di sebuah kedai makan terjadilah keributan kecil antara utusan kaisar yang bernama Meng Chi dengan Mpu Ranubhaya, Mpu Ranubhaya berhasil mempermalukan para utusan dan mampu menunjukkan kemahirannya dalam membuat pedang, karena tersinggung dan ketertarikannya terhadap keahlian Mpu Ranubhaya tersebut, kemudian dengan cara yang curang para utusan tersebut berhasil menculik Mpu Ranubhaya dan membawanya turut serta berlayar ke Mongolia, sesampainya di negeri Mongolia di dalam istana Kubilai Khan, Mpu Ranubhaya menciptakan sebuah pedang pusaka bernama Nagapuspa sebagai syarat kebebasan atas dirinya yang telah menjadi tawanan. Namun pada akhirnya pedang Naga Puspa tersebut malah menjadi ajang konflik dan menjadi rebutan di antara pejabat kerajaan. Akhirnya untuk menyelamatkan pedang Naga Puspa dari tangan-tangan orang berwatak jahat, Mpu Ranubhaya mempercayakan Pedang Nagapuspa tersebut kepada pasangan pendekar suami-istri yang menolongnya, bernama Lo Shi Shan dan Mei Shin di mana keduanya kemudian menjadi pelarian, berlayar dan terdampar di Tanah Jawa dan hidup terlunta-lunta. Sesampainya di Tanah Jawa pasangan suami istri ini akhirnya bertemu dengan beberapa pendekar jahat anak buah seorang Patih Kerajaan Gelang-gelang bernama Kebo Mundarang yang ingin menguasai Pedang Naga Puspa hingga dalam suatu pertarungan antara Lo Shi Shan dengan Mpu Tong Bajil (pimpinan pendekar-pendekar jahat) Lo Shi Shan terkena Ajian Segoro Geni milik Mpu Tong Bajil, setelah kejadian pertarungan beberapa hari lamanya Pendekar Lo Shi Shan hidup dalam kesakitan hingga akhirnya meninggal di dunia disebuah hutan dalam Candi tua, sebelum meninggal dunia yang kala itu sempat di tolong oleh Arya Kamandanu, Lo Shi Shan menitipkan Mei Shin kepada Arya Kamanadu
Mei Shin yang sebatang kara kemudian ditolong Arya Kamandanu. Kebersamaan di antara mereka akhirnya menumbuhkan perasaan saling jatuh cinta. Namun lagi-lagi Arya Dwipangga merusak hubungan mereka, dengan cara licik Arya Dwipangga dapat menodai perempuan asal daratan Mongolia itu sampai akhirnya mengandung bayi perempuan yang nantinya diberi nama Ayu Wandira. Namun, meski hatinya hancur, Kamandanu tetap berjiwa besar dan bersedia mengambil perempuan dari Mongolia itu sebagai istrinya.
Saat itu Kerajaan Singhasari telah runtuh akibat pemberontakan Prabu Jayakatwang, bawahan Singhasari yang memimpin Kerajaan Gelang-Gelang. Tokoh ini kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri yang dahulu kala pernah runtuh akibat serangan pendiri Singhasari. Dalam kesempatan itu, Arya Dwipangga yang menaruh dendam akhirnya mengkhianati keluarganya sendiri dengan melaporkan ayahnya selaku pengikut Kertanagara kepada pihak Kadiri dengan tuduhan telah melindungi Mei Shin yang waktu itu menjadi buronan. Mpu Hanggareksa pun tewas oleh serangan para prajurit Kadiri di bawah pimpinan Mpu Tong Bajil. Sebaliknya, Dwipangga si anak durhaka jatuh ke dalam jurang setelah dihajar Kamandanu. Kemudian Kamandanu kembali berpetualang untuk mencari Mei Shin yang lolos dari maut sambil mengasuh keponakannya, bernama Panji Ketawang, putra antara Arya Dwipangga dengan Nari Ratih.
Petualangan Kamandanu akhirnya membawa dirinya menjadi pengikut Raden Wijaya (Nararya Sanggrama Wijaya), menantu Kertanagara. Tokoh sejarah ini telah mendapat pengampunan dari Jayakatwang dan diizinkan membangun sebuah desa terpencil di hutan Tarik bernama Majapahit. Dalam petualangannya itu, Kamandanu juga berteman dengan seorang pendekar wanita bernama Sakawuni, putri seorang perwira Singhasari bernama Banyak Kapuk.
Nasib Mei Shin sendiri kurang bagus. Setelah melahirkan putri Arya Dwipangga yang diberi nama Ayu Wandira, ia kembali diserang kelompok Mpu Tong Bajil. Beruntung ia tidak kehilangan nyawa dan mendapatkan pertolongan seorang tabib Tiongkok bernama Wong Yin.
Di lain pihak, Arya Kamandanu ikut serta dalam pemberontakan Sanggrama Wijaya demi merebut kembali takhta tanah Jawa dari tangan Jayakatwang. Pemberontakan ini mendapat dukungan Arya Wiraraja dari Sumenep, yang berhasil memanfaatkan pasukan Kerajaan Yuan yang dikirim Kubilai Khan untuk menyerang Kertanagara. Berkat kepandaian diplomasi Wiraraja, pasukan Mongolia itu menjadi sekutu Sanggrama Wijaya dan berbalik menyerang Jayakatwang.
Setelah Kerajaan Kadiri runtuh, Sanggrama Wijaya berbalik menyerang dan mengusir pasukan Mongolia tersebut. Arya Kamandanu juga ikut serta dalam usaha ini. Setelah pasukan Kerajaan Yuan kembali ke negerinya, Sanggrama Wijaya pun meresmikan berdirinya Kerajaan Majapahit. Ia bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana.
Kisah Tutur Tinular kembali diwarnai cerita-cerita sejarah, di mana Kamanadanu turut menyaksikan pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora dan Gajah Biru akibat hasutan tokoh licik yang bernama Ramapati. Di samping itu, kisah petualangan tetap menjadi menu utama, antara lain dikisahkan bagaimana Kamandanu menumpas musuh bebuyutannya, yaitu Mpu Tong Bajil, serta menghadapi kakak kandungnya sendiri (Arya Dwipangga) yang muncul kembali dengan kesaktian luar biasa, bergelar Pendekar Syair Berdarah.
