Sastra Lampung

Sastra Melayu lama di Sumatra
Revisi sejak 15 Mei 2019 23.39 oleh Rahmatdenas (bicara | kontrib) (Menolak perubahan teks terakhir (oleh 125.162.125.100) dan mengembalikan revisi 15068144 oleh Rahmatdenas)

Sastra Lampung adalah sastra yang menggunakan bahasa Lampung sebagai media kreasi, baik sastra lisan maupun sastra tulis. Sastra Lampung memiliki kedekatan dengan tradisi Melayu yang kuat dengan pepatah-petitih, mantera, pantun, syair, dan cerita rakyat.

Sastra lisan

Sastra lisan Lampung menjadi milik kolektif suku Lampung. Ciri utamanya kelisanan, anonim, dan lekat dengan kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung. Sastra itu banyak tersebar dalam masyarakat dan merupakan bagian sangat penting dari khazanah budaya etnis Lampung.

Jenis Sastra Lisan Lampung

A. Effendi Sanusi (1996) membagi sastra lisan Lampung menjadi lima jenis: peribahasa, teka-teki, mantera, puisi, dan cerita rakyat.


Sesikun/Sekiman (Peribahasa)

Sesikun/Sekiman adalah bahasa yang memiliki arti kiasan atau semua bahasa berkias. Fungsinya sebagai alat pemberi nasihat, motivasi, sindiran, celaaan, sanjungan, perbandingan, atau pemanis dalam berbahasa.

Contoh 1: Di kedo biduk teminding, di san wai tenimbo.

    Artinya: Pandai-pandailah membawa diri, bersikaplah sesuai dengan adat-istiadat setempat.

Contoh 2: Dang happuk di kemutik, beguno ki gayah.

    Artinya: Jangan meremehkan orang yang tidak punya atau orang bodoh; siapa tahu dalam keadaan 
             tertentu justru mereka yang bisa membantu.

Seganing/Teteduhan (Teka-Teki)

Seganing/Teteduhan adalah soal yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran.

Contoh: Sanak sangomuaghei lapah di sabah. Makai kawai besei, kepiahno adek bah. Nyokidah?apa jawabannya??

Memang (Mantra)

Memang adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib: dapat menyembuhkan, dapat mendatangkan celaka, dan sebagainya.

Warahan (Cerita Rakyat)

Warahan adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan secara lisan; bisa berbentuk epos, sage, fabel, legenda, mite, atau semata-mata fiksi.

Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya (A. Effendi Sanusi, 1996).


Bentuk-Bentuk Puisi Lampung

Berdasarkan fungsinya, ada lima macam puisi Lampung: paradinei/paghadini, pepaccur/pepaccogh/wawancan, pattun/segata/adi-adi, bebandung, dan ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang.


Paradinei/Paghadini

Paradinei/paghadini adalah puisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan jurubicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi. Secara umum, isi paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan (A. Effendi Sanusi).

Contoh1:

             Penano cawono pun, tabik ngalimpuro.
             Sikam jo keno kayun, tiyan sai tuho rajo.
             Ki cawo salah susun, maklum kurang biaso.
             Sikam nuppang betanyo, jamo metei sango iringan.
             Metei jo anjak kedo, nyo maksud dan tujuan.
             Mak dapek lajeu di jo, ki mak jelas lapahan.
             dst.

Contoh 2:

         Tabik pun nabik tabik,tabik pun ngalimpukha
         sikam ji sanak tepik,haga numpang butanya
         mahaf ki salah cutik,gelakhne mangkung biasa
         sikam numpang butanya,jama pekhwatin si wat dija
         kuti ji anjak ipa,api haga cekhita
         dst.

Pepaccur/Pepaccogh/Wawancan

Pepaccur/Pepaccogh/Wawancan adalah salah satu jenis sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi, yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat (adek/adok)

Sudah menjadi adat masyarakat Lampung bahwa pada saat bujang atau gadis meninggalkan masa remajanya, pasangan pengantin itu diberi adek/adok sebagai penghormatan dan tanda bahwa mereka sudah berumah tangga. Pemberian adek/adok dilakukan dalam upacara adat yang dikenal dengan istilah ngamai adek/ngamai adok (jika dilakukan di tempat mempelai wanita), nandekken adek dan inei adek/nandok

             gelakhne ............. anjak pekon .............
             bingi hinji lagi senang sekhta bahagia
             lain moneh tipugampang astawa dipumudah
             adokne sanak sinji yakdo lah ............
             dst

Pattun/Segata/Adi-Adi

Berkas:Adi-adi.jpg
Contoh puisi tradisional "Adi-adi" dalam aksara Lampung.

