Wahhabisme
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Wahabi lebih tepatnya Wahhabisme (Arab: وهابية, Wahhābiyah) atau Salafi adalah sebuah aliran reformasi keagamaan dalam Islam.[1] Aliran ini berkembang dari dakwah seorang teolog Muslim abad ke-18 yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab yang berasal dari Najd, Arab Saudi.[2] Aliran ini digambarkan sebagai sebuah aliran Islam yang "ultrakonservatif",[3] "keras",[4] atau "puritan";[5][6]
Pendukung aliran ini percaya bahwa gerakan mereka adalah "gerakan reformasi" Islam untuk kembali kepada "ajaran monoteisme murni", kembali kepada ajaran Islam sesungguhnya, yang hanya berdasarkan kepada Qur'an dan Hadis, bersih dari segala "ketidakmurnian" seperti praktik-praktik yang mereka anggap bid'ah, syirik dan khurafat.[7][8] Sementara penentang ajaran ini menyebut Wahhabi sebagai "gerakan sektarian yang menyimpang",[7] "sekte keji"[9] dan sebuah distorsi ajaran Islam.[4][10]
Saat ini Wahhabisme merupakan aliran Islam yang dominan di Arab Saudi dan Qatar.[11] Ia dapat berkembang di dunia Islam melalui pendanaan masjid, sekolah dan program sosial. Dakwah utama Wahhabisme adalah Tauhid yaitu Keesaan dan Kesatuan Allah.[12] Ibnu Abdul Wahhab dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Ibnu Taymiyyah dan mempertanyakan interpretasi Islam dengan mengandalkan Alquran dan hadits.[12] Ia mengincar "kemerosotan moral yang dirasakan dan kelemahan politik" di Semenanjung Arab dan mengutuk penyembahan berhala, pengkultusan orang-orang suci, pemujaan kuburan orang yang saleh, dan melarang menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah.[12]
Etimologi
Menurut seorang penulis berkebangsaan Saudi, Abdul Aziz Qasim dan yang lainnya, yang pertama kali memberikan julukan Wahabi kepada dakwah ibnu Abdul Wahhab adalah Kesultanan Utsmaniyah, kemudian bangsa Inggris mengadopsi dan menggunakannya di Timur Tengah.[13]
Wahabi tidak menyukai istilah yang disematkan oleh beberapa kalangan tersebut kepada mereka dan menolak penyematan nama individu, termasuk menggunakan nama seseorang untuk menamai aliran mereka.[14][15] Mereka menamakan diri dengan nama Salafi dan gerakannya dengan Salafiyah.
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata: “Penisbatan (Wahhabi) tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya kalaupun harus ada faham baru yang dibawa oleh Al-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bentuk penisbatannya adalah ‘Muhammadiyyah’, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahhab.”[16][17]
Istilah "Wahabi" dan "Salafi" (serta Ahli Hadits yaitu orang-orang hadits) sering digunakan secara bergantian, tetapi Wahabi juga telah disebut sebagai "orientasi tertentu dalam Salafisme",[18] yang dianggap ultra-konservatif.[19][20] Namun dapat disimpulkan, Wahabi merupakan gerakan Islam sunni yang bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam dari ajaran-ajaran atau praktik-praktik yang dianggap menyimpang seperti: syirik, ilmu hitam, penyembahan berhala, bid'ah dan khurafat.[8]
Sejarah