Kisah Tutur Tinular berakhir dengan meninggalnya Kertarajasa Jayawardhana, di mana Arya Kamandanu kemudian mengundurkan diri dari Kerajaan Majapahit dengan membawa putranya yang bernama Jambu Nada, hasil perkawinan kedua dengan Sakawuni yang meninggal setelah melahirkan, dalam perjalanan menuju lereng Gunung Arjuna inilah Arya Kamandanu bertemu dengan Gajah Mada yang waktu itu menyelamatkan putranya ketika masih berumur 40 hari yang terjatuh ke jurang karena lepas dari gendongannya akibat terguncang-guncang diatas kuda. Tutur Tinular kemudian berlanjut dengan sandiwara serupa berjudul Mahkota Mayangkara.
Profil karakter
- Arya Kamandanu
Adalah seorang pemuda lugu putera kedua Empu Hanggareksa yang sangat suka mempelajari ilmu kanuragan. Diangkat murid oleh kakak seperguruan ayahnya yang bernama Empu Ranubaya. Empu Ranubaya mengajarkan Kamandanu jurus Nagapuspa, yaitu ilmu kanuragan ciptaan Empu Gandring dan Aji Saipi Angin, yaitu ilmu meringankan tubuh yang bisa membuat tubuh seringan kapas. Sayang, ketika Arya Kamandanu sedang giat belajar, Empu Ranubaya dikejar-kejar oleh prajurit Singasari, karena dia dianggap telah menghina Prabu Kertanegara. Kemudian Arya Kamandanu mendalami lagi Jurus Naga Puspa tahap akhir yang tinggalkan Empu Ranubaya di atas sebuah batu. Dengan bantuan Empu Lunggah yang merupakan kakak seperguruan tertua ayahnya, Kamandanu mampu menyempurnakan Jurus Naga Puspa. Ilmu Kamandanu semakin hebat setelah dia tergigit ular siluman Naga Puspa Kresna.
Arya Kamandanu kurang beruntung dalam percintaan. Dua kali dia mengalami kekecewaan akibat ulah kakaknya, Arya Dwipangga. Dua wanita yang dicintai Kamandanu, yaitu Nari Ratih dan Mei Shindinodai oleh Arya Dwipangga. Kamandanu kemudian menjadi Panglima Majapahit dan menikah dengan Sakawuni dan mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Jambunada.
Adalah kakak Kamandanu. Dia gemar bersyair dan merayu para wanita dengan syair-syairnya itu. Dia mudah jatuh cinta pada perempuan cantik, meskipun perempuan itu kekasih adiknya sendiri. Pertama dia merebut Nari Ratih dan menikahinya. Dari pernikahannya dengan Nari Ratih Arya Dwipangga memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Panji Ketawang. Beberapa tahun kemudian Dwipangga bertemu dengan Mei Shin. Arya Dwipangga langsung jatuh cinta pada Mei Shin. Lagi-lagi Arya Dwipangga tidak berduli kalau Mei Shin adalah kekasih Kamandanu. Seperti biasa Arya Dwipangga menggunakan syair-syairnya untuk memikat Mei Shin. Namun kali ini syair-syair Arya Dwipangga tidak mampu memikat Mei Shin. Akhirnya Arya Dwipangga menodai Mei Shin dengan menggunakan obat perangsang, sehingga Mei Shin mengandung dan kemudian melahirkan seorang anak perempuan bernama Ayu Wandira.
Kamandanu sangat marah atas perbuatan Dwipangga itu. Dihajarnya Dwipangga hingga tangannya menjadi cacat. Merasa sakit hati Arya Dwipangga melaporkan Mei Shin kepada pemerintah Kediri, sehingga rumah Empu Hanggareksa diobrak-abrik dan dibakar. Juga Empu Hanggareksa tewas dalam kejadian itu.
Arya Dwipangga mabuk-mabukan dan menyiksa Nari Ratih hingga tewas. Kamandanu murka untuk kedua kalinya. Arya Dwipangga dihajarnya lagi hingga jatuh ke sumur tua. Di dalam sumur tua itu Arya Dwipangga bertemu dengan seorang laki-laki misterius yang bernama Watukura. Watukura mengajarkan Arya Dwipangga jurus Kidung Pamungkas dan jurus Pedang Kembar. Setelah beberapa tahun lamanya Arya Dwipangga keluar dari sumur tua itu. Dia menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Semua orang yang bertemu dengannya pasti mati. Setiap akan melakukan pembunuhan,Arya Dwipangga selalu bersyair, sehingga dia mendapat julukan Pendekar Syair Berdarah.
Arya Dwipangga akhirnya bertemu lagi dengan Kamandanu di desa Kurawan, tempat tinggal mereka dulu. Dan kedua kakak beradik itu bertarung habis-habisan. Namun Arya Dwipangga tidak mampu mengalahkan Arya Kamandanu. Ia akhirnya melarikan diri.
Arya Dwipangga bertemu dengan Empu Lunggah. Seperti biasa nafsu membunuhnya muncul. Namun dia tidak berdaya melawan Empu Lungga, karena Empu Lunggah menggunakan ilmu Rajut Busana, yaitu sebuah ilmu yang dapat menghilangkan kesaktian seseorang. Arya Dwipangga kehilangan kesaktiannya. Jurus Pedang Kembar dan Kidung Pamungkas tidak berarti lagi.
Tak lama kemudian mata Arya Dwipangga buta. Hal itu disebabkan karena kutukan seorang pertapa yang bernama Resi Wisambudi yang telah dibunuhnya.
Arya Dwipangga menyesali semua dosa yang pernah diperbuatnya. Dia ingin bunuh diri, tapi tidak berhasil. Keadaan Arya Dwipangga tak ubahnya seperti pengemis. Dalam keadaan seperti itulah Arya Dwipangga bertemu kembali dengan Mei Shin yang saat itu sudah menjadi tabib terkenal. Awalnya Mei Shin tidak mau menolong Dwipangga, karena hatinya masih terluka akibat ulah Dwipangga yang telah merusak hidupnya. Namun lama-lama Mei Shin kasihan juga pada Arya Dwipangga. Arya Dwipangga akhirnya dibawa ke tempat tinggal Mei Shin.
Dalam Mahkota Mayangkara, yang merupakan lanjutan Tutur Tinular, Arya Dwipangga menikah dengan Mei Shin. Pernikahan itu terjadi karena desakan Ayu Wandira yang menginginkan kedua orangtuanya bersatu. Tentu saja pernikahan itu hanya formalitas saja, karena Mei Shin tetap tidak mau hidup bersama Arya Dwipangga.
