Kisah si Bangau Putih

Kisah Si Bangau Putih merupakan episode ke-14 dari cerita silat fiksi Bu Kek Sian Su karya A. S. Kho Ping Hoo. Episode ini merupakan sambungan langsung dari episode sebelumnya Suling Naga dan kemudian akan dilanjutkan lagi ceritanya dalam episode ke-15 berjudul Kisah Si Bangau Merah.

Episode ini meski masih kental diwarnai oleh kiprah keluarga Pulau Es namun sebenarnya yang menjadi sentral dalam ceritanya adalah keluarga Istana Gurun Pasir. Cerita dalam episode ini memperjelas terkikisnya dominasi marga Suma (keluarga Pulau Es), Kao (keluarga Gurun Pasir), dan Kam (keluarga Suling Emas) mengingat keturunan terakhir mereka semuanya adalah perempuan. Tokoh sentral dalam cerita ini adalah Pendekar Bangau Putih Tan Sin Hong, Kao Hong Li, Suma Lian, dan Gu Hong Beng.

Alur Cerita

Kisah ini dimulai dengan kunjungan Tiong Khi Hwesio (Wan Tek Hoat) ke Istana Gurun Pasir. Keisengan mereka bertiga yang coba-coba menantang ganasnya badai pasir malah mempertemukan mereka dengan Tan Sin Hong kecil yang sedang mencoba menolong ibunya yang sudah meninggal. Mereka kemudian menolong anak ini dan memutuskan untuk mengangkatnya sebagai murid dan pewaris terakhir ilmu-ilmu sakti yang mereka miliki.

8 tahun kemudian, si cantik bengal Suma Lian yang sudah berusia 20-an mengunjungi Paman misannya si kembar Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong (Sepasang Garuda dari Beng-san) untuk menyampaikan pesan suhunya Bu-beng Lo-kai Gak Bun Beng, tidak dinyana kunjungannya malah membantu kedua pamannya selamat dari ancaman Hok Yan Cu (seorang tokoh Pat-kwa-kauw) dan Hek-sim Kui-bo (Nenek Iblis Berhati Hitam) yang berencana menculik putranya. Kunjungan keluarga Beng-san Sian-eng ke lereng Cin-ling-san mengunjungi ayahnya menjadi momen terakhir Gak Bun Beng, dia meninggal setelah mengoperkan seluruh sinkangnya ke cucu tunggalnya, Gak Ciang Hun. Sepeninggalnya, kedua muridnya memutuskan untuk berpisah dan berjanji akan bertemu kembali. Suma Lian pulang ke orang tuanya dan Pouw Li Sian memutuskan untuk meminta bantuan ke Tiat-liong-pang untuk mencari jejak kakaknya, keputusan yang akan disesalinya kemudian.

Di lain tempat, Tan Sin Hong yang sedang mempelajari jurus gabungan intisari ilmu-ilmu dari ketiga gurunya, Pek-ho Sin-kun (Silat Sakti Bangau Putih), dilarang untuk mengeluarkan sin-kang dan melakukan gerakan silat selama 1 tahun penuh. Malang tak dapat ditolak, justru di saat ketiga gurunya sedang dalam kondisi lemah setelah menyalurkan sin-kangnya ke Tan Sin Hong, terjadi penyerbuan ke Istana Gurun Pasir oleh Sin-kiam Mo-li dan komplotannya. Kakek Kao Kok Cu dan istrinya Wan Ceng, serta iparnya Tiong Khi Hwesio gugur dengan gagah berani setelah menewaskan sebagian besar menyerangnya, meski tetap gagal menewaskan Sin-kiam Mo-li yang bahkan menyita Ban-tok-kiam dan Cui-beng-kiam. Tan Sin Hong menyempurnakan jasad guru-gurunya dengan membakarnya beserta seluruh bangunan Istana Gurun Pasir. Keputusan Sin-kiam Mo-li untuk tidak membunuh Tan Sin Hong yang dianggapnya tidak punya kemampuan silat akan menjadi bumerang baginya kelak. Tan Sin Hong yang lolos dari maut kemudian menyepi di sebuah hutan untuk menuntaskan puasa silatnya selama satu tahun.