Gerakan Wahhabi dimulai sebagai gerakan revivalis di wilayah terpencil nan gersang di Najd. Dengan runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah setelah Perang Dunia I, dinasti Al Saud menjadi penyokong utama Wahhabisme, dan menyebar ke kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Setelah penemuan minyak di dekat Teluk Persia pada tahun 1939, Kerajaan Saudi memiliki akses terhadap pendapatan ekspor minyak, pendapatan yang tumbuh hingga miliaran dollar. Uang ini - digunakan untuk menyebarkan dakwah wahhabi melalui buku, media, sekolah, universitas, masjid, beasiswa, beasiswa, pekerjaan bagi para jurnalis, akademisi dan ilmuwan Islam - hal ini memberikan Wahhabisme sebuah "posisi kekuatan yang unggul" dalam Dunia Islam global.[21]
Wahabisme di Indonesia
Paham wahhabi masuk pertama kali ke Indonesia pada awal abad ke-19. Hubungan antara ajaran kaum Wahabi dengan orang-orang Minangkabau di Sumatra Barat dimulai melalui kepulangan tiga orang haji; Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang, yang baru pulang ibadah haji pada 1803.[22] Perjalanan haji mereka bersamaan dengan dikuasainya Mekkah oleh kaum Wahhabi.[23] Pengaruh itu terlihat dari penentangan terhadap praktik yang dianggap bid'ah, penggunaan tembakau baik untuk sirih pinang atau merokok, dan pemakaian baju sutra. Mereka usahakan pula untuk menyebarkan ajaran ini secara paksa di wilayah Minangkabau. Seperti kemudian tercatat dalam sejarah, ketiga haji itu dan sosok Tuanku Nan Renceh - didukung kaum Paderi - memaklumkan jihad melawan kaum Muslim lain yang tidak mau mengikuti ajaran-ajaran mereka. Lawan mereka terutama adalah golongan Adat, yakni kaum bangsawan Minang yang masih menjalankan praktik-praktik yang mereka anggap bertentangan dengan Islam.[22] Akibatnya, perang saudara yang disebut sebagai Perang Paderi pecah di tengah masyarakat Minangkabau. Atas campur tangan pemerintah kolonial Belanda, perang Paderi itu berakhir pada penghujung 1830-an.[22]
Dalam kaitannya terhadap penentangan terhadap takhayul, Sukarno disebutkan pernah memuji gerakan ini. Dalam salah satu tulisannya, Presiden Soekarno menyatakan pandangannya terhadap Wahabisme,
"Tjobalah pembatja renungkan sebentar "padang-pasir" dan "wahabisme" itu. Kita mengetahui djasa Wahabisme jang terbesar: ia punja kemurnian, ia punja keaslian, - murni dan asli sebagai udara padang- pasir, kembali kepada asal, kembali kepada Allah dan Nabi, kembali kepada islam dizamanja Muhammad!" Kembali kepada kemurnian, tatkala Islam belum dihinggapi kekotorannya seribu satu tahajul dan seribu satu bid'ah. Lemparkanlah djauh-djauh tahajul dan bid'ah itu, tjahkanlah segala barang sesuatu jang membawa kemusjrikan!"
— Ir. Soekarno, "Dibawah Bendera Revolusi" (Kumpulan tulisan dan pidato-pidato) jilid pertama, cetakan kedua, tahun 1963. halaman 390.
Organisasi islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama, menentang wahhabisme,[24] serta menyebutnya sebagai gerakan fanatik dan paham bid'ah dalam tradisi Sunni.[24]
Kritik dan Kontroversi
Kritik dari Muslim lain
- Pada praktiknya wahhabisme tumbuh sebagai paham yang demikian keras, kaku, ketat dan tanpa mengenal kompromi.[25] Sebagian kalangan menilai paham ini telah melampaui batas dalam menetapkan definisi sempit tentang tauhid. Pendukung wahhabi dianggap terlalu mudah menyerukan takfir, yakni memvonis sesama Muslim yang mereka tuduh sebagai sesat dan melanggar hukum Islam,[26] sebagai kafir.
