Tato
Kata “tato” berasal dari kata Tahitian / Tatu, yang memilki arti : menandakan sesuatu. Rajah atau tato (Bahasa Inggris: tattoo) adalah suatu tanda yang dibuat dengan memasukkan pigmen ke dalam kulit. Dalam istilah teknis, rajah adalah implantasi pigmen mikro. Rajah dapat dibuat terhadap kulit manusia atau hewan. Rajah pada manusia adalah suatu bentuk modifikasi tubuh, sementara rajah pada hewan umumnya digunakan sebagai identifikasi.
Rajah merupakan praktek yang ditemukan hampir di semua tempat dengan fungsi sesuai dengan adat setempat. Rajah dahulu sering dipakai oleh kalangan suku-suku terasing di suatu wilayah di dunia sebagai penandaan wilayah, derajat, pangkat, bahkan menandakan kesehatan seseorang. Rajah digunakan secara luas oleh orang-orang Polinesia, Filipina, Kalimantan, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Mesoamerika, Eropa, Jepang, Kamboja, serta Tiongkok. Walaupun pada beberapa kalangan rajah dianggap tabu, seni rajah tetap menjadi sesuatu yang populer di dunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tato berarti gambar (lukisan) pada bagian (anggota) tubuh.
Kapan seni merajah tubuh/ tato mulai ada?
Keberadaan merajah tubuh di dalam kebudayaan dunia sudah sangat lama ada dan dapat dijumpai di seluruh sudut dunia. Menurut sejarah, ternyata rajah tubuh sudah dilakukan sejak 3000 tahun SM (sebelum Masehi). Tato ditemukan untuk pertama kalinya pada sebuah mumi yang terdapat di Mesir. Dan konon hal itu dianggap yang menjadikan tato kemudian menyebar ke suku-suku di dunia, termasuk salah satunya suku Indian di Amerika Serikat dan Polinesia di Asia, lalu berkembang ke seluruh suku-suku dunia salah satunya suku Dayak di Kalimantan.
Tato dibuat sebagai suatu symbol atau penanda, dapat memberikan suatu kebanggaan tersendiri bagi si empunya dan simbol keberanian dari si pemilik tato. Sejak masa pertama tato dibuat juga memiliki tujuan demikian. Tato dipercaya sebagai simbol keberuntungan, status sosial, kecantikan, kedewasaan, dan harga diri.
Teknik Pembuatan Tato
Ada berbagai cara dalam pembuatan tato. Ada yang menggunakan tulang binatang sebagai jarum seperti yang dapat dijumpai pada orang-orang Eskimo, Suku Dayak dengan duri pohon jeruk, dan ada pula yang menggunakan tembaga panas untuk mencetak gambar naga di kulit seperti yang dapat ditemui di China. Bukannya tidak sakit dalam proses membuat tato. Sebenarnya rasa sakit pasti dialami ketika membuat tato di tubuh, namun karena nilai yang tinggi dari tato, dan harga diri yang didapatkan, maka rasa sakit itu tidak dianggap masalah. Dayak dengan duri pohon jeruk
Ada berbagai jenis dan ragam bentuk tato, tergantung dengan apa yang dipercaya oleh suku-suku bersangkutan, dan di setiap daerah umumnya memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang tato, meski pada prinsipnya hampir sama.
Tato di Beberapa Daerah
Di Borneo (Kalimantan), penduduk asli wanita disana menganggap bahwa tato merupakan sebuah simbol yang menunjukkan keahlian khusus.
Di China, pada masa zaman Dinasti Ming (kurang lebih 350 tahun yang lalu), wanita dari Suku Drung membuat tato di wajah dan pantatnya untuk sebagai tanda bagi keturunan yang baik.
Di Indian, melukis tubuh/ body painting dan mengukir kulit, dilakukan untuk mempercantik (sebagai tujuan estetika) dan menunjukkan status sosial.
Suku Mentawai memandang tato sebagai suatu hal yang sakral dan berfungsi sebagai simbol keseimbangan alam.
Tato pada Suku Dayak Masa Lampau
Suku Dayak – seperti beberapa suku lainnya seperti suku Mentawai- menganggap tato/ merajah tubuh sebagai sebuah tradisi yang menyangkut hal religius dan menandakan sebuah strata sosial. Pada suku Dayak, mereka mengenalnya dengan nama Betik. Selain sebagai nilai budaya, tato merupakan bentuk seni spiritual yang memadukan gambar dari manusia, hewan dan tumbuhan menjadi sebuah kesatuan yang mengekspresikan kesatuan dari kehidupan manusia beserta hal-hal spiritual yang terdapat di dalam lingkungan kosmos.
Betik dilakukan pada seorang anggota suku Dayak sebagai sebuah penghargaan bagi mereka karena dianggap ‘pahlawan’. Terdapat aturan-aturan tertentu bagi tiap anggota suku Dayak dalam menggambarkan tato, tergantung dari status sosial orang yang ditato dan hal-hal apa saja yang telah dilakukan oleh orang tersebut. Tato bisa juga dianggap berbeda bagi pria dan wanita, masing-masing memiliki ‘jatah’ dan patokan tersendiri.
Seperti misalnya, bila seorang pria dari Suku Dayak berhasil memenggal kepala musuh, maka ia bisa ditato. Memenggal kepala musuh dianggap sebagai suatu ‘keberhasilan’ sendiri karena merupakan suatu tantangan yang cukup berat. Ia akan dianggap kuat, hebat dan lain sebagainya.
- Cara Pembuatan Tato pada Suku Dayak
Sebelum membuat tato umumnya mereka melukiskan terlebih dahulu motif yang akan dilukis. Setelah itu, tato diukir dengan menusukkan mata jarum hingga menembus kulit. Sebelum mengenal jarum, mereka membuat tato dengan menggunakan duri yang didapat dari pohon jeruk.
