Jalur kereta api Muaro Kalaban–Muaro–Pekanbaru

jalur kereta api di Indonesia

Jalur kereta api Muarakalaban–Muaro–Pekanbaru adalah jalur kereta api nonaktif antara Muarakalaban sampai dengan Pekanbaru sepanjang 246 kilometer yang dibangun oleh dua pihak dan masa yang berbeda, Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust pada masa Hindia-Belanda dan Rikuyu Sokyoku (Jawatan Kereta Api pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda) pada masa pendudukan Jepang dengan menggunakan tenaga pekerja romusa maupun tahanan perang (Prisoner of War).

Jalur kereta api Muarakalaban–Muaro–Pekanbaru
Lokomotif tipe C ( C54xx) yang teronggok di bekas jalur kereta api Muaro–Pekanbaru, tepatnya di sekitar Lipat Kain
Ikhtisar
JenisJalur lintas utama
SistemJalur kereta api rel berat
StatusTidak beroperasi
TerminusMuarakalaban
Pekanbaru
Operasi
Dibangun olehStaatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (Segmen Muarakalaban–Muaro)
Rikuyu Sokyoku (Segmen Muaro–Pekanbaru)
Mulai konstruksi1920 (Segmen Muarakalaban–Muaro)
24 Mei 1944 (Segmen Muaro–Pekanbaru)
Dibuka1 Maret 1924 (Segmen Muarakalaban–Muaro)
15 Agustus 1945 (Segmen Muaro–Pekanbaru)
Ditutup? (Segmen Muarakalaban–Muaro)
September 1945 (Segmen Muaro–Pekanbaru)
Pemilik
OperatorWilayah Aset Divre II Sumatra Barat
Data teknis
Panjang rel246 km
Lebar sepur1.067 mm (3 ft 6 in)

Sebagian dari jalur tersebut (hanya segmen Muarakalaban–Muaro), dioperasikan oleh Wilayah Aset Divre II Sumatra Barat. Untuk segmen kelanjutannya masih dalam proses penggodokan untuk dibangun lagi sebagai bagian dari megaproyek jalur kereta api Trans-Sumatra.

Segmen Muarakalaban–Muaro

Berkas:Boekoe Peringatan dari Staatsspoor-en Tramwegen di Hindia-Belanda 1875-1925.pdf
Masterplan jalur kereta api Trans-Sumatra versi Staatsspoorwegen.

Setelah sukses membangun jalur kereta api Padangpanjang–Sawahlunto, Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust (SSS) melakukan perencanaan pembangunan jalur kereta api dari Muarakalaban menuju Tembilahan (Riau). Dalam perencanaan pembangunan jalur kereta Muarakalaban–Tembilahan nantinya di jalur tersebut terdapat cabang menuju Muaro–Lahat, Muara Lembu (Kuantan Singingi), dan Air Molek.[1] Dalam pelaksanaan pembangunannya, dibangunlah segmen MuarakalabanPadang Sibusuk (6,2 km) dan dilanjutkan dengan pembangunan segmen Padang SibusukMuaro (19,9 km) yang diresmikan pada 1 Maret 1924.[2] Akan tetapi sebagai akibat terjadinya Depresi Besar pada tahun 1933 pembangunan jalur kereta api Muarakalaban–Tembilahan dihentikan dan hanya selesai sampai dengan Muaro, proyek jalur ini pun tak pernah berjalan hingga terjadinya peralihan kekuasaan antara Hindia-Belanda dengan Jepang.

Segmen Muaro–Pekanbaru

Jalan kereta api dari Muaro ke Pekanbaru di provinsi Riau dibangun pekerja paksa antara bulan September 1943 sampai dengan 15 Agustus 1945. Jalur ini dikerjakan oleh romusha dan tawanan perang Belanda. Menurut laporan Palang Merah Internasional, sekitar 80.000 dari 102.300 orang romusha yang didatangkan dari Jawa meninggal dan sekitar 700 orang tawanan perang Eropa meninggal.