- Kesepakatan bin Saud untuk melakukan jihad guna menyebarkan ajaran Ibn Abdul Wahhab lebih berkaitan dengan praktik penyerbuan tradisional Najd - "perjuangan naluriah untuk bertahan hidup dan nafsu untuk mencari keuntungan" - ketimbang motivasi agama;[27]
- Wahhabi tidak memiliki hubungan dengan gerakan kebangkitan Islam lainnya;[28]
- Tidak seperti tokoh pembaharu lainnya, pendirinya Abd ul-Wahhab menunjukkan sedikit kecakapan intelektual - sedikit menulis dan bahkan jarang membuat essai;[29]
Penentang awal
Orang pertama yang menentang Muhammad bin Abdul Wahhab adalah ayahnya sendiri, Abdul Wahhab, dan saudaranya Salman bin Abdul Wahhab yang adalah seorang cendekiawan dan qadi terkemuka. Saudara laki-laki Ibn Abd al-Wahhab menulis sebuah buku untuk menolak ajaran baru saudaranya, yang disebut: "Kata Akhir dari Al Qur'an, Hadis, dan Ucapan cendekiawan tentang aliran Ibn 'Abd al-Wahhab" juga dikenal sebagai: "Al-Sawa`iq al-Ilahiyya fi Madhhab al-Wahhabiyya" ("Halilintar Ilahi mengenai Aliran Wahhabi").[30]
Dalam bukunya "Sanggahan terhadap Wahhabisme dalam Sumber Arab, 1745–1932",[30] Hamadi Redissi memberikan referensi asli tentang deskripsi Wahhabi sebagai sekte yang memecah belah (firqa) dan asing (Khawarij), dalam komunikasi antara ulama Usmani dan Khedive Muhammad Ali. Redissi merinci sanggahan terhadap Wahhabi oleh para cendekiawan (mufti); di antaranya Ahmed Barakat Tandatawin, yang pada tahun 1743 menyebut Wahhabisme sebagai suatu bentuk kebodohan (Jahili atau kejahilan).[30]
Tentangan Syi'ah
Pada tahun 1801 dan 1802, golongan Wahhabi Saudi di bawah Abdul-Aziz bin Muhammad menyerang dan merebut kota suci Syiah Karbala dan Najaf di Irak, dan menghancurkan makam Husain bin Ali, cucu Muhammad, dan Ali bin Abu Thalib, menantu Muhammad. Pada tahun 1803 dan 1804 orang-orang Saudi merebut Makkah dan Madinah dan menghancurkan berbagai makam Ahlul Bait dan para Sahabat, monumen kuno, situs dan reruntuhan Islam. Menurut Wahhabi, mereka "menghapus sejumlah dari apa yang mereka pandang sebagai sumber atau gerbang menuju perbuatan syirik - seperti makam Fatimah, putri Muhammad. Pada tahun 1998 orang Saudi membuldozer dan menuangkan bensin ke atas makam Aminah binti Wahab, ibunda Muhammad. Hal ini menuai kemarahan di seluruh Dunia Islam.[31][32][33]
Tentangan Sunni
Wahhabisme telah dikritik keras oleh banyak kalangan Muslim Sunni arus utama dan terus dikecam oleh banyak cendekiawan Sunni terkemuka tradisional karena dianggap bid'ah, "sesat dan mendorong tindakan kekerasan" dalam Islam Sunni.[34] Di antara organisasi Sunni tradisional dunia yang menentang ideologi Wahhabi adalah Al-Azhar di Kairo, anggota fakultasnya yang secara konsisten mencela Wahhabisme dengan istilah seperti "ajaran setan." Mengenai Wahhabisme, cendekiawan dan intelektual Sunni Al-Azhar yang terkenal, Muhammad Abu Zahra berkata: "Wahhabi melebih-lebihkan (dan merusak) pernyataan Ibnu Taimiyah ... Kaum Wahhabi tidak menahan diri hanya melakukan dakwah penyebaran agama, tapi secara memaksa juga melakukan penghinaan terhadap siapapun yang tidak setuju dengan mereka dengan alasan bahwa mereka melawan bid`ah, dan perbuatan bid'ah adalah kejahatan yang harus diperangi ... Kapanpun mereka bisa merebut kota, mereka akan datang ke makam dan mengubahnya menjadi reruntuhan dan kehancuran... Kebrutalan mereka tidak berhenti di situ, tapi juga muncul ke kuburan siapa pun dan menghancurkannya juga. Dan ketika penguasa daerah Hijaz menyerah kepada mereka, mereka menghancurkan semua kuburan para Sahabat dan membakarnya sampai rata dengan