Kolangitis akut merupakan infeksi bakteri yang terjadi pada sumbatan saluran empedu yang paling umum terjadi akibat batu empedu, namun bisa pula terkait dengan keganasan atau penyempitan saluran empedu. Gejala umum yang ditemukan adalah nyeri perut kanan atas, demam dan kuning pada kulit. Gejala tambahan lainnya bisa berupa perubahan status kejiwaan dan sepsis.

Ascending cholangitis
Duodenoscopy image of pus extruding from Ampulla of Vater, indicative of cholangitis
Informasi umum
SpesialisasiGastroenterologi Sunting ini di Wikidata

Rentang penyakit ini mulai dari gejala ringan hingga sepsis menyeluruh. Sehingga tindakan terhadap pasien meliputi pemberian antibiotik spektrum luas dan kemungkinan dekompresi saluran empedu.[1]

Faktor resiko

Pada saluran empedu tanpa stent dari penderita kolangitis akut, penyebab paling sering sumbatannya adalah batu empedu (28-70%), penyempitan saluran empedu ringan (5-28%), dan keganasan (10-57%). Sumbatan berat dapat diakibatkan oleh adanya keberadaan tumor pada kandung empedu, saluran empedu, ampulla, usus dua belas jari atau pankreas. Penyempitan saluran empedu ringan dapat berupa bawaan, setelah infeksi atau peradangan.

Kolangitis akut dapat pula terjadi setelah kolangiopankreatografi retrograd endoskopi (0,5-1,7%) terutama terapi endoskopi kolangiopankreatografi retrograd setelah pemasangan stent atau setelah operasi dikarenakan cedera saluran empedu, atau penyempitan anastomosis biliary-enterik (pankreatikoduodenektomi, pencangkokan hati, pembedahan hati dan hepaticojejunostomi Roux-en-Y). Penyebab yang lebih jarang, saluran empedu besar bagian ujung dapat tersumbat oleh makanan, batu atau debris pada pasien dengan anastomosis biliari-enterik (sindroma Sump).[2]

Diagnosis

Gejala dari kolangitis tergantung pada tingkat keparahannya. Biasanya pasien mengeluh demam tinggi yang menetap lebih dari 24 jam, nyeri perut kanan atas dan kuning pada kulit. Ketiga gejala ini dikenal dengan Trias Charcot. Nyeri pada perut kanan atas biasanya berupa nyeri ringan. Ketika kolangitis menjadi lebih berat, pasien akan mengalami tekanan darah rendah dan linglung. Tambahan 2 gejala ini bersama dengan tiga gejala sebelumnya disebut dengan Pentad Reynold. Trias Charcot memiliki sensitivitas yang rendah (26,4%) dan spesifitas yang tinggi (95,9%). Meskipun adanya Trias Charcot mengarah ke kolangitis akut, namun belum bisa diambil sebagai tolok ukur diagnostik. Trias Charcot ditemukan pada 26,4% sampai 72% pasien dengan kolangitis akut.

Untuk memperbaiki sensitivitas trias Charcot, kriteria diagnostik TG07 untuk kolangitis akut ditetapkan pada pertemuan dunia di Tokyo pada tahun 2006. Kriteria TG07 mencakup:

  • Klinis: riwayat penyakit empedu, demam dan/atau menggigil, kuning pada kulit, nyeri perut kanan atas/ulu hati
  • Laboratorium: bukti respon inflamasi, tes fungsi hati abnormal
  • Pencitraan: pelebaran saluran empedu atau bukti penyebab (batu, penyempitan, stent dll)

Diagnosis diduga dengan adanya dua atau lebih gejala klinis. Diagnosa pasti ditetapkan dengan adanya trias Charcot dan dua atau lebih gejala klinis ditambah hasil laboratorium dan hasil pencitraan yang positif.[3]

Tata laksana

Terapi untuk pasien dengan kolangitis akut terdiri dari pemberian antibiotik dan drainase empedu. Kolangitis akut yang berat membutuhkan tindakan rawat inap. Pasien dengan keluhan ringan dapat menjalani pengobatan rawat jalan terutama apabila pada pasien yang memiliki riwayat kolangitis ringan (sebagai contoh pada pasien dengan penyakit batu intrahepatik).[4]

Pemberian Antibiotik

Hidrasi yang agresif sebaiknya diberikan begitu akses intravena sudah terpasang dengan tujuan untuk mengoreksi kehilangan volume dan menormalkan tekanan darah pada semua pasien dengan kolangitis akut. Terapi antibiotik sebaiknya diberikan secara intravena sesegera mungkin.[4]

Infeksi bakteri yang paling umum pada kolangitis adalah bakteri Gram negatif dari spesies Escherichia coli, Klebsiella spp., Pseudomonas, Enterobacter spp., dan Acinetobacter spp. Sedangkan dari kelompok Gram positif terdiri dari spesies enterokokus, streptokokus dan stafilokokus. Pemilihan antibiotik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti paparan pasien sebelumnya dengan infeksi yang diperoleh di rumah sakit, sebagaimana pula tingkat keparahan penyakit. Untuk prakteknya, antibiotik yang diberikan sebaiknya memiliki jangkauan luas dan yang mampu memasuki saluran empedu seperti generasi ketiga sefalosporin, ureidopenisilin, karbapenem dan fluorokuinolon. Antibiotik yang paling efektif termasuk imipinem-cilistatin, meropenem, amikacin, cefepime, seftriakson, gentamisin, piperasilin-tazobaktam dan levofloksasin.[5]

Pembedahan

Tindakan pembedahan pada kolangitis terdiri dari pembedahan terencana dan darurat. Meskipun bersifat invasif, intervensi bedah secara umum menghasilkan kesembuhan kolangitis yang lebih menetap. Memilih tindakan pembedahan tergantung pada berbagai faktor, termasuk karakteristik pasien (memenuhi persyaratan bius umum, kecocokan tindakan pembedahan, riwayat kegagalan tata laksana) dan ciri patologis gangguan dan sumbatan hepatobiliar. Tindakan pembedahan disarankan pada pasien sklerosi utama dengan gangguan sumbatan besar yang gagal dibuang melalui metode drainase endoskopi. Pendekatan pembedahan telah dijelaskan sebagai tata laksana yang ampuh pada kolangitis akut yang terkait dengan perbaikan gejala yang bermakna dengan penyulit pasca pembedahan yang sedikit.[5]

Sumber

  1. ^ "Acute Cholangitis: Background, Pathophysiology, Etiology". 2019-11-12. 
  2. ^ "UpToDate". www.uptodate.com. Diakses tanggal 2020-03-17. 
  3. ^ Ahmed, Monjur (2018-02-15). "Acute cholangitis - an update". World Journal of Gastrointestinal Pathophysiology. 9 (1): 1–7. doi:10.4291/wjgp.v9.i1.1. ISSN 2150-5330. PMC 5823698 . PMID 29487761. 
  4. ^ a b Lee, John G. (2009-09). "Diagnosis and management of acute cholangitis". Nature Reviews Gastroenterology & Hepatology (dalam bahasa Inggris). 6 (9): 533–541. doi:10.1038/nrgastro.2009.126. ISSN 1759-5053. 
  5. ^ a b Mohammad Alizadeh, Amir Houshang (2017-12-28). "Cholangitis: Diagnosis, Treatment and Prognosis". Journal of Clinical and Translational Hepatology. 5 (4): 404–413. doi:10.14218/JCTH.2017.00028. ISSN 2225-0719. PMC 5719198 . PMID 29226107.