Setelah Mei Shin meninggal Arya Dwipangga kembali hidup terlunta-lunta. Namun pada suatu hari Arya Dwipangga bertemu dengan Prabu Jayanegara yang sedang berburu. Prabu Jayanegara tertarik dengan kemampuan Arya Dwipangga bersyair. Akhirnya Arya Dwipangga diangkat menjadi seorang pujangga istana yang bertugas membacakan syair di depan raja. Dia mengganti namanya menjadi Resi Mahasadu.
- Mei Shin
Adalah seorang pendekar wanita berkebangsaan Mongolia. Bersama suaminya Lou Shi San, Mei Shin berlayar ke tanah Jawa sambil membawa Pedang Nagapuspa ciptaan Empu Ranubaya. Namun di Tanah Jawa Mei Shin dan suaminya malah dikejar-kejar oleh Para prajurit kediri yang dipimpin oleh Empu Bajil dan Dewi Sambi. Mpu Bajil sangat menginginkan Pedang Nagapuspa. Oleh karena itu dia terus memburu Mei Shin dan Lou Shi San.
Lou Shi San akhirnya tewas setelah beberapa lama hidup dalam pesakitan karena terkena Aji Segara Geni milik Mpu Tong Bajil. Mei Shin yang sebatang kara kemudian di tolong oleh Arya Kamandanu. Dalam kebersamaannya, kemudian tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya, tetapi lagi-lagi Arya Dwipangga merusak hubungan mereka. Mei Shin dihamili Dwipangga dengan cara yang licik. Namun Akhirnya Kamandanu tetap bertanggung jawab dan bersedia mengambil wanita cantik dari Tiongkok itu sebagai istrinya.
- Sakawuni
Adalah seorang gadis yang hidupnya ugal-ugalan. Dia adalah cucu Ki Sugata Brahma, Pendekar Lengan Seribu. Untuk melampiaskan dendamnya pada orang-orang Singasari, Sakawuni bergabung dengan orang-orang Kediri. Namun sebenarnya Sakawuni adalah seorang gadis berjiwa pendekar. Dia beberapa kali menolong Mei Shin, Lou Shi San, dan Kamandanu dari gangguan para prajurit kediri secara sembunyi-sembunyi. Dalam sebuah pertarungan melawan Mpu Bajil dan kawan-kawannya Kamandanu terluka parah. dia diselamatkan oleh Sakawuni dan dibawa ke rumah kakeknya. Ki Sugata Brahma mengatakan Bahwa luka Kamandanu bisa disembuhkan dengan Bunga Tunjung Biru. Untunglah Sakawuni bertemu dengan Kaki Tamparoang. Atas petunjuk Kaki Tamparoang Sakawuni membawa Kamandanu ke bukit Panampihan untuk meminta Bunga Tunjung Biru pada pemiliknya yaitu Dewi Tunjung Biru.
Ternyata Dewi Tunjung Biru adalah ibu kandung sakawuni yang sudah lama menghilang. Sakawuni senang bisa bertmu dengan ibu kandungnya dan luka-luka Kamandanu bisa disembuhkan.
Sakawuni pergi ke Majapahit untuk membunuh Banyak Kapuk, perwira Singasari yang telah meninggalkan ibunya. Hampir saja Banyak Kapuk terbunuh, tetapi akhirnya Sakawuni sadar dan mau memaafkan ayahnya itu. Dia akhirnya bersedia mengabdi pada Majapahit.
Bersama Arya Kamandanu Sakawuni menjalankan tugas sebagai prajurit Majapahit, termasuk di antaranya adalah menumpas gerombolan perampok yang dipimpin Empu Bajil. Setelah Gerombolan itu dihancurkan, Sakawuni dan Arya Kamandanu menikah.
Sayang, Sakawuni meninggal setelah melahirkan akibat mengalami pendarahan hebat. Sepeninggal Sakawuni Arya Kamandanu mengundurkan diri dari keprajuritan dan kembali menyepi di lereng Gunung Arjuno bersama anaknya.
Adalah pendekar sakti, tetapi kejam. Pendekar cebol dari Lereng Tengger ini memiliki senjata andalan yaitu tongkat Pencabut Roh dan ilmu pukulan maut yang bernama Aji Segara Geni. Empu Bajil adalah pemimpin kelompok pendekar yang membantu Pemerintah Kediri. Dalam sebuah pertarungan melawan Arya Kamandanu, Tongkat Pencabut Roh patah menjadi dua. Empu Bajil sangat marah. Dia lalu memperdalam Aji Segara Geni di Lereng Tengger. Setelah beberapa bulan lamanya Empu Bajil berhasil memperdalam Aji Segara Geni. Dia kembali turun Gunung. Kembali Empu Bajil bertarung melawan Arya Kamandanu. Mereka bertarung di Lembah Kardama. Dalam pertarungan itu Arya Kamandanu kalah dan Pedang Nagapuspa dapat direbut.
Dengan Pedang Nagapuspa di tangannya Empu Bajil menjadi semakin kuat. Dia dan kelompok perampoknya membuat kekacauan di mana-mana, bahkan kan dia berani membuat kekacauan di Majapahit. Namun Empu Bajil tidak lama memiliki Pedang Nagapuspa. Dengan kekuatan ghaib Nagapuspa Kresna dan Keris Empu Gandring, akhirnya Arya Kamandanu berhasil merebut kembali Pedang Nagapuspa. Dan Mpu Tong Bajil pun tewas setelah dadanya terhunjam Keris Empu Gandring.
Adalah seorang pendekar wanita yang cantik, tetapi berwajah dingin dan kejam. Dia adalah kekasih Empu Bajil. Dia sangat mencintai Empu Bajil. Dia rela meninggalkan gurunya di Gunung Kawi hanya demi cintanya pada Empu Bajil. Dari hubungannya dengan Empu Bajil, Dewi Sambi mengandung dan memiliki seorang bayi laki-laki yang bernama Layang Samba. Namun Layang Samba dipelihara oleh Dewi Upas, guru Dewi Sambi yang memiliki kesaktian luar biasa. Diantaranya dia menguasai ilmu ular. Dewi Upas bisa memanggil ribuan ular dan memerintahkan mereka melakukan sesuatu.
Dewi Sambi sangat berduka atas kematian Empu Bajil. Dia berusaha membalaskan dendam kematian Empu Bajil kepada Arya Kamandanu. Dia mengirimkan jasad Mpu Bajil yang disertai surat palsu yang berisi tantangan Arya Kamandanu ke Padepokan Tengger. Maksudnya supaya Wong Agung marah pada Arya Kamandanu. Akan tetapi Wong Agung tidak terpancing, karena dia tahu kalau Empu Bajil adalah seorang jahat. Kemudian Dewi Sambi bersekutu dengan Arya Dwipangga alias Pendekar Syair Berdarah. Bersama-sama mereka melawan Arya Kamandanu. Namun lagi-lagi usahanya tidak berhasil.