tanah... Sebenarnya, telah diketahui bahwa Ulama kaum Wahhabi menganggap pendapat mereka sendiri benar dan tidak mungkin salah, sementara mereka menganggap pendapat orang lain salah dan tidak mungkin benar. Lebih dari itu, mereka menganggap apa orang lain lakukan; mendirikan makam dan mengelilinginya, sebagai perbuatan yang mendekati penyembahan berhala... Dalam hal ini perbuatan mereka sangat dekat dengan kaum Khawarij, yang biasa menyatakan orang-orang yang tidak setuju dengan mereka sebagai murtad dan memerangi mereka seperti yang telah kita sebutkan."[35]
Penghancuran situs bersejarah Islam
Ajaran Wahhabi menentang "pemuliaan terhadap situs-situs bersejarah yang terkait dengan awal ajaran Islam", dengan alasan bahwa "hanya Allah yang patut disembah" dan "penghormatan terhadap situs-situs yang terkait dengan manusia menyebabkan "syirik" .[36]
Akan tetapi, kritikus menunjukkan bahwa sesungguhnya dalam ziarah kubur, tidak ada Muslim yang memuja bangunan atau makam tersebut, dan melakukan perbuatan syirik. Orang-orang Muslim yang menziarahi makam Ahlul Bait atau Sahabat masih berdoa kepada Allah semata sambil mengingat sahabat dan keluarga Nabi. Banyak bangunan yang terkait dengan sejarah Islam awal, termasuk berbagai makam seperti Makam Al-Baqi dan artefak lainnya di Arab Saudi, telah dihancurkan oleh kaum wahhabi sejak awal abad-19 sampai kini.[37][38] Praktik penghancuran makam yang kontroversial ini telah menuai banyak kritikan dari Muslim Sunni lain, golongan Sufi, Syi'ah, serta dunia internasional.
Ironisnya, meski wahhabi menghancurkan banyak situs Islam, situs non-Islam, dan situs bersejarah terkait Muslim awal; keluarga keluarga Nabi dan Sahabat Nabi, serta menerapkan larangan keras untuk menziarahi situs-situs tersebut, pemerintah Saudi malah merenovasi makam Muhammad ibn Abd al-Wahhab dan mengubah tempat kelahirannya menjadi tempat ziarah utama di kerajaan Saudi.[39]
-
Pasukan Turki Usmani kembali ke Mekkah pada 1813 setelah sebelumnya terusir oleh kaum Salafi.
-
Perang Madinah (1812), Pasukan Turki Usmani merebut kembali Madinah dari tangan kaum Salafi.
-
Kaum loyalis Usmani berkumpul menentang revolusi Arab.
-
Makam Aminah; bangunan diatasnya dihancurkan pada tahun 1998 oleh pemerintah Arab Saudi.
Referensi
- ^ "Wahhābī". Encyclopaedia Britannica Online. Diakses tanggal 2010-12-12.
- ^
• WAHHABIYYA, sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan (a) doktrin dan (b) pengikut Muhammad b. cAbd al-Wahhab. Brill Encyclopedia of Islam, 2nd ed
• Wahhābīyah Gerakan kebangkitan keagamaan abad kesebelas belas (tajdīd) dan reformasi (islāh) yang didirikan di Najd di Arab Saudi oleh sarjana dan ahli hukum Muḥammad Ibn'Abd al-Wahhāb (1702/3–1791/2). The Oxford Encyclopedia of the Islamic World
• WAHHABIYAH Sebuah kelompok pembaruan Islam yang didirikan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab (AH AH 1206/1792 M), Wahhabıyah terus berlanjut sampai sekarang di Jazirah Arab. Istilah Wahhabı awalnya digunakan oleh lawan gerakan, yang menuduh bahwa itu adalah bentuk baru Islam, namun akhirnya nama tersebut mendapat penerimaan yang luas. Encyclopedia of Religion 2nd ed (MacMillan)
• Ibn ‘Abd al-Wahhab, Muhammad (1703–92) Pendiri gerakan keagamaan revivalis dan reformis yang berpusat di Najd di Arabia tengah dan biasa disebut sebagai Wahhabiyyah atau Wahhabi, The Princeton Encyclopeidia of Islamic Political Thought
• Wahhabis Gerakan reformis / revivalis abad ke-18 untuk rekonstruksi masyarakat secara sosial. (The Oxford Dictionary of Islam)