Untuk melukiskan tato di tubuh, masyarakat Dayak menggunakan bahan alam, yaitu berupa arang kayu damar dan kayu ulin sebagai bahan utama yang mereka pakai. Selain itu, bisa juga digunakan jelaga periuk untuk menghasilkan warna hitam. Caranya, arang kayu damar ditumbuk hingga halus. Hasilnya kemudian dicampur dengan minyak tradisional Suku Dayak. Setelah bahan dicampur, sudah bisa dipakai untuk melakukan tato tradisional Suku Dayak.
- Tato dan Wanita Suku Dayak
Seperti seorang pejuang hebat yang ditato sebagai keberhasilannya dalam memburu manusia, wanita ditato sebagai penghargaan mereka karena keberhasilan mereka dalam menenun, menari, ataupun menyanyi dengan tujuan protektif. Dalam kepercayaan ritual, tenunan menghubungkan mereka dengan roh-roh penolong sebelum mereka merancang tenunannya. Hal ini menginspirasikan jiwa yang lain untuk membuat tenunan baru. Pekerjaan tekstil, secara sosial dan ritual ‘dihargai’ dengan dibuatnya tato pada tangan wanita.
- Kepercayaan mengenai Tato pada Suku Dayak
Pada kaum wanita, tato berhubungan dengan kepercayaan/ religi. Tato diyakini menjadi suatu penerangan/ obor yang akan menemani seseorang ketika ia mengalami kematian, yaitu sebagai teman dalam menjalani keabadian. Unik memang. Maka dari itu, tattoo yang semakin banyak merupakan suatu hal yang baik , semakin banyak tattoo di tubuh mereka, berarti semakin banyak obor yang akan menemani mereka menempuh jalan keabadian setelah kematian.
Kematian dan kelahiran merupakan hal yang penting yang ditampilkan dengan lingkaran tato.Tato menawarkan suatu kesaksian secara visual sebagai penolakan dari seorang Suku Dayak untuk menerima akhir dari kematian yang tidak dapat dihancurkan.
Tato merupakan simbol artikulasi yang menggambarkan ideologi Dayak secara implisit akan kehadiran mereka dalam kehidupan, seolah-olah merupakan sebuah kanvas akan kehidupan mereka sendiri.
Dalam ritual melakukan tato, anggota pria dari keluarga menggunakan pakaian berbahan kulit kayu. Pakaian kulit ini normalnya dipakai pada mayat dari pemimpin suku pada masa pemakamannya atau dipakai oleh para janda.
Di saat yang berbeda, para pemburu kepala manusia menggunakannya selama upacara penting. Tampaknya hubungan antara tato dengan penggunaan pakaian berbahan kulit kayu mengindikasikan bahwa seseorang akan mengalami suatu sisi baru dalam kehidupan setelah mengalami kematian. Maka tidak mengherankan, setiap komunitas Suku Dayak yang terdiri dari individu-individu terbagi atas kematian dan kehidupan, dimana setiap anggota suku yang meninggal kemudian akan tinggal bersama para leluhur/ nenek moyang mereka, di suatu tempat yaitu village of the dead. Disanalah sebuah dunia yang sempurna dibangun, banyak pohon yang berbuah, jalan setapak dilapisi emas dan perhiasan, yang merupakan hal yang paling dianggap sempurna oleh anggota Suku Dayak pada kehidupan setelah kematian.
Dengan konsep tersebut, tato dan kematian tak mungkin terlepas dari hal yang lain. Ketika roh seorang suku Kayan (salah satu bagian dari suku Dayak) pergi meninggalkan raganya, maka roh tersebut pergi ke village of the dead. Dalam perjalanan tersebut, roh mengalami berbagai rintangan dalam penerbangan spiritual tersebut.
Yang paling sulit setelah kematian adalah melalui Sungai Kematian. Berdasarkan tradisi, hanya roh wanita yang memiliki tato yang memberikan keturunan untuk keluarganya dan seorang pemburu kepala manusia (headhunter) yang menunjukkan tato di tangannya sebagai tanda kesuksesan, yang dapat menyeberangi jembatan balok kayu diantara air sungai kematian yang berbahaya.
Maligang atau penjaga jembatan seringkali tidak memberikan ijin untuk roh-roh tertentu untuk melewati jembatan dan menjatuhkan mereka ke sungai tersebut. Tragisnya, terdapat ikan-ikan berukuran besar bernama “Patan” (a giant catfish).
Bagaimanapun juga, jika roh memiliki tato, mereka bebas untuk melewati kegelapan di sisi yang lain. Meskipun dunia tersebut sunyi dan tidak nyaman, roh-roh yang memiliki tato mulai terbakar dengan cemerlang dan perlahan mereka akan terbawa ke tempat peristirahatan terakhir, dimana mereka dapat berjumpa dengan para nenek moyang/leluhur mereka.
Pranala luar
- (Inggris) Comparative study about Ötzi's therapeutic tattoos (L. Renaut, 2004, French and English abstract)
- (Inggris) The Tattoo Collection
- (Inggris) PhD Thesis on body-marking in Antiquity (L. Renaut, 2004, French and English abstract)
- (Inggris) Marked for Life: Jews and Tattoos
- (Inggris) Harris Interactive: A Third of Americans With Tattoos Say They Make Them Feel More Sexy
- (Inggris) CDC's Position on Tattooing and HCV Infection
- (Inggris) United States Food and Drug Administration - Tattoos and Permanent Makeup
- (Inggris) In the flesh: Chemical characterization of tattoo inks
- (Inggris) Mayo Clinic - Tattoos and piercings: What to know beforehand