Dewi Sambi bertemu kembali dengan Mei Shin. Saat itu Mei Shin sedang dalam perjalanan ke Majapahit untuk mengobati Sang Prabu Kertarajasa Jayawardana. Dewi Sambi tidak menyangka kalau Mei Shin masih hidup. Dewi Sambi kemudian bertarung melawan Mei Shin. Dia ingin membunuh Mei Shin karena Mei Shin dianggap mempunyai hubungan dengan Arya Kamandanu. Namun Dewi Sambi selalu gagal menyarangkan Pukulan Tapakwisanya ketubuh Mei Shin. Setiap kali Aji Tapakwisa akan mengenai dirinya Mei Shin selalu bisa menghindar. Akhirnya Dewi Sambi menggunakan tipu muslihat. Dia berpura-pura minta maaf pada Mei Shin. Ketika Mei Shin sedang lengah, Dewi Sambi membokongnya. Tapi lagi-lagi Dewi Sambi tidak berhasil. Aji Tapakwisa malah membalik pada dirinya, sehingga Dewi Sambi tewas dengan tubuh terpancang di tonggak kayu. Itu adalah akibat kutukan Resi Wisambudi seorang pertapa yang dibunuhnya bersama Arya Dwipangga.
Adalah seorang pendekar yang tidak banyak bicara. Dia tidak kalah sakti dengan Empu Bajil dan Dewi Sambi. Pendekar dari Gunung Petiri ini mempunyai sebilah pedang ampuh berwarna kuning, sehingga disebut Pedang Kuning. Dengan Pedang Kuning ini Empu Renteng bisa membunuh lawannya dalam waktu beberapa detik. Selain itu dia juga memiliki ilmu kebal yang bernama Blabak Pengantolan. Tak ada senjata yang bisa menembus kulitnya, termasuk senjata pusaka. Ketika terjadi peperangan antara Majapahit melawan Kediri Empu Renteng bertarung melawan Ranggalawe. Empu Renteng mati-matian melawan Ranggalawe. Ternyata Ilmu Blabak Pengantolan tidak mampu menahan tajamnya Keris Megalamat Ranggalawe, sehingga Empu Renteng terluka parah. Empu Renteng akhirnya berpisah dengan Empu Bajil.Dia bermaksud mencari seorang tabib untuk menyembuhkan luka-lukanya. Namun dia malah bertemu dengan musuh lamanya, yaitu Watukura.
Watukura ingin menguji sejauh mana kemampuan Arya Dwipangga yang sudah menguasai Jurus Kidung Pamungkas. Dia menyuruh Arya Dwipangga untuk bertarung melawan Empu Renteng. Tentu saja Empu Renteng yang sedang terluka itu tidak mampu melawan Arya Dwipangga. Akhirnya dia tewas terkena Aji Kidung Pamungkas. Namun pada sisa-sisa kekuatannya Empu Renteng melemparkan Pedang Kuningnya kepada Watukura, sehingga Watukura pun tewas.
Keduanya sebenarnya saling mencintai sejak mereka masih sama-sama muda. Namun keduanya tidak mau mengungkapkan cintanya, sehingga sampai hari tua mereka tidak bisa hidup bersama. Keduanya selalu bertarung dan saling ejek setiap bertemu. Nini Ragarunting sering menyebut Kaki Tamparoang dengan sebutan ”sapi ompong”. Dan Kaki Tamparoang menyebut Nini Ragarunting dengan sebutan ”kambingpeot”. Namun keduanya juga saling tolong-menolong jika keadaan sedang genting.
Kaki Tamparoang tewas ketika membantu kemenakannya Gajahbiru yang memberontak terhadap Majapahit. Kematian Kaki Tamparoang sangat tragis. Seluruh tubuhnya tertembus anak panah sampai ke mulutnya. Nini Ragarunting sangat bersedih atas kematian Kaki Tamparoang. Dicabutinya anak-anak panah yang menancap di tubuh Kaki Tamparoang. Kemudian dikuburkannya mayat Kaki Tamparoang.
Sampai akhir hayatnya Nini Ragarunting hidup bersama-sama Ayu Wandira, walaupun beberapa kali sempat terpisah. Bagi Nini Ragarunting Ayu Wandira sudah dianggap sebagai cucunya sendiri.
Sandiwara radio
Daftar aktor dan aktris
Para aktor dan aktris pengisi suara dalam sandiwara radio Tutur Tinular tersebut adalah para artis dari Sanggar Cerita dan Sanggar Prathivi, antara lain:
- Ferry Fadli sebagai Arya Kamandanu
- M. Aboed sebagai Arya Dwipangga, Ike Mese, Mpu Sasi, Ma Bo Yie, Sokol
- Lily Nur Indah Sari sebagai Nari Ratih, Luh Jinggan, Sunggi
- Elly Ermawati sebagai Mei Shin
- Eddy Dhosa sebagai Lo Shi Shan, Mantri Segoro Winotan
- Ivone Rose sebagai Sakawuni
- Asdi Suhastra sebagai Mpu Ranubhaya, serta pembawa cerita untuk seri 091-720
- Hari Akik sebagai Mpu Hanggareksa, Kebo Anengah, Gajah Mada
- Lukman Tambose sebagai Mpu Tong Bajil, Aki Tangkur, Ki Surabaya
- Margareth sebagai Dewi Sambi
- Herry Setiono sebagai Sanggrama Wijaya, Murdaja, Kuda Prana, Ra Yuyu
- Nusri Nurdin sebagai Lembu Sora, Luruh, Gagak Sali, serta pembawa cerita seri 001-090
- Rusli Pontian sebagai Ranggalawe, Suraprabawa, Patih Emban
- Haryoko sebagai Kubilai Khan, Nambi, Aki Lumpang, Mpu Renteng, Resi Wisambudi, Resi Mahalalita, Panji Ketawang dewasa
- Iwan Dahlan sebagai Pranaraja, Aki Pamungsu, Ki Sugata Brahma, Rake Dukut, Ki Panggala, Mantri Prakrama
