Iskandar Muhammad Djabir Sjah
Iskandar Muhammad Djabir Syah (4 Maret 1902 – 4 Juli 1975) adalah seorang sultan dari Kesultanan Ternate. Dia adalah sultan Ternate ke-47.
Iskandar Muhammad Djabir Syah | |
---|---|
Sultan Iskandar Muhammad Djabir Syah | |
Sultan Ternate ke-47 | |
Berkuasa | 1929—1975 |
Pendahulu | Muhammad Usman Sjah |
Penerus | Mudaffar Sjah |
Kelahiran | Ternate, Kesultanan Ternate | 4 Maret 1902
Kematian | 4 Juli 1975 Jakarta, Indonesia | (umur 73)
Pasangan | Boki Mariam |
Keturunan | Mudaffar Sjah |
Wangsa | Kedaton Kesultanan Ternate, Soa Sio, Ternate |
Ayah | Muhammad Usman Sjah |
Ibu | Boki Mihir |
Agama | Islam |
Biografi
Iskandar Muhammad Djabir Sjah (1902—1975) adalah Sultan Ternate ke-46. Sultan sangat membenci penjajahan. Hal ini tidak lepas dari pengalaman hidupnya. Ayahnya ditangkap dan dibuang oleh Belanda. Djabir dan saudara-saudaranya juga dibawa ke Batavia dan dididik menurut cara-cara Belanda. Tetapi di sana Djabir justru makin mengenal politik dan menjadi simpatisan Jong Islamieten Bond.
Pada tanggal 2 September 1929, Djabir dinobatkan sebagai Sultan Ternate. Usaha Belanda untuk menjadikan sultan sebagai “boneka”gagal, karena Sultan tidak mau tunduk. Ketika Jepang masuk, Sultan “rela” diungsikan Sekutu ke Australia. Tetapi pikiran dan hati Sultan tetap pada rakyatnya, sehingga Sultan rela bolak-balik Australia Ternate untuk kepentingan rakyatnya.
Setelah Indonesia merdeka dan Sultan kembali ke Ternate, mulailah terjadi gesekan atau ketidaksesuaian dengan golongan pemuda. Para pemuda menginginkan negara berbentuk kesatuan, sedangkan Sultan teguh pada pendiriannya yaitu federal. Alasannya adalah pertimbangan kondisi alam dan geografis serta beraneka ragam kebudayaan yang ada di Indonesia. Konsep Moloku kia raha inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran dan pendapat Sultan. Walaupun begitu dalam sistem pemerintahan Sultan adalah nasional demokrat.
Pendapat Sultan mengenai konsep negara federal ini ternyata membawa akibat “buruk”. Gesekan semakin menjadi-jadi, bahkan Sultan difitnah terlibat gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Akhirnya Sultan dipanggil Presiden Republik Indonesia Soekarno ke Jakarta. Namun, sultan tetap bertahan pada ideologinya yaitu negara federal.
Sultan kemudian ditanya mau tinggal di Jakarta atau pulang ke Ternate. Sultan terpaksa memilih tinggal di Jakarta. Alasannya adalah bila kembali ke Ternate pasti timbul konflik dengan para pemuda. Yang kedua adalah untuk membersihkan nama baiknya. Di Jakarta Sultan bekerja di Kementerian Dalam Negeri. Sultan Iskandar Muhammad Djabir Syah wafat 4 Juli 1975. Tahun 1995 kerangkanya dipulangkan ke Ternate dengan penghormatan yang besar sesuai adat kerajaan.[1]