Pantun/Segata/Adi-Adi adalah salah satu jenis puisi Lampung yang di kalangan etnik Lampung lazim digunakan dalam acara-acara yang sifatnya untuk bersukaria, misalnya pengisi acara muda-mudi nyambai, miyah damagh, kedayek.

Contoh pattun/segata:

Bukundang Kalah Sahing

Numpang pai nanom peghing
Titanom banjagh capa
Numpang pai ngulih-ulih
Jama kutti sai dija

Adek kesaka dija
Kuliak nambi dibbi
Adek gelagh ni sapa
Nyin mubangik ngughau ni

Budaghak dipa dinyak
Pullan tuha mak lagi
Bukundang dipa dinyak
Anak tuha mak lagi

Payu uy mulang pai uy
Dang saka ga di huma
Manuk disayang kenuy
Layau kimak tigaga

Nyilok silok di lawok
Lentera di balimbing
Najin ghalang kupenok
Kidang ghisok kubimbing

Kusassat ghelom selom
Asal putungga batu
Kusassat ghelom pedom
Asal putungga niku

Kughatopkon mak ghattop
Kayu dunggak pumatang
Pedom nyak sanga silop
Min pitu minjak miwang

Indani ghaddak minyak
Titanom di cenggighing
Musakik kik injuk nyak
Bukundang kalah sahing

Musaka ya gila wat
Ki temon ni peghhati
Ya gila sangon mawat
Niku masangkon budi

Ali-ali di jaghi kiri
Gelang di culuk kanan
Mahap sunyin di kutti
Ki salah dang sayahan

Terjemahannya:

Pacaran Kalah Saingan

Numpang menanam bambu
Ditanam dekat capa
Numpang bertanya
Kepada kalian di sini

Adik kapan kemari
Kulihat kemarin sore
Nama adik siapa
Agar enak memanggilnya

Berladang dimana aku
Hutan tua tiada lagi
Pacaran dengan siapa aku
Anak tua tiada lagi

Ya uy pulang dulu uy
Jangan lama-lama di ladang
Ayam disayang elang
Kacau kalau tak dicegah

Melihat-lihat di laut
Lentera di balimbing
Walau jarang kulihat
Tapi sering kuucap

Kucari ke dasar gelap
Asal bersua batu
Kucari hingga ke tidur
Asal bersua denganmu

Kurebahkan tak rebah
Kayu di ujung pematang
Sejenak aku tertidur
Tujuh kali terbangun menangis

Layaknya ghaddak minyak*
Ditanam di lereng bukit
Betapa derita kurasakan
Pacaran kalah saingan

Sudah lama sebenanya ada
Kalau memang lebih perhatian
Ya memang tidak
Kau menanam budi

Cincin di jari kiri
Gelang di kaki kanan
Maaf semuanya kepada kalian
Kalau salah jangan mengejek

  • nama pohon untuk pelindung tanaman kopi

Bebandung

Bebandung adalah puisi Lampung yang berisi petuah-petuah atau ajaran yang berkenaan dengan agama Islam.

Ringget/Pisaan

Ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang adalah

puisi tradisi Lampung yang lazim digunakan sebagai pengantar acara 

adat, pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria, pelengkap acara tarian adat (cangget), pelengkap acara muda-mudi (nyambai, miyah damagh, atau kedayek), senandung saat meninabobokan anak, dan pengisi waktu bersantai.

Sastra modern Lampung

Sebagaimana Melayu di Sumatra pada umumnya, Suku Lampung sangat kental dengan tradisi kelisanan. Pantun, syair, mantra, dan berbagai jenis sastra berkembang tidak dalam bentuk keberaksaraan, sehingga wajar jika memiliki pola-pola sastra lama yang serupa sebagai ciri dari kelisanan itu.

Tidak seperti sastra Jawa, Sunda, dan Bali yang sudah lama memiliki sastra modern, sastra modern berbahasa Lampung baru bisa ditandai dengan kehadiran kumpulan sajak dwibahasa Lampung Indonesia karya Udo Z. Karzi, Momentum (2002). 25 puisi yang terdapat dalam Momentum tidak lagi patuh pada konvensi lama dalam tradisi perpuisian berbahasa Lampung, baik struktur maupun dalam tema. Dengan kata lain, Udo melakukan pembaruan dalam perpuisian Lampung sehingga ada yang menyebutnya "Bapak Puisi Modern Lampung".

Lihat pula

Pranala luar