Fadjroel Rachman

Politikus dan diplomat asal Indonesia
Revisi sejak 30 Juni 2019 12.07 oleh NawanP (bicara | kontrib) (ejaan nama (per [https://m.merdeka.com/fadjroel-rachman/profil/]))

Muhammad Fadjroel Rachman (lahir 17 Januari 1964[1]) adalah seorang peneliti, penulis, pengamat politik[2] dan aktivis mahasiswa tahun 1980 hingga 1998. Publik lebih mengenalnya sebagai sosok kandidat bakal Calon Presiden Independen sejak tahun 2009. Pada tahun 2015, Fadjroel Rahman diangkat menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk., BUMN yang bergerak di bidang konstruksi.

Fadjroel Rachman
LahirMuhammad Fadjroel Rachman
17 Januari 1964 (umur 60)
Indonesia Banjarmasin, Indonesia
KebangsaanIndonesia Indonesia
Almamater Institut Teknologi Bandung
Berkas:Makara UI.png Universitas Indonesia
PekerjaanAktivis
Pembawa acara
Pengamat politik
Peneliti
Tempat kerja PT Adhi Karya (Persero) Tbk., (Komisaris Utama)
Dikenal atasAktivis 98
Demonstran ITB tahun 1989-1990
Partai politikIndependen

Riwayat Hidup

Fadjroel Rachman lahir di Banjarmasin pada tanggal 17 Januari 1964. Ia memiliki darah Banjar dan Bugis. Fadjroel merupakan Pelajar Teladan sejak Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas se-Kalimantan Selatan. Setelah tamat SMA kemudian dia pergi ke pulau Jawa untuk kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Kimia, lalu Manajemen Keuangan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister Hukum (Ekonomi) di Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (lulus dengan predikat Summa Cum Laude). Dirinya masih menjadi kandidat Doktor Ilmu Komunikasi Pascasarjana FISIP Universitas Indonesia (Komunikasi Politik).

Pada masa Orde Baru, Ia sempat mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan akibat aktivitasnya menentang pemerintahan Jenderal Besar Soeharto dan Rezim Orde Baru semasa menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung.[3] Fadjroel bersama lima rekannya dipindah-pindah dari penjara satu ke penjara lainnya. Dari Rumah Tahanan Militer Bakorstanasda Jawa Barat, ia dipindah ke Penjara Kebonwaru, lalu ke Penjara Batu di Pulau Nusakambangan, dan terakhir di Penjara Sukamiskin (tempat Ir. Soekarno Presiden Pertama Republik Indonesia dipenjarakan penjajah Belanda).

Karier

Aktivisme

Kecintaan Fadjroel dengan buku-buku dan kelompok diskusi dan debat di kampus mengantarkan pergaulannya dengan sejumlah budayawan dan intelektual seperti almarhum Soebadio Sastrosumitro, Mochtar Lubis, Sarbini Somawinata, Sutan Takdir Alisjahbana dan Soedjatmoko. Atas usulan Soedjatmoko pula ia terlibat dalam Forum Pemuda Asia Pasifik di Tokyo sampai sekarang. Pada tahun 1987-1989, tiga tahun setelah kuliah, Fadjroel bersama-sama dengan para aktivis mahasiswa lainnya melakukan advokasi untuk petani di daerah Kacapiring, Batununggal, Kota Bandung dan Badega (Kampung Badega, Desa Cipangramatan, Cikajang, Garut). Masih pada masa represif Soeharto, ia ditunjuk menjadi komandan lapangan dalam aksi long march sejauh 60 kilometer dari Kampus ITB menuju Cicalengka. Aksi itu sempat dibubarkan oleh polisi dengan menghujani peserta aksi dengan peluru karet.

Fadjroel bersama kawan-kawannya juga beraksi menolak kedatangan Rudini yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri, dan menuntut turunnya Jenderal (purn) Soeharto sebagai Presiden karena kediktatorannya. Buntutnya Fadjroel bersama lima rekan lainnya ditangkap. Mereka mendekam di ruang tahanan Bakorstranasda selama satu tahun sebelum akhirnya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Ia terlibat Gerakan Lima Agustus ITB (1989) yang menuntut penurunan Soeharto dan menjadi tahanan politik berpindah-pindah 6 (enam) penjara termasuk Sukamiskin dan Nusakambangan.