- Petrus Urspon sebagai Jaran Bangkal, Banyak Kapuk, Jayakatwang, Mei Hua, Gajah Pagon
- Narto Bantul sebagai Ardharaja, Adisara, Rembaka, Ki Talat Waja, Ra Wedeng
- Idris Apandi sebagai Ramapati, Banyak Kapuk, Macan Kumbang, Watukura
- Sono Sudiakso sebagai Arya Wiraraja, Mpu Lunggah, Aki Gumbreg, Rakawikirang
- Nenny Haryoko sebagai Ayu Pupu alias Dewi Tunjung Biru, Nyi Pamungsu
- Anna Sambayon sebagai Nini Raga Runting, Nyi Lemus, Nyi Kelu, Nyi Pamiji
- Mario Kulon sebagai Dangdi, Kaki Tanparoang, Ra Lumbu, Banyak Kapuk,
- Rio Sempana sebagai Panji Ketawang kecil
- Reneth sebagai Ayu Wandira kecil
- Suryadin Tandjung sebagai Jaran Lejong, Pakeling, Kalongpret
- Wenda Lubis sebagai Wirot, Kebo Anabrang, Langkir, Jaran Bangkal, Demung Wira
- Elly Panca sebagai Nyi Rongkot
- Yanwar sebagai Ra Tanca
- Herman Wijaya sebagai Tabib Wong Yin, Silananda Jaya
- Yulie Muliana sebagai Werda Murti, Palastri, Kurantil, Mei Shin, Ayu Wandira dewasa
- Bambang Jeger sebagai Patih Kebo Mundarang, Sudra Palong
- Mamuk Pratomo sebagai Kertanagara, Kebo Kluyur
- Wawan GW sebagai Ganggadara, Ki Bokor
- Benny Indrahadi sebagai Jarawaha, Shih Pie, Sanding, Kuntir, Sampit, Ra Banyak, Jana Lelung
- Sudibyanto sebagai Jaruju, Tambir, Kartawiyoga
- Wahyu Chandra sebagai Balawi, Meng Chi, Ki Janawidi
- A.P. Burhan sebagai Rakryan Wuruh, Chan Pie, Aki Pamiji, Banyak Dekur, Rake Patanjana, Rana Dikara, Mpu Tanduk, Wong Agung alias Resi Jana Maha Dwija
- Eny Budiono sebagai Parwati
- Katarina sebagai Nyi Warih
- Kasdu Dewa sebagai Dipangkara Dasa, Lembu Sora, Ra Podang
- Otis Perkasa sebagai Wong Chau
- Armand Donida sebagai Kau Hsing
- Budi Klontong sebagai Nambi, Ki Julungwangi
- Ai Mudji Rahayu sebagai Nararya Turuk Bali
- Bambang Hermanto sebagai Gajah Pagon, Wong Kilur
- Wied Harry Apriadjie sebagai Marakeh
- Freddy Canser sebagai Medangkungan
- Eddy Juni sebagai Linggapati, Puye, Ike Mese, Nambi
- Rini Marjan sebagai Sariti, Tribhuwaneswari, Nyi Tumpak Seti
- Novia Mandagi sebagai Mahadewi
- Jumirah sebagai Pradnya Paramita
- Wiwiek sebagai Rajapatni
- Mas'ud sebagai Wangsa Halemu
- Yayuk Kristanto sebagai Nyi Sepang
- Mogan Pasaribu sebagai Ra Pangsa
- Elyas sebagai Gajah Biru
Daftar judul episode
Jumlah keseluruhan kisah Tutur Tinular adalah 720 seri yang terbagi ke dalam 24 episode, atau setiap episode terdiri atas 30 seri dengan durasi kurang lebih 30 menit dan disiarkan setiap hari. Adapun judul-judul episodenya adalah sebagai berikut :
- Pelangi di Atas Kurawan, seri 1-30 (bulan ke-1)
- Kisah dari Seberang Lautan, seri 31-60 (bulan ke-2)
- Daun-Daun Bersemi Lagi, seri 61-90 (bulan ke-3)
- Kemelut Cinta di Atas Noda, seri 91-120 (bulan ke-4)
- Perguruan Lopandak, seri 121-150 (bulan ke-5)
- Cahaya Fajar Menembus Hutan Tarik, seri 151-180 (bulan ke-6)
- Mata Air di Tanah Gersang, seri 181-210 (bulan ke-7)
- Angkara Murka Merajalela, seri 211-240 (bulan ke-8)
- Badai Mengamuk di Atas Kediri, seri 141-270 (bulan ke-9)
- Pemberontakan Ranggalawe, seri 271-300 (bulan ke-10)
- Mutiara Ilmu di Atas Batu, seri 301-330 (bulan ke-11)
- Nagapuspa Kresna, seri 331-360 (bulan ke-12)
- Geger Pedang Nagapuspa, seri 361-390 (bulan ke-13)
- Keris Mpu Gandring, seri 391-420 (bulan ke-14)
- Kisah Seorang Prajurit Pelarian, seri 421-450 (bulan ke-15)
- Pemberontakan Gajah Biru, seri 451-480 (bulan ke-16)
- Pendekar Syair Berdarah, seri 481-510 (bulan ke-17)
- Dendam Lama dari Kurawan, seri 511-540 (bulan ke-18)
- Keluarga Prabu Kertarajasa Jayawardhana, seri 541-570 (bulan ke-19)
- Golek Kayu Mandana, seri 571-600 (bulan ke-20)
- Pemberontakan Lembu Sora, seri 601-630 (bulan ke-21)
- Gelapnya Malam Tanpa Bintang, seri 631-660 (bulan ke-22)
- Wong Agung Turun Gunung, seri 661-690 (bulan ke-23)
- Mendung Bergulung di Atas Majapahit, seri 661-720 (bulan ke-24)
Selain itu, S. Tidjab juga meluncurkan sekuel kelanjutan Tutur Tinular yang berjudul Mahkota Mayangkara, berkisah tentang Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Prabu Jayanagara, di mana pada akhirnya terjadi pemberontakan Ra Kuti yang berhasil ditumpas oleh Gajah Mada.
Sebagai lanjutan dari Mahkota Mayangkara, S. Tijab telah mempersiapkan sekuel ketiga berjudul Satria Kekasih Dewa, yang menceritakan generasi anak-anak dari tokoh Tutur Tinular. Namun produksi sekuel yang ketiga ini terhambat karena belum adanya sponsor sebagai penyandang dana.