Setahun kemudian, Tan Sin Hong memutuskan untuk mengungkap misteri kematian orang tuanya lebih dulu sebelum menyampaikan kabar duka kematian penghuni Istana Gurun Pasir ke keluarga Kao Cin Liong. Meski awalnya cukup rumit karena terbunuhnya setiap orang yang punya kaitan dengan peristiwa itu, namun akhirnya muncul titik terang yang mengarahkan pelakunya adalah orang-orang Tiat-liong-pang, meski awalnya Tan Sin Hong sempat salah menuduh keluarga Kwee (saingan usaha ayahnya) sebagai pelakunya. Demi membersihkan nama ayahnya, Kwee Ci Hwa bahkan memutuskan pergi dari rumah dan menyelidiki sendiri kasus ini, namun kepolosannya malah dimanfaatkan oleh Siangkoan Liong--putra pemimpin Tiat-liong-pang Siangkoan Lohan--yang memperkosa dan kemudian mencampakkannya. Tidak kuat menahan aib, Kwee Ci Hwa memutuskan untuk bunuh diri, namun berhasil digagalkan oleh Gu Hong Beng. Tak lama kemudian mereka bersua dengan pewaris terakhir keluarga Cu penguasa Lembah Naga Siluman, Cu Kun Tek, yang sedang berkelana. Tan Sin Hong sendiri akhirnya memutuskan untuk pergi ke keluarga Kao Cin Liong sebelum meneruskan penyelidikannya mengenai Tiat-liong-pang.

Suma Lian yang bertemu kembali dengan kedua orang tuanya kemudian diutus untuk membujuk pamannya Suma Ciang Bun agar mau tinggal bersama mereka, padahal tujuan Suma Ceng Liong sebenarnya adalah agar Suma Ciang Bun menerangkan soal perjanjian perjodohan antara Suma Lian dan Gu Hong Beng. Di luar dugaan di perjalanan dia bertemu dengan Kao Hong Li yang akan mengabarkan gugurnya kakek-neneknya, namun terganggu oleh penculikan seorang anak kecil. Suma Lian meneruskan misi Kao Hong Li menggagalkan penculikan itu, namun justru dia terbawa ke sarang pasukan Tiat-liong-pang pimpinan Sin-kiam Mo-li. Anak yang diculik itu sendiri adalah Yo Han, putra dari mantan tokoh sesat Bi-kwi (Iblis Cantik) Ciong Siu Kwi dan petani berhati pendekar Yo Jin yang tidak bisa silat sama sekali, tujuan penculikan itu sendiri adalah agar Ciang Siu Kwi mau membantu gerakan pemberontakan yang akan dilakukan oleh Tiat-liong-pang terhadap kerajaan Mancu. Di saat kritis, Tan Sin Hong yang kebetulan lewat malah menyelamatkan Suma Lian dari maut dan bahkan dititipi Yo Han oleh Ciong Siu Kwi yang terpaksa ikut Sin-kiam Mo-li karena suaminya juga disandera. Suma Lian yang ditemani Tan Sin Hong dan Yo Han kemudian melanjutkan perjalanan ke kediaman pamannya Suma Ciang Bun.

Di tempat lain, Pouw Li Sian yang meminta bantuan Tiat-liong-pang berhasil bertemu kakaknya Pouw Cian Hin--perwira di tapal batas--yang malah menyuruhnya untuk berhati-hati dengan Tiat-liong-pang. Malang, kakaknya tewas secara misterius sepulangnya dari Tiat-liong-pang. Pouw Li Sian yang berduka malah kemudian dijebak dengan sihir dan perangsang sehingga berhasil dinodai oleh Siangkoan Liong. Dalam kebimbangannya, Pouw Li Sian bertemu dengan Ciong Siu Kwi yang berhasil meyakinkannya bahwa janji Siangkoan Liong untuk menikahinya adalah palsu belaka, dan dia semakin yakin setelah melihat Siangkoan Liong bercumbu dengan Sin-kiam Mo-li. Lalu terjadilah pertarungan sengit yang tidak seimbang yang menewaskan Yo Jin, Ciong Siu Kwi yang tidak mau ditawan memilih bunuh diri menyusul suaminya. Bantuan yang datang kemudian dari Gu Hong Beng, Cu Kun Tek dan Kwee Ci Hwa menjadi sia-sia setelah munculnya datuk sesat bernama Ouwyang Sianseng, guru Siangkoan Liong. Mereka berempat tertawan dan dijebloskan ke dalam tahanan.

Sesampainya di tujuan, Suma Ciang Bun menceritakan semua mengenai perjanjian perjodohan itu kepada Suma Lian yang menjadi salah tingkah, dan Suma Lian sendiri memutuskan akan memberi jawaban setelah bertemu kembali dengan Gu Hong Beng secara langsung. Kedua anak muda itu kemudian meneruskan tujuannya menyelidiki Tiat-liong-pang setelah menitipkan Yo Han kepada Suma Ciang Bun. Sementara itu, Kwee Ci Hwa yang ditahan secara tidak sengaja mengenali Ciu Hok Kwi yang ternyata adalah Tiat-liong Kiam-eng (Pendekar Pedang Naga Besi), murid Siangkoan Lohan yang sengaja diselundupkan ke piauwsu (pengawal barang) milik ayah Tan Sin Hong. Merasa telah ternoda, dia merayu dan menyerahkan kehormatannya kepada Ciu Hok Kwi dengan tujuan membebaskan ketiga temannya yang juga ditahan. Usahanya sempat berhasil meski ketiga temannya tertangkap kembali karena ketahuan oleh Ouwyang Sianseng, dia sendiri terluka parah dan meski sempat ditolong oleh Tan Sin Hong dan Suma Lian tetapi jiwanya tak terselamatkan setelah sempat memberitahu adanya 3 pendekar lurus yang ditawan Tiat-liong-pang. Di saat yang sama, meski percaya dengan kemampuan anaknya, Suma Ceng Liong dan istrinya Kam Bi Eng tetap khawatir terjadi apa-apa, mereka memutuskan untuk melakukan perjalanan ke utara menyusul anaknya.