Latar belakang

Berkas:De Deli spoorweg maatschappij.pdf
Lokomotif dengan nomor DSM 30, ditemukan di hutan gambut di Riau

Rencana pembangunan jalur kereta api antara Muaro dan Pekanbaru sudah dimulai sejak awal abad ke-20, tetapi karena berbagai hal pemerintah pusat di Belanda belum tertarik untuk menindaklanjuti rencana ini. Pada tahun 1920, Staatsspoorwegen melanjutkan kembali penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya, SS menugaskan Ir. W.H. de Grave dan Ir. W.J.M. Nivel untuk mengaji serta meneliti kemungkinan dibangunnya rute terbaik jalur kereta api ke pantai timur Sumatra. Dia menuliskan laporan penelitian dan pedoman teknis pembangunan jalur ini dalam dokumen Staatsspoorwegen No. 19 tahun 1927.[3]

Akhirnya rencana pembangunan jalur kereta api ini ditunda setelah mempertimbangkan bahwa eksploitasi jalur kereta api ke arah Pekanbaru yang sebagian besar hanya mengandalkan batu bara maka menurut perhitungan, biaya pembangunan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dari eksploitasi. Selain itu, medan yang dilalui cukup berat dan banyaknya sarang nyamuk malaria yang dapat membuat biaya pembangunan membengkak.

Namun pada saat masa pendudukan Jepang, jalur Muaro–Pakanbaru menjadi prioritas utama karena kebutuhan energi batu bara untuk perang yang amat mendesak. Lebih dari itu, Jepang memiliki sumber daya manusia yang banyak dan murah, yaitu romusha dan tawanan perang.

Konstruksi

Pada bulan Maret 1943, rombongan romusha dari Pulau Jawa tiba di Pekanbaru. Mereka bertugas membangun emplasemen di Pekanbaru untuk mempermudah pembangunan jalur kereta api menuju pedalaman.

Jepang memimpin pembangunan rel kereta sejauh 220 km dari Pekanbaru sampai Selat Malaka menggunakan tenaga kerja paksa dan tahanan perang. Pembangunan ini dilakukan selama 15 bulan yang melalui pegunungan, rawa-rawa, dan sungai-sungai yang berarus deras.[4] Sebanyak 6.500 tahanan perang Belanda (kebanyakan Indo-Eropa) dan Britania Raya ditambah lebih dari 100.000 romusha Indonesia (kebanyakan suku Jawa) dikerahkan oleh militer Jepang. Saat proyek ini rampung bulan Agustus 1945, hampir sepertiga tahanan perang Eropa dan lebih dari separuh kuli Indonesia telah meninggal dunia.[3]

Rel kereta ini bertujuan sebagai media pengangkutan batu bara dan tentara dari Pekanbaru ke rel kereta api lain di Muaro di barat pulau Sumatra. Pembangunan rel selesai pada 15 Agustus 1945. Rel ini hanya sekali digunakan untuk membawa tahanan perang keluar dari wilayah tersebut, lalu dibiarkan tertutup hutan.[3][5]

Material rel dan bantalannya diambil dari Deli Spoorweg Maatschappij di Sumatra Utara. Namun ada juga pekerja yang melihat adanya material dari Malang Stoomtram Maatschappij.

Jepang juga mengambil kendaraan rel dan pegawai dari DSM. Ada 3 lokomotif DSM yang diambil. Dua di antaranya adalah lokomotif 1B1 buatan Hanomag.

Pembangunan jalan rel dibangun secara asal-asalan karena masing-masing tentara Jepang dan romusha tidak mengerti bagaimana cara membangun jalan rel yang baik. Bantalan rel dibuat dari kayu apa saja yang ada di hutan, sehingga bantalan-bantalan tersebut pecah saat rel ditancapkan pada kayu tersebut.

Apabila jalan rel melintasi rawa, rawa tersebut hanya diuruk ala kadarnya tanpa dipadatkan, sehingga tanah ini sangat rawan ambles apabila dilewati Kereta Api.

Jembatan rel yang dibangun pun dibuat seadanya sehingga konstruksi jembatan amat rapuh dan bisa saja ambruk sewaktu-waktu.

Di daerah Logas, menurut hasil penelitian Ir. W.H. de Grave seharusnya dibangun terowongan menembus Bukit Barisan. Tetapi tentara Jepang tidak mengindahkan pendapat para Insinyur SS dan sebaliknya membuat jalur memutar di samping jurang dan membuat talud yang konstruksinya amat buruk. Beberapa saat sebelum Jepang menyerah kereta yang ditumpangi para romusa anjlok di tempat ini dan jatuh ke jurang.[3]

Tercatat pasca selesainya segmen Muaro–Pekanbaru dibangun, pernah setidaknya ada beberapa kali perjalanan kereta api yakni:

  1. Antara tanggal 24 dan 30 Agustus 1945, para tahanan perang di sepanjang jalur ini dievakuasi dengan sebuah kereta menuju Pekanbaru yang selanjutnya diangkut menuju Singapura guna menjalankan perawatan medis. Setelah Jepang menyerah, seorang tentara Jepang bernama Lance Kopral Ito mengemudikan sebuah kereta yang mengangkut tanahan perang warga Belanda dari Muaro menuju Pekanbaru akan tetapi karena kualitas jalur yang buruk, kereta ini pun anjlok. Proses evaluasi tahanan perang ini selesai pada 5 November 1945.[3]
  2. Memasuki awal tahun 1946, seorang insinyur Jepang yang ikut dalam pembangunan jalur ini menggunakan sebuah kereta dari Muaro menuju Pekanbaru yang selanjutnya menunggu sebuah transportasi menuju ke Jepang, kereta tersebut hanya mengangkut dirinya sendiri beserta peralatan pembangunan jalur kereta api. Pada 8 April 1946, sebuah kapal berlabuh di Sungai Siak dan membawa pergi sang insinyur.[3]

Setelah bulan April 1946 segmen Muaro–Pekanbaru tidak pernah sama sekali digunakan kembali dan meninggalkan jalur rel yang terbengkalai beserta beberapa lokomotif uap yang tertinggal di sepanjang jalur.

Kesaksian

George Duffy, satu dari 15 tentara Amerika Serikat sekaligus penyintas MS American Leader yang tenggelam, menceritakan kehidupan dan kematian tahanan perang di Memory Archive; malaria, disentri, pelagra, dan malagizi/beri-beri adalah penyakit utama yang diakibatkan oleh kerja berlebihan dan perlakuan tak layak. Katanya, "harapan hidup rata-rata 700 tahanan perang yang tewas dalam proyek ini adalah 37 tahun 3 bulan."[6]

Warisan

 
Tugu Rel Kereta Api Sumatra di National Memorial Arboretum di Alrewas, Inggris

Rel kereta ini tidak pernah dimanfaatkan sepenuhnya dan masih terbengkalai.[7] Di tempat lain, Jepang memerintahkan pembangunan rel kereta api Burma dan rel kereta api Tanah Genting Kra (dari Chumphon ke Kra Buri).

Tugu Rel Kereta Api Sumatra (Sumatra Railway Memorial) dibuka pada Hari Kemenangan Atas Jepang tahun 2001 di National Memorial Arboretum di Alrewas, dekat Lichfield, Staffordshire, Inggris. Tugu ini memperingati kurang lebih 5.000 tahanan perang dan 30.000 pekerja lokal yang dipaksa membangun proyek rel kereta api Sumatra sejauh 140 mil. Tugu ini terletak dekat Far East Prisoners of War Memorial Building.[5] Pembukaan tugu tersebut dihadiri oleh mantan tahanan perang, duta besar Jepang untuk Britania Raya (Sadayuki Hayashi), dan meliputi peletakan batu perdamaian dan penanaman pohon sebagai simbol perdamaian.[5]

Hingga kini masih dapat dijumpai beberapa peninggalan yang membuktikan bahwasanya jalur ini pernah ada di antaranya:

  1. potongan ketel lokomotif uap di Jalan Tanjungkarang No. 55, RT 02 RW 01, Kelurahan Pesisir, Limapuluh, Pekanbaru yang tepatnya berada di belakang halaman rumah warga.
  2. Satu buah lokomotif uap tipe C54 di Lipat Kain yang komponennya sebagian besar telah hilang.
  3. Satu buah lokomotif tipe C3322 yang relatif utuh berada di Logas dan menjadi benda cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah daerah setempat.
  4. Serta beberapa peninggalan lainnya berupa potongan rel maupun bantalannya.

Jalur terhubung

Lintas aktif

Tidak terhubung dengan lintas aktif manapun

Lintas nonatif

Padangpanjang–Sawahlunto

Layanan kereta api

Tidak ada layanan kereta api yang dijalankan di jalur ini.