Ringkasan Cerita Tutur Tinular Untuk setiap Episode
Berikut ini akan disajikan Ringkasan Cerita Tutur Tinular Untuk setiap Episode:
- Pelangi di Atas Kurawan, seri 1-30 (bulan ke-1)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Kisah dari Seberang Lautan, seri 31-60 (bulan ke-2)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Daun-Daun Bersemi Lagi, seri 61-90 (bulan ke-3)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Kemelut Cinta di Atas Noda, seri 91-120 (bulan ke-4)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Perguruan Lopandak, seri 121-150 (bulan ke-5)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Cahaya Fajar Menembus Hutan Tarik, seri 151-180 (bulan ke-6)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Mata Air di Tanah Gersang, seri 181-210 (bulan ke-7)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Angkara Murka Merajalela, seri 211-240 (bulan ke-8)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Badai Mengamuk di Atas Kediri, seri 141-270 (bulan ke-9)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Pemberontakan Ranggalawe, seri 271-300 (bulan ke-10)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Mutiara Ilmu di Atas Batu, seri 301-330 (bulan ke-11)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Nagapuspa Kresna, seri 331-360 (bulan ke-12)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Geger Pedang Nagapuspa, seri 361-390 (bulan ke-13)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Keris Mpu Gandring]], seri 391-420 (bulan ke-14)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Kisah Seorang Prajurit Pelarian, seri 421-450 (bulan ke-15)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Pemberontakan Gajah Biru, seri 451-480 (bulan ke-16)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Pendekar Syair Berdarah, seri 481-510 (bulan ke-17)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Dendam Lama dari Kurawan, seri 511-540 (bulan ke-18)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Keluarga Prabu Kertarajasa Jayawardhana, seri 541-570 (bulan ke-19)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Golek Kayu Mandana, seri 571-600 (bulan ke-20)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Pemberontakan Lembu Sora, seri 601-630 (bulan ke-21)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Gelapnya Malam Tanpa Bintang, seri 631-660 (bulan ke-22)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Wong Agung Turun Gunung, seri 661-690 (bulan ke-23)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
- Mendung Bergulung di Atas Majapahit, seri 661-720 (bulan ke-24)
Ringkasan cerita pada episode ini adalah sebagai berikut:
Film
Layar Lebar
Sukses sandiwara radio Tutur Tinular membuat para sineas mengangkat kisah ini ke dalam film layar lebar. Tercatat ada empat film Tutur Tinular dengan judul sebagai berikut:
Seri pertama ini diproduksi oleh PT. Kanta Indah Film, dengan disutradarai Nurhadi Irawan dan dibintangi Benny G. Raharja sebagai Arya kamandanu, Baron Hermanto sebagai Arya Dwipangga, Yoseph Hungan sebagai Mpu Ranubhaya, Elly Ermawati sebagai Mei Shin, dan Lamting sebagai Lo Shi Shan.
Kisah diawali dengan kehidupan Arya Kamandanu dan Arya Dwipangga yang memperebutkan gadis kembang desa bernama Nari Ratih. Berlanjut kemudian dengan kedatangan utusan Kaisar Kubilai Khan dari bangsa Mongolia yang menginginkan Prabu Kertanagara menyatakan tunduk. Dalam perjalanan kembali ke negerinya, utusan tersebut menangkap dan membawa serta Mpu Ranubhaya, guru Kamandanu.
Di negeri Tiongkok, Ranubhaya menciptakan Pedang Nagapuspa yang kemudian diserahkan kepada pasangan suami istri Lo Shi Shan dan Mei Shin. Kedua pendekar ini lantas terdampar di Pulau Jawa di mana mereka menjadi buronan para pendekar berwatak jahat yang mengincar Pedang Nagapuspa. Akhirnya Lo Shi Shan terbunuh, sedangkan Mei Shin ditolong oleh Arya Kamandanu.[6]
Sukses dengan Tutur Tinular 1, PT. Kanta Indah film kembali memproduksi Tutur Tinular 2 dengan Judul Pedang Naga Puspa Kresna. Seri kedua ini disutradarai oleh Abdul Kadir dan Prawoto S. Rahardjo, dengan dibintangi oleh Hans Wanaghi sebagai Arya Kamandanu, sedangkan Mei Shin diperankan oleh Linda Yanoman.
Film dengan durasi 84 menit ini menceritakan kelanjutan dari seri pertama. Setelah kematian suaminya, Mei Shin ditampung oleh Kamandanu. Kecantikan perempuan Tiongkok ini membuat Arya Dwipangga tergoda, meskipun ia sudah mempunyai istri. Terjadilah pemerkosaan dengan memanfaatkan obat bius, di mana Mei Shin sampai mengandung. Meskipun sakit hati karena ulah kakaknya, Kamandanu tetap berjiwa besar mau menikahi Mei Shin. Kemudian Mei Shin memberikan Pedang Nagapuspa kepada Kamandanu.
Dwipangga yang sakit hati melaporkan ke Kediri bahwa pedang Naga puspa berada di tangan Kamandanu. Akibatnya, pihak Kediri pun menyerang rumah ayahnya. Dalam serangan itu Mpu Hanggareksa, ayah Dwipangga dan Kamandanu, terbunuh.[7]
Tutur Tinular 3 di produksi PT. Elang Perkasa Film, dengan sutradara Prawoto S. Rahardjo yang dibintangi Sandy Nayoan sebagai Arya Kamandanu, dan Baron Hermanto sebagai Arya Dwipangga.
Seri ketiga ini mengisahkan kekacauan di wilayah Kerajaan Majapahit akibat ulah Arya Dwipangga yang muncul kembali sebagai Penddekar Syair Berdarah. Di lain pihak juga muncul Mpu Tong Bajil yang menculik beberapa anak kesatria demi menyempurnakan ilmu silatnya. Salah satu yang ia culik adalah Panji Ketawang, anak Dwipangga yang diasuh Kamandanu.
Terjadilah pertarungan segitiga antara Kamandanu, Dwipangga, dan Bajil. Kamandanu yang terluka parah ditolong istrinya, yaitu Sakawuni dan dibawa ke tempat Mpu Lunggah. Berkat pertolongan Mpu Lunggah dan putrinya yang bernama Luh Jinggan, Kamandanu dapat pulih kembali dan mengalahkan Mpu Bajil.[8]
Seri keempat yang disutradarai Jopijaya Burnama ini mengisahkan intrik yang ditimbulkan Ramapati (diperankan Remy Sylado) untuk menyingkirkan Arya Kamandanu (kembali diperankan Benny G. Rahardja) dari Kerajaan Majapahit. Selain itu, Ramapati juga berusaha membunuh Sanggrama Wijaya raja Majapahit, dan menggantinya dengan putra mahkota, Jayanagara, agar bisa menjadi raja boneka bagi dirinya.