• MUWAHHIDUN Gerakan tersebut dimulai oleh seorang ilmuwan agama dari Najd (Arab Saudi), Muhammad ibn Abd al-Wahhab (1703-1792), dididik oleh ulama (imam Islam) di tempat yang sekarang bernama Irak, Iran, dan Hijaz (Arabia barat). The Encyclopedia of the Modern Middle East and North Africa (2nd Edition) (MacMillan)
• Wahhabiyya sebuah gerakan reformasi konservatif diluncurkan di Arabia abad kedelapan belas oleh Muhammad b.Abd al-Wahhab (1703-1792). Encyclopedia of Islam and the Muslim world (MacMillan)
• Wahhabism (Bahasa Arab: Wahhabiyya) Dinamai berdasarkan tokoh pendirinya, Muhammad ibn abd al-Wahhab (wafat tahun 1792), Wahhabisme adalah bentuk paling penting dari reformasi Islam militan yang muncul di Jazirah Arab. [...] Ini mengacu pada seperangkat doktrin dan praktik dan gerakan sektarian {{sic | terdiri dari | hide = y |} dan penganutnya.Encyclopedia of Islam, InfoBase
• Wahhabism. Wahhabisme mengacu pada interpretasi konservatif Islam yang didirikan sebagai gerakan kebangkitan dan reformasi di Arabia abad kedelapan belas (Oxford Encyclopedia of the Modern World)
• Wahabism Gerakan Islam yang berkembang pada abad kedelapan belas di Arabia tengah, memberikan interpretasi Sunni yang ketat dan puritan. (A Dictionary of Contemporary World History (3 ed.), Oxford)
• Wahhābī Gerakan Islam Wahhābī, juga dieja Wahābī, adalah bagian dari gerakan reformasi Muslim yang didirikan oleh Muḥammad ibn'Abd al-Wahhāb pada abad ke-18 di Najd, Arab tengah, dan diadopsi pada tahun 1744 oleh keluarga Sa'ūd. (Encyclopedia Britannica)
• Wahhābīya Gerakan Muslim ultra-konservatif dan puritan yang berpegang pada mahzab Ḥambali, meskipun menganggap dirinya sebagai ghair muqallidīn, tidak patuh pada partai, namun percaya bahwa mereka membela kebenaran. (The Concise Oxford Dictionary of World Religions, Oxford) - ^ Mark Juergensmeyer, Wade Clark Roof, ed. (2011). "Wahhabis". Encyclopedia of Global Religion. SAGE Publications. hlm. 1369.
- ^ a b "Analysis Wahhabism". PBS Frontline. Diakses tanggal 13 May 2014.
Selama lebih dari dua abad, Wahhabisme telah menjadi aliran yang dominan di Arab Saudi. Ini adalah bentuk sederhana dari Islam Sunni yang menekankan interpretasi literal atas Quran. Wahhabi percaya bahwa semua orang yang tidak mempraktikkan bentuk Islam mereka adalah musyrik dan musuh mereka. Kritikus mengatakan bahwa kekakuan Wahhabisme telah menyebabkannya salah tafsir dan mendistorsi Islam, merujuk kepada ekstremis seperti Osama bin Laden dan Taliban. Ledakan perkembangan Wahhabisme dimulai pada tahun 1970-an ketika badan amal Saudi mulai mendanai sekolah-sekolah Wahhabi (madrasah dan masjid-masjid di seluruh dunia, mulai dari Islamabad ke Culver City, California.
- ^ Kampeas, Ron. "Fundamentalist Wahhabism Comes to U.S." Belief.net, Associate Press. Diakses tanggal 27 February 2014.
- ^ "Wahhabi". Encyclopædia Britannica Online. Diakses tanggal 2010-12-12.
- ^ a b Commins, David (2006). The Wahhabi Mission and Saudi Arabia. I.B. Tauris. hlm. vi. ISBN 9781845110802.
- ^ a b Abu Mujahid & Haneef Oliver, Virus Wahabi, Toobagus Publishing, 2010, hal. 120 – 121.
- ^ Valentine, Simon Ross (2015-01-09). Force and Fanaticism: Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 9781849046152.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaCommins-viv
- ^ Glasse, Cyril, The New Encyclopedia of Islam, Rowan & Littlefield, (2001), pp.469-472
- ^ a b c Esposito 2003, hlm. 333
- ^ In the US the term "Wahhabi" was used in the 1950s to refer to "puritan Muslims", according to Life magazine. "The King of Arabia". Life. 31 May 1943. p. 72. ISSN 00243019. Retrieved 22 June 2013.