Kerajaan sendiri yang mulai curiga dengan aktivitas di tapal batas mengutus Panglima Besar Liu Tai untuk menyelidikinya, sempat dihadang oleh Ouwyang Sianseng dan Siangkoan Liong sebelum akhirnya mendapat pertolongan Pendekar Suling Emas II Kam Hong dan istrinya Bu Ci Sian. Segera Panglima Liu mengadakan rapat dan menangkap semua perwira yang dicurigai terlibat rencana pemberontakan sebelum sempat melapor ke Tiat-liong-pang. Di Tiat-liong-pang sendiri, ajakan Ouwyang Sianseng agar Gu Hong Beng dan kedua temannya mau bekerjasama pura-pura disambut baik oleh ketiganya, syarat yang harus dipenuhi adalah Gu Hong Beng harus mengirim surat kepada salah satu perwira di tapal batas agar mulai mempersiapkan pemberontakan. Di luar dugaan dia bertemu dengan Tan Sin Hong dan Suma Lian. Tan Sin Hong memutuskan untuk mencoba membebaskan 2 tawanan lain, sedangkan Suma Lian ikut Gu Hong meneruskan rencana semula meski awalnya sempat kikuk jika mengingat mereka telah dijodohkan. Sebelum sampai di kamp tentara, keduanya bersua dengan kakek-nenek Kam Hong dan Bu Ci Sian setelah sebelumnya sempat menghabisi anak buah Sin-kiam Mo-li yang memergoki mereka. Kam Hong malah menyarankan surat itu diserahkan ke Panglima Liu dan dijadikan bumerang bagi Tiat-liong-pang.

Perwira Pouw ditugaskan oleh Panglima Liu untuk memimpin pasukan kerajaan yang disamarkan menjadi pasukan pemberontak dan berangkat ke Tiat-liong-pang bersama Gu Hong Beng, Kam Hong dan Bu Ci Sian sendiri menyamar menjadi pengawal perwira Pouw. Tidak diduga kecerdikan Ouwyang Sianseng yang pura-pura memerintahkan agar perwira Pouw ditangkap berhasil membongkar penyamaran itu, dan terjadilah pertempuran hebat di markas Tiat-liong-pang. Gu Hong Beng yang berniat membebaskan kedua temannya ternyata telah keduluan Tan Sin Hong dan Kao Hong Li. Jumlah yang seimbang malah membuat pihak pendekar lurus di atas angin, satu persatu tokoh sesat berhasil ditewaskan, termasuk diantaranya adalah Ciu Hok Kwi yang tewas di tangan Gu Hong Beng. Tapi Ouwyang Sianseng, Sin-kiam Mo-li, dan Siangkoan Liong berhasil lolos. Sedangkan Siangkoan Lohan sendiri rontok di tangan Suma Ceng Liong yang menggunakan jurus sadis Coan-kut-ci (Jari Penembus Tulang) warisan Hek-i Mo-ong, untungnya, Siangkoan Lohan yang geram dengan kepengecutan sekutunya sempat memberitahukan tempat persembunyian ketiganya sebelum nyawanya melayang.

Alih-alih menyerbu, Kam Hong yang cerdik menyuruh Tan Sin Hong membakar tempat persembunyian itu. Ketiga tokoh sesat yang tidak lagi punya pilihan lain terpaksa keluar dan menantang pibu 1 lawan 1 dengan pengepungnya. Sin-kiam Mo-li yang menggunakan Cui-beng-kiam maju duluan dan langsung dihadapi oleh Tan Sin Hong, namun dengan pengecut Ouwyang Sianseng membokong dan melukai Tan Sin Hong dengan Ban-tok-kiam. Untungnya karena mendiang Wan Ceng pernah memberitahu bagaimana cara menetralisir racun dari pedang itu, Tan Sin Hong berhasil lolos dari maut dan kembali melanjutkan pibunya, Sin-kiam Mo-li sendiri akhirnya tewas terkena Cui-beng-kiam yang berhasil dirampas Tan Sin Hong. Kam Hong sendiri yang tahu kecurangan lawan langsung turun menghadapi Ouwyang Sianseng, gabungan jurus kipas dan suling emasnya membuat kelabakan Ouwyang Sianseng yang akhirnya memutuskan bunuh diri dengan menancapkan Ban-tok-kiam ke lehernya sendiri. Siangkoan Liong, yang semula dihadapi oleh Suma Ceng Liong, akhirnya ditantang oleh Tan Sin Hong. Meski menggunakan Koai-liong Po-kiam (Pedang Pusaka Naga Siluman) yang dirampasnya dari Cu Kun Tek, Siangkoan Liong tetap tidak mampu menghadapi Tan Sin Hong yang kini memegang Cui-beng-kiam, ujung-ujungnya dia memilih cara yang sama seperti suhunya dengan memenggal lehernya sendiri.