Di balik empat penjara yang dijalaninya, Fadjroel menulis esai, novel dan puisi. Puisi-puisi yang dituliskan di balik terali penjara itu kemudian diterbitkan dalam kumpulan puisi Catatan Bawah Tanah dan Sejarah Lari Tergesa. Mochtar Lubis berminat menerbitkan puisi-puisi yang tercantum dalam pledoinya, kecuali dua puisi yang dianggap terlalu keras pada waktu itu. Esai-esai penjaranya dimasukkan dalam buku "Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat" dan "Democracy Without the Democrats: On Freedom, Democracy and The Welfare State," lalu novelnya (direncanakan pentalogi) diterbitkan Gramedia Pustaka Utama berjudul "Bulan Jingga dalam Kepala." Puisi-puisi perjalanannya di Eropa (Berlin dan Amsterdam) diterbitkan dalam antologi puisi "Dongeng Untuk Poppy" yang memenangkan Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2007.

Kegiatan Pra-Reformasi 1998

Di ITB, aktif dalam kegiatan sastra, pers, kebudayaan, dan kelompok studi, antara lain: Presiden Grup Apresiasi Sastra (GAS), Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyakatan (PSIK), Kodim Sabtu (Kelompok Diskusi Mahasiswa Sabtu), Badan Koordinasi Unit Aktivitas (BKUA) ITB, Komite Pembelaan Mahasiswa (KPM) ITB, Majalah Ganesha ITB (Pendiri dan Ketua Dewan Redaksi), serta Kelompok Sepuluh Bandung. Ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), organisasi profesi jurnalis, yang didirikan oleh para wartawan muda Indonesia pada 7 Agustus 1994 di Bogor, Jawa Barat, melalui penandatangan Deklarasi Sirnagalih, setelah pemberedelan majalah Tempo, Editor dan Tabloid DeTik oleh rezim Soeharto. Di lembaga think-tank Forum Demokrasi yang dianggap kekuatan oposisi utama melawan Soeharto dan Orde Baru, Fadjroel aktif sejak 1992 bersama Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Marsillam Simanjuntak, Theodorus Jacob Koekerits (Ondos), Arief Budiman, Todung Mulya Lubis, Rocky Gerung, Rahman Tolleng dan Bondan Gunawan.

Gerakan mahasiswa 1998

Ia memilih meniti karier sebagai manajer pengembangan bisnis dan analis keuangan di Grup Bukaka, tetapi hanya bertahan selama tiga tahun. Ia kemudian merintis usaha sendiri bersama kawan-kawannya sembari melanjutkan aktivisme dan melanjutkan kuliahnya di pascasarjana Universitas Indonesia (UI) bidang studi ekonomi dan hukum ekonomi. Ia kembali terjun menjadi aktivis dengan statusnya sebagai Ketua Presidium Forum Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia Forum Wacana UI, bersama ribuan mahasiswa, kembali menuntut Soeharto turun dari kekuasaannya pada 18 – 21 Mei tahun 1998, hingga Jenderal Besar Soeharto mengundurkan diri dan Rezim Orbe Baru dibubarkan. Fadjroel adalah seorang sosial-demokrat, penyokong penuh Negara Kesejahteraan (Welfare State) seperti yang diimpikan para founding fathers seperti Sutan Sjahrir (Perdana Menteri I Republik Indonesia) dan Mohammad Hatta (Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia), lihat Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta

Kegiatan Pasca Reformasi

Ikrar Kaum Muda Indonesia

Pada tanggal 28 Oktober 2007 bertempat di Gedung Arsip Nasional, Jl. Gajah Mada, Jakarta Barat, Jakarta Fadjroel Rachman bersama dengan teman-temannya mendeklarasikan Ikrar Kaum Muda Indonesia dengan tema sentral "Saatnya Kaum Muda Memimpin." Pasca jatuhnya Soeharto-Orde Baru, Fadjroel aktif menjadi presenter acara talkshow di radio dan televisi: JakNews FM, RRI, TVRI, Indosiar, SunTV, JakTV, selain narasumber ekonomi-politik-hukum di SCTV, RCTI, MetroTV, NetTV, GlobalTV, KompasTV, dan narasumber tetap politik-hukum di Indonesia Lawyers Club TVOne yang diasuh Karni Ilyas. Kolumnis yang sangat aktif di semua media nasional Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, bahkan menulis di The New York Times (6 Februari 2010) bersama aktivis 'kelas dunia' Wang Dan (China), Ko Bo Kyi (Myanmar), Nguyen Dan Que (Vietnam) untuk memperingati 20 tahun mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela dibebaskan dari penjara Apartheid Afrika Selatan.[4]

Dukungan Terhadap Calon Independen dan Kegiatan Anti Korupsi

Selain itu, Ia turut mendirikan perhimpunan berbadan hukum Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) yang turut meloloskan Pemilukada Independen di Mahkamah Konstitusi pada 23 Juli 2007, meloloskan Pemilukada Independen untuk Provinsi Aceh pada tahun 2010, dan bersama Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak (Effendi Gazali, Prof. Hamdi Muluk, dll) memenangkan judicial review Pemilu Serentak di Mahkamah Konstitusi yang akan dilaksanakan pada tahun 2019.[5] Ia juga memperjuangkan Calon Presiden Independen di Mahkamah Konstitusi dan bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memperjuangan Amendemen Ke-V di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Mahkamah Konstitusi juga mengabulkan judicial review Fadjroel Rachman sebagai Presiden Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) untuk mengubah persyaratan Pemilihan Kepala Daerah dari jalur Independen (kandidat perseorangan) dengan memperhitungkan prosentase proporsional terhadap Daftar Pemilih Tetap pemilu sebelumnya, bukan lagi berdasarkan populasi (jumlah penduduk). "Kemenangan rakyat dan demokrasi," kata Fadjroel Rachman di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 September 2015.[6][7]

Kegiatan Lain

Selain itu, Ia mendirikan KOMPAK (Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi) bersama sejumlah tokoh LSM dan Akademisi[8], merintis usaha di PT. Pedoman Group (media, komunikasi, riset dan konsultan), media online nasional yang dirintisnya adalah www.pedoman.id sejak 29 November 2010. Juga menjabat Komisaris Independen di Persada Group, perusahaan penyedia menara BTS (Tower Provider), Gedung Perkantoran dan Hydro Power. Fadjroel juga menjadi Direktur Eksekutif Pedoman Indonesia Research and Consulting (PIRC) dan menjabat Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI) 2013–2016. Pendiri dan anggota Lingkar Muda Indonesia (LMI) perkumpulan para kolumnis Harian Kompas @hariankompas.

Kegiatan sosial yang sedang dirintis Fadjroel Rachman sejak tahun September 2011 adalah Yayasan Indonesia Cerdas dengan tagline: Indonesia Cerdas, Mencerdaskan Indonesia (lihat akun twitter @RI_Cerdas di Twitterland) yang dikhususkan untuk membangun infrastruktur dan Sumber Daya Manusia pendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD), meliputi pembangunan perpustakaan, perbaikan/renovasi gedung Sekolah Dasar, pelatihan guru Sekolah dasar agar berdaya saing Internasional, dan memberikan beasiswa kepada siswa/i Sekolah Dasar berprestasi dan berbakat. Perpustakaan yang sudah dibangun dan diserahkan berlokasi di SDN 01 Pagi Cilincing Jakarta Utara, DKI Jakarta, pada tanggal 5 Juni 2013. Sekarang sedang menggarap pembangunan Perpustakaan Multatuli di bekas rumah Multatuli (nama pena Eduard Douwes Dekker) yang mengarang novel satiris Max Havelaar (1860)dan difilmkan dengan judul "Saijah dan Adinda", lokasi perpustakaan Multatuli di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten (lihat Eduard Douwes Dekker). Fadjroel Rachman dapat dihubungi di akun twitter @fadjroeL