Daftar stasiun / kamp

Nomor Nama stasiun Singkatan Alamat Letak Ketinggian Status Foto
MuarakalabanMuaroPekanbaru
Segmen Muarakalaban–Padang Sibusuk
Panjang segmen 6,2 km
Diresmikan pada tanggal 1 Maret 1924
oleh Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust
Ditutup pada ?
Termasuk dalam Divisi Regional II Sumatera Barat
7302 Muarakalaban MKB Jalan Lintas Sumatra 184, Muaro Kalaban, Silungkang, Sawahlunto km 76+081 lintas Teluk Bayur–Padang–Lubuk Alung–Sawahlunto
km 0+000 lintas Muarokalaban–Muaro–Pekanbaru
+223 m Tidak beroperasi  
BH -
Terowongan Kupitan
panjang: 600 m
Dibangun pada tahun 1922
7406 Padang Sibusuk PSK Padang Sibusuk, Kupitan, Sijunjung km 6+163 +199 m Tidak beroperasi  
Segmen Padang SibusukMuaro
Panjang segmen 19,9 km
Diresmikan pada tanggal ?
Ditutup pada ?
7405 Pamuatan PMU km 8+658 Tidak beroperasi
7404 Tanjung Ampalu TJA Muaro Bodi, IV Nagari, Sijunjung km 13+235 +167 m Tidak beroperasi  
7403 Palaluar PAL km 17+518 Tidak beroperasi
7402 Padanglawas PDW km 19+649 Tidak beroperasi
7401 Muaro MRO Muaro, Sijunjung, Sijunjung km 25+986 +153 m Tidak beroperasi  
Segmen MuaroPekanbaru
Panjang segmen 220 km
Diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1945
oleh Rikuyu Sokyoku
Ditutup pada September 1945
Kamp 12 Silukah - km ?+??? Tidak beroperasi
Kamp 11 Padang Tarok - km 46+??? Tidak beroperasi
Kamp 10 Lubuk Ambacang - km 86+??? Tidak beroperasi
Kamp 9 Logas - km 104+??? Tidak beroperasi
- Petai - km ?+???
km 0+000 cabang menuju Kamp 14 Tapoi (Tambang Batu Bara)
Tidak beroperasi
Kamp 8 Kota Baru - km 135+??? Tidak beroperasi
Kamp 7 Lipat Kain - km ?+??? Tidak beroperasi
Kamp 6 Sungai Pagar - km 210+??? Tidak beroperasi
Kamp 5 Lubuk Sakat - km ?+??? Tidak beroperasi
Kamp 4 Teratak Buluh - km 223+??? Tidak beroperasi
Kamp 3 Kubang - km ?+??? Tidak beroperasi
Kamp 2a Simpang Tiga - km ?+??? Tidak beroperasi
Kamp 2 Tangkerang - km 241+??? Tidak beroperasi
Kamp 1 Pekanbaru - km 246+??? Tidak beroperasi

Keterangan:

  • Stasiun yang ditulis tebal merupakan stasiun kelas besar dan kelas I.
  • Stasiun yang ditulis biasa merupakan stasiun kelas II/menengah, III/kecil, dan halte.
  • Stasiun yang ditulis miring merupakan halte atau stasiun kecil yang nonaktif.

Referensi:

  • Stasiun aktif: [8]
  • Stasiun nonaktif: [9][10]
  • Pengidentifikasi stasiun: [11]
  • Penomoran lintas:
  • Tanggal pembukaan jalur: [12]:106-124


Galeri

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Reitsma, S.A. (1925). Gedenkboek der staatsspoor- en tramwegen in Nederlandsch- Indië 1875-1925. Landsdrukkerij. hlm. 50. 
  2. ^ Bijlagen van der Verslag van de handelingen der Staten-Generaal. Den Haag: Staatsdrukkerij- en Uitgeverijbedrijf. 1925–1928. 
  3. ^ a b c d e f Farrel, Jamie. "Jalur Kereta Api Maut Pekanbaru". www.pekanbarudeathrailway.com. Diakses tanggal 6 Oktober 2019. 
  4. ^ Nusantara, Tim Telaga Bakti; Perkeretaapian, Asosiasi Pakar (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1 (edisi ke-Cet. 1). Bandung: CV Angkasa. hlm. 146. 
  5. ^ a b c Memorial to Sumatra railway dead 15 August 2001 BBC News
  6. ^ Duffy, George (5 January 2006). "The Death Railway, April 1945". MemoryArchive. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 June 2008. Diakses tanggal 2 January 2015. 
  7. ^ Hovinga, Henk (2010). The Sumatra Railroad: Final Destination Pakan Baroe 1943-45. Leiden: KITLV Press. ISBN 9789067183284. 
  8. ^ Grafik Perjalanan Kereta Api pada Jaringan Jalur Kereta Api Nasional di Sumatra Bagian Selatan Tahun 2023 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian. 14 April 2023. Diakses tanggal 12 Mei 2023. 
  9. ^ Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  10. ^ Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa. 
  11. ^ Arsip milik alm. Totok Purwo mengenai Nama, Kode, dan Singkatan Stasiun Kereta Api Indonesia
  12. ^ Reitsma, S.A. (1928). Korte Geschiedenis der Nederlandsch-Indische Spoor- en Tramwegen. Weltevreden: G. Kolff & Co. 

Daftar pustaka

  • "Drama Jalur Maut Pakanbaroe Spoorweg". Majalah KA (87). 2013. 
  • Hovinga, Henk (2013). Op dood spoor: het drama van Pakanbaroe Spoorweg 1943–1945. Uitgeverij van Wijnen. 

Pranala luar