Pemberontakan berakhir. Cu Kun Tek yang cinta mati kepada Pouw Li Sian mengajaknya ke Lembah Naga Siluman untuk diperkenalkan kepada orang tuanya. Keluarga Suma Ceng Liong juga memutuskan untuk balik bersama Gu Hong Beng untuk mengurus perjodohannya dengan Suma Lian. Sedangkan Tan Sin Hong dan Yo Han diterima dengan baik oleh keluarga Kao Cin Liong. Namun karena tidak ingin merepotkan, Tan Sin Hong mengajak Yo Han untuk berkelana mencari pengalaman. Perpisahannya dengan Kao Hong Li justru mengungkap kenyataan bahwa keduanya sebenarnya telah saling mencintai.

Dalam pengembaraannya, Tan Sin Hong berhasil mendamaikan dua perkumpulan silat yang bertikai, Ngo-heng Bu-koan dan Kim-liong-pang. Namun akibatnya dia harus menikahi Bhe Siang Cun, putri pangcu Ngo-heng Bu-koan yang malu dilihat Tan Sin Hong dalam keadaan telanjang meski itu terjadi saat Tan Sin Hong menyelamatkan nyawanya. Kabar pernikahan ini membuat Kao Hong Li patah hati dan memutuskan menerima tawaran orang tuanya untuk menikah dengan Thio Hui Kong, putra seorang Jaksa. Namun kehadiran Tan Sin Hong di pernikahannya justru membuatnya shock dan pingsan, kejadian yang membuat Bhe Siang Cun curiga dan uring-uringan. Pertemuannya kembali dengan cinta lamanya, Ciang Kun, membuat Bhe Siang Cun acuh terhadap Tan Sin Hong. Dan perselingkuhan yang dipergoki sendiri oleh Tan Sin Hong membuatnya memutuskan untuk menceraikan istrinya dan kembali mengembara dengan muridnya. Di sisi lain, Kao Hong Li yang bersikap dingin, dijauhi oleh suaminya yang mulai mabuk-mabukan dan main perempuan. Tak lama keduanyapun bercerai dan Kao Hong Li pun berkelana demi menutupi kegalauan hatinya.

Demi menyelamatkan seorang bocah, Kao Hong Li terpaksa harus berhadapan dengan gerombolan perampok Baju Merah. Namun dengan licik dia berhasil dibius dan ditawan oleh gerombolan ini. Di luar dugaan dia diselamatkan oleh orang yang membuat perasaannya jatuh bangun, Tan Sin Hong. Keduanya lalu mengobrak-obrik gerombolan itu dan memastikannya tidak akan membuat kekacauan lagi. Meski keduanya telah sendiri lagi, namun pertemuan itu tetap saja berlangsung kikuk. Yo Han yang gemas melihat sikap keduanya, membohongi Kao Hong Li dengan berkata bahwa gurunya akan menjadi biksu bila tidak menikah tahun itu juga, sebaliknya dia juga mengatakan kepada Tan Sin Hong kalau Kao Hong Li akan menjadi nikouw bila tidak segera menikah. Tan Sin Hong yang kaget secara tidak sadar mendatangi Kao Hong Li dan menyatakan perasaannya serta meminta agar Kao Hong Li sudi menjadi istrinya dan tidak menjadi nikouw. Cerita ini ditutup saat keduanya berpelukan dan berterimakasih kepada Yo Han meski telah dikibuli oleh muridnya yang cerdik itu.

Tokoh-tokoh

Protagonis

Antagonis

Figuran

Tempat-tempat

  • Lautan Maut, bagian gurun
  • Tuo-lun, kota
  • Ban­goan, kota
  • Tembok Besar
  • Sang-cia-kou, kota
  • Puncak Telaga Warna, pegunungan Beng-san
  • Hong-cun, dusun
  • Sungai Cin-sa
  • Lembah Naga Siluman
  • Gunung Tapa-san
  • So-tung, kota
  • Lu-jiang, kota
  • Yang-ce, sungai
  • Kim-liong-san, bukit

Lihat juga

Pranala luar