Ulah Ramapati tersebut mendapat bantuan seorang wanita bernama Dewanggi (diperankan Fitria Anwar, serta dengan memperalat Dewi Sambi (istri Mpu Bajil) sebagai penebar racun. Rencana jahat meracuni raja tersebut dapat digagalkan Kamandanu yang membawa tabib bernama Nyai Paricara, yang tidak lain adalah Mei Shin.[9]
Layar Kaca
Sukses dalam sandiwara radio dan film layar lebar, Tutur Tinular kemudian diangkat ke layar perak oleh PT. Genta Buana Pitaloka pada tahun 1997. Serial ini disutradarai oleh Muchlis Raya dan skenario ditulis oleh Imam Tantowi. Ditayangkan pertama kali pada tanggal 25 Oktober 1997 di ANTeve (Season 1), Indosiar (Season 2).
Sukses di ANTeve, sinetron serial Tutur Tinular kemudian dilanjutkan ke bagian dua yang ditayangkan di Indosiar. Adapun bagian pertama berkisah tentang kehidupan awal Arya Kamandanu sampai peresmian Sanggrama Wijaya sebagai raja Kerajaan Majapahit. Sementara bagian kedua berkisah tentang pemberontakan Ranggalawe sampai pemberontakan Ra Kuti. Dengan demikian, serial sinetron Tutur Tinular merupakan visualisasi gabungan dua sandiwara radio, yaitu Tutur Tinular dan Mahkota Mayangkara.
Setelah sukses ditayangkan di dua stasiun televisi yaitu ANTeve, dan Indosiar, Gentabuana Pitaloka mengubah format serial tersebut menjadi FTV (film televisi) dengan total keseluruhan berjumlah 27 episode, yaitu:
- Kidung Cinta Arya Kamandanu
- Wasiat Mpu Gandring
- Pelangi di Langit Singasari
- Pedang Naga Puspa
- Pertarungan di Candi Sorabhana
- Kembang Gunung Bromo
- Balada Cinta Mei Shin
- Satria Majapahit
- Bunga Tunjung Biru
- Ayu Wandira
- Prahara di Gunung Arjuno
- Senjakala di Kediri
- Mahkota Majapahit
- Tragedi di Majapahit
- Jurus NagapPuspa
- Misteri Keris Penyebar Maut
- Pengorbanan Mei Shin
- Pendekar Syair Berdarah
- Dendam Arya Dwipangga
- Korban Birahi
- Prahara Naga Krisna
- Karmaphala
- Wanita Persembahan
- Pangeran Buron
- Pemberontakan Nambi
- Pemberontakan Ra Semi
- Gajahmada
Adapun para aktor dan aktris yang membintangi serial ini antara lain:
- Anto Wijaya sebagai Arya Kamandanu
- Piet Ermas sebagai Arya Dwipangga
- Devi Zuliaty sebagai Nari Ratih
- Murti Sari Dewi sebagai Sakawuni
- Lamting sebagai Loe Shih Shan
- Agus Kuncoro sebagai Raden Wijaya (Prabu Kertarajasa Jayawardhana)
- Chairil JM sebagai Mpu Ranubhaya
- Hendra Cipta sebagai Mpu Hanggareksa
- Syaiful Anwar sebagai Mpu Tong Bajil
- Anika Hakim sebagai Dewi Sambi
- Tizar Purbaya sebagai Prabu Kertanagara
- Piet Pagau sebagai Prabu Jayakatwang (musim 1) dan Mpu Lunggah (musim 2)
- Nungki Kusumastuti sebagi Nararya Turukbali
- Hadi Leo sebagai Lembu Sora
- Herbi Latul sebagai Ranggalawe
- Candy Satrio sebagai Patih Nambi
- Rayvaldo Luntungan sebagai Rakai Dukut dan Dyah Halayudha
- Rizal Muhaimin sebagai Ardharaja (season 1) dan Ra Tanca (season 2)
- Johan Saimima sebagai Patih Kebo Mundarang
- Yoga Pratama sebagai Jayanagara remaja
- Irgy Ahmad Fahrezi sebagai Prabu Jayanagara
- Hans Wanaghi sebagai Meng Chi
- Wingky Harun sebagai Ki Tamparowang
- Dian Sitoresmi sebagai Nini Ragarunting
- Lilis Suganda sebagai Ayu Pupuh/Dewi Tunjung Biru (season 1) dan Tribhuwaneswari 2 (season 2)
- Teddy Uncle sebagai Pranaraja (season 1) dan Mpu Wahana (season 2)
- Rizal Djibran sebagai Ra Kuti
- Febriyanti sebagai Gayatri
- Niken Ayu sebagai Tribhuwana Wijayatunggadewi kecil
- Dhini Aminarti sebagai Tribhuwana Wijayatunggadewi
- Fisca Fadia Al Fariz sebagai Dyah Wiyat
- Yuni Sulistyawati sebagai Palastri (season 1), Luh Jinggan (season 2), dan Sitangsu (season 2)
- Wulan Guritno sebagai Praharsini
- Trixie Fadriane Etheim sebagai Ayu Wandira kecil
- Suzanna Meilia sebagai Sunggi (season 1), Dyah Dara Pethak (season 2), dan Ayu Wandira dewasa (season 2)
- Benny Burnama sebagai Ki Pamungsu
- Bambang Suryo sebagai Arya Wiraraja
- Rendy Ricky Bramasta sebagai Banyak Kapuk
- Deonardus sebagai Jambunada
- M. Iqbal sebagai Panji Ketawang kecil
- Sawung Sembadha sebagai Panji Ketawang remaja
- Rizal Fadli sebagai tokoh figuran (season 1), Balunghura (season 1), pengikut Gajah Biru (season 2), dan Panji Ketawang dewasa (season 2)
- Eddy Dhosa sebagai Kuda Prana
- Revaldo sebagai Gajah Mada
- Rifky Alfarez sebagai Cakradara
- Hendri Hendarto sebagai Kudamerta
- David Macpal sebagai Dangdi
- Anne J. Cotto sebagai Mertaraga
- Irman F.R. Heryana sebagai Lanang Dhanapala
- Aspar Paturusi sebagai Rekyan Wuru
- S. Manan Dipa sebagai Ramapati (season 1), penduduk Lopandan (season 1), Mpu Sasi (season 2), dan Rakai Pamitihan (season 2)
- Fitria Anwar sebagai Kurantil
- Tien Kadaryono sebagai Nyi Pamiji
- Alex Bernard sebagai Kebo Kluyur (season 1) dan Wong Yin (season 2)
- Andre Yega sebagai Adirasa (season 1) dan Jarawaha (season 2)
- Nani Somanegara sebagai Nyi Rongkot
- Antoni Sumadi sebagai Ki Sugatabrahma
- Rochim Lahatu sebagai Kebo Anabrang (season 1 dan 2) dan Jabung Tarewes (season 2)