- ^ Wiktorowicz, Quintan. "Anatomy of the Salafi Movement" in Studies in Conflict & Terrorism, Vol. 29 (2006): p. 235, footnote.
- ^ Blanchard, Christopher M. "The Islamic Traditions of Wahhabism and Salafiyya" (PDF). Updated January 24, 2008. Congressional Research Service. Retrieved 12 March 2014.
- ^ Lihat Kitab Imam wa Amir wa Da’watun Likullil ‘Ushur, hal. 162.
- ^ Sofyan Chalid: Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan, Toobagus Publishing, 2011, hal. 38.
- ^ GlobalSecurity.org Salafi Islam
- ^ Washington Post, For Conservative Muslims, Goal of Isolation a Challenge
- ^ John L. Esposito, What Everyone Needs to Know About Islam, p.50
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaKepel-petro
- ^ a b c Indonesia, Heyder Affan Wartawan BBC. "Jejak Wahabi, dari sayap kanan hingga perang Paderi". BBC Indonesia. Diakses tanggal 2018-01-04.
- ^ {{Cite book| author = Azyumardi Azra| title = Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII | year = 2013)
- ^ a b Latif, Yudi (2008). Indonesian Muslim Intelligentsia and Power. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 190. Diakses tanggal 7 March 2017.
- ^ Algar, Hamid (2002). Wahhabism: A Critical Essay. Oneonta, NY: Islamic Publications International. hlm. back cover.
Wahhabisme, sebuah interpretasi aneh tentang doktrin dan praktik Islam yang pertama kali muncul di Arab pada pertengahan abad kedelapan belas, kadang-kadang dianggap sebagai bentuk Islam Sunni yang ekstrem atau tanpa kompromi.
- ^ Algar, Hamid (2002). Wahhabism: A Critical Essay. Oneonta, NY: Islamic Publications International. hlm. 33–34.
[Algar mencantumkan beberap hal yang melibatkan syafaat dalam doa, bahwa paham Wahhabi percaya praktik itu melanggar asas tauhid al-`ibada (mengarahkan semua penyembahan hanya kepada Allah)]. Semua praktik yang diduga menyimpang dapat dibenarkan dengan referensi tradisi, konsensus, dan hadits, seperti yang telah dijelaskan oleh banyak ulama Sunni dan Syiah, yang telah membahas fenomena Wahhabisme. Jika bukan itu masalahnya, keyakinan bahwa ziyarah atau tawassul tidak bermanfaat, tidak dapat dijadikan alasan logis untuk mengutuk iman seseorang, dan mengeluarkannya dari Islam.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaKepel-159
- ^ Algar, Hamid (2002). Wahhabism: A Critical Essay. Oneonta, NY: Islamic Publications International. hlm. 4–5.
Adalah sebuah kesalahan jika memikirkan Wahhabisme berasal dari gerakan reformasi yang meluas di dunia Muslim, atau bahwa hal itu sesuai dengan pola umum 'pembaharuan' (tajdid) yang kemudian berlangsung di Timur Tengah, di Asia Selatan, di Afrika dan tempat lain. Semua gerakan itu sebagian besar berbeda sifatnya dari Wahhabisme, yang harus dipertimbangkan dalam konteks spesifik waktu mereka sendiri sebagai pengecualian, penyimpangan, atau paling tidak sebuah anomali.
- ^ Algar, Hamid (2002). Wahhabism: A Critical Essay. Oneonta, NY: Islamic Publications International. hlm. 14–15, 17.
- ^ a b c Kingdom without borders: Saudi political, religious and media frontiers. Diakses tanggal 2012-09-17.
- ^ The Destruction of Holy Sites in Mecca and Medina By Irfan Ahmed in Islamic Magazine, Issue 1, July 2006
- ^ Nibras Kazimi, A Paladin Gears Up for War, The New York Sun, November 1, 2007
- ^ John R Bradley, Saudi's Shi'ites walk tightrope, Asia Times, March 17, 2005
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaSatanicSimonValentine
- ^ Muhammad Abu Zahra, Tarikh al-Madhahib al-Islamiyya, pp. 235-38
- ^ Salah Nasrawi, "Mecca's ancient heritage is under attack – Developments for pilgrims and the strict beliefs of Saudi clerics are encroaching on or eliminating Islam's holy sites in the kingdom", Los Angeles Times, September 16, 2007. Retrieved 21 December 2009.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaRabasa 2004 103, note 60
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaTI
- ^ Hubbard, Ben (31 May 2015). "Saudis Turn Birthplace of Wahhabism Ideology Into Tourist Spot" – via NYTimes.com.