Relawan Jokowi

Menjadi Relawan Salam Dua Jari (bersama Abdee 'Slank' Negara, Addie MS, Joko Anwar, Nia Dinata, Olga Lydia, Triawan Munaf, Andien Aisyah, Adib Hidayat, Glenn Fredly, dll) dan opinion makers Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanye pemilihan presiden tahun 2014, serta menjadi juru bicara Panitia Nasional "Gerakan Ayo Kerja" untuk Peringatan 70 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang diketuai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prof. Dr. Pratikno M.Soc.Sc dan dicanangkan Presiden Jokowi dari Nol Kilometer Indonesia 10 Maret 2015 di Kota Sabang, Provinsi Aceh dan berakhir di Kota Merauke, Provinsi Papua.

Setelah peristiwa penembakan brutal oleh sejumlah teroris di pertokoan Sarinah Mall Jakarta pada tanggal 14 Januari 2016, bersama sejumlah tokoh nasional seperti Goenawan Mohamad, Todung Mulya Lubis, Franz Magniz-Suseno, Yenny Wahid (putri mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid) membuat Gerakan Nasional #KamiTidakTakut (We Are Not Afraid) untuk mengajak semua rakyat Indonesia dan internasional bersama-sama melawan segala bentuk terorisme di Indonesia dan dunia.[9]

Kegiatan Lain

Saat ini, ia aktif mengembangkan Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman Indonesia) atau Research Institute of Democracy and Welfare State dan kerjasama internasional di jaringan Southeast Asian Forum for Democracy, dan Asia Pacific Youth Forum (Tokyo). Pernah aktif di Forum Demokrasi, Konfederasi Pemuda dan Mahasiswa Sosial-Demokrat Indonesia (KPMSI), dan Masyarakat Sosial-Demokrat Indonesia (MSI/Ketua Badan Pekerja). Kandidat (42 besar) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Sejumlah penelitian dan artikelnya dibukukan bersama seperti Social Democracy Movement in Indonesia (FES, 2001), May Revolution and Mass Media (Gramedia, 2001), dan Soetan Sjahrir: Guru Bangsa (PDP Guntur 49, 1999). Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat (Penerbit Koekoesan, 2007), Democracy Without The Democrats: On Freedom, Democracy, and The Welfare State (FES, 2007)[10], Bulan Jingga Dalam Kepala (Novel, Gramedia, 2007), dan Indonesianisasi Saham Penanaman Modal Asing: Studi Tentang PT Freeport Indonesia (2013).[11]

Buku dan karya

  • Menggugat Indonesia: Republik Tanpa Publik (Pledoi Pengadilan Mahasiswa ITB, 1990)
  • Democracy without The Democrats: On Freedom, Democracy and The Welfare State (Friedrich Ebert Stiftung, 2007) ‎
  • Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat (Penerbit Koekoesan, 2006)
  • May Revolution and Mass Media (Penerbit Gramedia, 2001)
  • Antologi puisi Catatan Bawah Tanah (Yayasan Obor Indonesia, 1992)
  • Antologi puisi Dongeng untuk Poppy (Penerbit Bentang, 2007) menjadi Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2007, dan dianugerahi 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008
  • Antologi Puisi Sejarah Lari Tergesa dinominasikan pada Khatulistiwa Literary Award 2005
  • Bulan Jingga Dalam Kepala (Novel, Gramedia, 2007)
  • Indonesianisasi Saham Penanaman Modal Asing: Studi Tentang PT Freeport Indonesia (2013)

Antologi puisinya Sejarah Lari Tergesa (GPU, 2004) menjadi nominator Khatulistiwa Literary Award 2005. Karya-karya lainnya, Catatan Bawah Tanah (YOI, 1993), Pesta Sastra Indonesia (Kelompok Sepuluh, Bandung, 1985), Lingkar Sokrates dan Aku Ratu Kemalasari (Novel, proses penerbitan) dan Menggugat Indonesia: Republik Tanpa Publik (Pledoi, proses penerbitan).

Referensi

Pranala luar