- Tanase sebagai Gajah Pagon (season 1) dan anak buah Mpu Tongbajil (season 2)
- Zainal Pattikawa sebagai Jaran Lejong (season 1) dan Ra Wedeng (season 2)
- Norman Syam sebagai Jarawaha (season 1), Gajah Biru (season 1 dan 2), dan Ra Yuyu 2 (season 2)
- Garnis Pangandaran sebagai Langkir (season 1), anak buah Mpu Tongbajil (season 2), dan Trisura (season 3)
- Steven Sakari sebagai Wong Chau
- Ricky Husada sebagai Chan Pie
- Land Sudirman Piyana sebagai Linggapati
- Abhie Cancer sebagai Kau Hsing 2
- Lilis Puspitasari sebagai Werdamurti (season 1) dan Jangir (season 2)
- Prie Panggie sebagai pemilik kedai (season 1), Ra Kawi (season 1), dan Walikadep (season 2)
- Krisno Bossa sebagai Ki Bokor
- Uliasari sebagai Retno Palupi
- Aldona Toncic sebagai Nyi Tumpeksekti
- Tyas Wahono sebagai Wong Agung
- David Macpal sebagai Dangdi
Khusus untuk adegan pembuatan Pedang Naga Puspa yang dikisahkan terjadi di istana Kubilai Khan, tidak segan-segan para artis dan kru sinetron ini melakukan pengambilan gambar di Tiongkok seperti di Tembok Besar Tiongkok dan beberapa tempat lainnya, dengan menggandeng Studio Cho Cho Beijing untuk bekerja sama. Penyutradaraan selama pengambilan gambar di Tiongkok dikerjakan oleh Prof. Mu Tik Yen sutradara kenamaan asal Tiongkok spesialis sinema kolosal. Adapun para aktor dan aktris Tiongkok yang ikut terlibat dalam pembuatan seri ini adalah:
- Lie Yun Juan sebagai Mei Shin
- Batdorj-in Baasanjab sebagai Kau Hsing 1
- Tian Wei Dong sebagai Kubilai Khan
Tidak hanya itu, Li Yun Juan melanjutkan perannya untuk penggambilan gambar di Indonesia sebagai Mei Shin yang merupakan tokoh utama wanita dalam serial ini.
Dalam sinetron tersebut digunakan teknologi dubbing, yang masih menggunakan suara para artis PT. Prathivi Kartika Film sebagaimana versi sandiwara radio. walaupun ada beberapa tokoh yang tidak di dubbing oleh pengisi suara yang sebenarnya sebagaimana penokohan dalam sandiwara radionya, sinetron ini masih patut untuk di tonton, seperti contohnya tokoh Arya Dwipangga yang dalam sandiwara radio di perankan oleh M. Aboed namun dalam sinetron ini dubbing oleh Petrus Urspon walau akhirnya pada season kedua tokoh Arya Dwipangga akhirnya di dubbing juga oleh tokoh aslinya dalam sandiwara radio yaitu M. Aboed, dalam berbagai judul sandiwara radio M. Aboed adalah spesialis untuk tokoh dengan aksen-aksen suara yang khusus untuk melantunkan syair-syair seperti dalam tokoh Arya Dwipangga ini yang dalam penokohannya adalah seorang sastrawan dan seorang pendekar yang selalu melantunkan syair-syair yang indah dan mengerikan, dengan syairnya Arya Dwipangga mampu menaklukkan banyak wanita namun dengan syairnya juga ia mampu melukai bahkan membunuh para musuh-musuhnya.
Tutur Tinular Versi 2011 (2011-2012)
Karena sukses besar pada serial televisi sebelumnya, pada tahun 2011, Tutur Tinular kembali diangkat dan dikemas dalam sebuah sinetron dengan warna yang berbeda menjadi sebuah serial laga oleh Genta Buana Paramita yang ditayangkan di Indosiar. Tutur Tinular Versi 2011 ini juga banyak melibatkan aktor dan aktris pendatang baru. Proses sulih suara yang menjadi ciri khas sinetron laga pun ditiadakan. Berbeda dengan versi lama tahun 1997 yang tayang satu minggu satu kali, maka versi 2011 ini tayang setiap hari dengan durasi selama 2 jam.
Pedang Naga Puspa (2015)
SCTV bekerja sama dengan Amanah Surga Productions & Dini Insan Film kembali mengangkat kisah Tutur Tinular dengan tajuk Pedang Naga Puspa.Alasan menggunakan judul ini adalah untuk menghilangkan jejak buruk Tutur Tinular Versi 2011.untuk peran utama,serial ini kembali memilih Rico Verald sebagai Arya Kamandanu.Serial ini akan mulai tayang hari Senin,7 Desember 2015 pukul 19.45 WIB.
Referensi
- ^ Laman Radio Streaming Karimata, di siarkan setiap Senin s/d Sabtu Pukul 18.00 WIB
- ^ Laman Radio Streaming Bintang Tenggara, disiarkan setiap Senin s/d Sabtu Jam 09:00 s/d 10:00 WIB
- ^ Laman Radio Streaming Istana FM, disiarkan setiap Senin s/d Minggu Jam 11:00 s/d 12:00 WIB
- ^ Laman Radio Streaming Patria FM, disiarkan setiap Senin s/d Minggu Jam 10:00 s/d 11:00 WIB
- ^ Laman Radio Streaming Asdisuara Jakarta.
- ^ Laman Tutur Tinular , diakses pada 16 Februari 2010
- ^ Laman Tutur Tinular II, diakses pada 16 Februari 2010
- ^ Laman Tutur Tinular III, diakses pada 16 Februari 2010
- ^ Laman Tutur Tinular IV, diakses pada 16 Februari 2010
Pranala luar
- (Indonesia) Radio Streaming Karimata FM Pamekasan Madura
- (Indonesia) Radio Streaming Bintang Tenggara FM Banyuwangi
- (Indonesia) Radio Streaming Istana FM Bojonegoro
- (Indonesia) Radio Streaming Patria FM Blitar
- (Indonesia) Radio Streaming Asdisuara Jakarta
- (Indonesia) Resensi@Perfilmanjibis.pnri
- (Indonesia) Tutur Tinular - Mahkota Mayangkara - Satria Kekasih Dewa Karya S. Tidjab
- (Indonesia) Sandiwara Radio Community
- (Indonesia) Fp. Tutur Tinular versi 2011 Indosiar