- ^ "History of the Cemetery Of Jannat Al-Baqi".
Bacaan lebih lanjut
- Burckhardt, John Lewis, Notes on the Bedouins and Wahábys, H. Colburn and R. Bentley, 1830.
- Valentine, S. R., "Force & Fanaticism: Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond", Hurst & Co, London, 2015, ISBN 978-1849044646.
- Imran N. Hosein (1996). 'The Caliphate, the Hejaz and the Saudi-Wahhabi Nation-State'. New York: Masjid Darul Qur'an.
- Algar, Hamid, Wahhabism: A Critical Essay, Islamic Publications International, ISBN 1-889999-13-X.
- Delong-Bas, Natana J., Wahhabi Islam: From Revival and Reform to Global Jihad, Oxford University Press, ISBN 0-19-516991-3.
- Holden, David and Johns, Richard, The House of Saud, Pan, 1982, ISBN 0-330-26834-1.
- Al-Rasheed, Madawi, A History of Saudi Arabia, Cambridge University Press, 2002, ISBN 0-521-64412-7.
- De Gaury, Gerald and Stark, Freya, Arabia Phoenix, Kegan Paul International Limited, ISBN 0-7103-0677-6, ISBN 978-0-7103-0677-7.
- Oliver, Haneef James, The 'Wahhabi' Myth: Dispelling Prevalent Fallacies and the Fictitious Link with Bin Laden, T.R.O.I.D. Publications, Februari 2004, ISBN 0-9689058-5-4.
- Quist, B. Wayne and Drake, David F., Winning the War on Terror: A Triumph of American Values, iUniverse, 2005, ISBN 0-595-67272-8.
- Malik, S. K. (1986). The Quranic Concept of War (PDF). Himalayan Books. ISBN 81-7002-020-4.
- Swarup, Ram (1982). Understanding Islam through Hadis. Voice of Dharma. ISBN 0-682-49948-X.
- Trifkovic, Serge (2006). Defeating Jihad. Regina Orthodox Press, USA. ISBN 1-928653-26-X.
- Phillips, Melanie (2006). Londonistan: How Britain is Creating a Terror State Within. Encounter books. ISBN 1-59403-144-4.
- Commins, David Dean (2006). The Wahhabi Mission and Saudi Arabia (PDF). I.B. Tauris. ISBN 1-84885-014-X.
- Esposito, John (2003). The Oxford Dictionary of Islam. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-512558-4.
- Kepel, Gilles (2002). Jihad: The Trail of Political Islam. trans. Anthony F. Roberts (edisi ke-1st English). Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-00877-4.
- Vernochet, Jean-Michel (2013). Les Egarés: Wahhabisme est-il un contre Islam ? (edisi ke-4th French). Alfortville-F: Sigest. ISBN 978-2-917329-62-7.
- Saint-Prot, Charles. Islam. L'avenir de la tradition entre révolution et occidentalisation (Islam. The Future of Tradition between Revolution and Westernization). Paris: Le Rocher, 2008.
- Saudi Clerics and Shia Islam, by Raihan Ismail, Oxford University Press, 2016. ISBN 978-0-19-023331-0
Pranala luar
- "Wahhabism." Oxford Bibliographies Online: Islamic Studies.
- What Is a Salafi And Is Their Approach Valid?
- Spero News – Bosnia: Muslims upset by Wahhabi leaders
- The Wahhabi Movement
- Analysis: Inside Wahhabi Islam
- Wahhabism: Understanding the roots and role models of Islamic extremism
- Wahabi Way (Arabic)
- Definitive Wahhabi Profile
- Saudi Publications on Hate Ideology
- Booknotes interview with Stephen Schwartz on The Two Faces of Islam: The House of Sa'ud from Tradition to Terror, February 2, 2003