Muhammad Nashiruddin Al-Albani

ulama Suriah-Albania

Muhammad Nashiruddin al-Albani (bahasa Arab: محمد ناصر الدين الألباني; Oktober 1914 (umur -86–-85)) adalah seorang ulama Hadits terkemuka dari era kontemporer (abad ke-20) yang sangat berpengaruh, dikenal di kalangan kaum Muslimin dengan nama Syaikh al-Albani atau Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, sebutan al-Albani ini merujuk kepada daerah asalnya yaitu Albania. Syaikh al-Albani adalah seorang ulama besar Sunni dan asli berdarah Eropa. Menelurkan banyak karya monumental di bidang hadits dan fiqh (fikih) serta banyak dijadikan rujukan oleh ulama-ulama Islam pada masa sekarang. Pernah menjadi dosen selama tiga tahun di Universitas Islam Madinah. Ia juga peraih Penghargaan Internasional Raja Faisal pada tahun 1999 atas karya-karya ilmiahnya.[3][4][5][6]

Muhammad Nashiruddin al-Albani
NamaMuhammad Nashiruddin al-Albani
Lahir1914
Shkodër (Askhodera), Kepangeranan Albania
Meninggal2 Oktober 1999
Yordania Amman, Yordania
KebangsaanAlbania, Suriah
EtnisAlbania
ZamanEra modern
Wilayah aktifUlama Islam
FirkahSunni
Mazhab AkidahSalafiyah
Minat utamaPemurnian syariat Islam sesuai ajaran Muhammad
Mempengaruhi
Situs webwww.alalbany.net

Awal kehidupan

 
Shkodër, tempat kelahiran Al-Albani

Nama lengkapnya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin bin Nuh an-Najati al-Albani, nama kunyahnya adalah Abu Abdurrahman dan akrab di telinga umat Islam dengan nama Syaikh al-Albani, sedangkan al-Albani sendiri adalah penyandaran terhadap negara asalnya yaitu Albania. Syaikh al-Albani dilahirkan pada tahun 1914 di Kota Askhodera (Shkodër), sebuah distrik pemerintahan di Albania. Ayahnya adalah seorang ulama di sana, yaitu al-Hajj Nuh an-Najati (Haji Nuh, nama lengkapnya: Nuh bin Adam an-Najati al-Albani). Haji Nuh adalah salah satu pemuka Mazhab Hanafi di Albania dan begitu ahli di bidang ilmu syar'i yang didalaminya di Istanbul, Ibu kota Kesultanan Ottoman.

Saat Ahmet Zog (Zog dari Albania) naik takhta. Maka semenjak itu menjadi maraklah gelombang pengungsian orang-orang yang masih teguh mengadopsi nilai-nilai keislamannya, salah satu dari orang-orang itu adalah keluarga Haji Nuh yang memutuskan untuk migrasi ke Damaskus, ibu kota Syria yang ketika itu masih menjadi bagian dari wilayah Syam, saat itu Syaikh al-Albani baru berusia sekitar 9 tahun.[5]

Syaikh al-Albani tumbuh besar dan memulai lembaran-lembaran hidupnya di kota ini, latar belakangnya adalah berasal dari keluarga yang miskin, meskipun begitu pendidikan agama tetap menjadi acuan utama dalam kehidupan keluarganya. Oleh ayahnya, al-Albani kecil dimasukkan ke sebuah sekolah setingkat SD (sekolah dasar), yaitu al-Is'af al-Khairiyah al-Ibtidaiyah di Damaskus, lalu ayahnya memindahkannya ke sekolah lain. Di sekolah keduanya inilah ia selesaikan pendidikan dasar formalnya. Ayahnya tak memasukkan dirinya ke sekolah tingkat lanjutan, karena Haji Nuh memandang bahwa sekolah akademik dengan kurikulum formal ternyata tidak memberikan manfaat yang besar. Namun bukan berarti tak sampai di sini saja, demi program pendidikan yang lebih kuat dan terarah, ayahnya pun membuatkan kurikulum untuknya yang lebih fokus. Melalui kurikulum tersebut, Syaikh al-Albani mulai belajar al-Qur'an dan tajwidnya, ilmu sharaf, dan fiqih melalui mazhab Hanafi, karena ayahnya adalah ulama mazhab tersebut. Selain belajar melalui ayahnya, tak luput pula Syaikh al-Albani belajar dari ulama-ulama di daerahnya. Syaikh al-Albani pun mulai mempelajari buku Maraaqi al-falaah, beberapa buku Hadits, dan ilmu balaghah dari gurunya, Syaikh Sa'id al-Burhaani. Selain itu, ada beberapa cabang ilmu yang lain yang dipelajarinya dari Imam Abdul Fattah, Syaikh Taufiq al-Barzah, dan lain-lain.

Membaca adalah hobi yang digandrunginya. Proses belajar terus dijalaninya seiring dengan usianya yang semakin dewasa, ayahnya pun juga membekalinya keahlian dalam hal pekerjaan untuk menjadi modal mencari nafkahnya kelak, yaitu keahlian sebagai tukang kayu dan tukang reparasi jam. Tukang kayu adalah profesi awalnya, kemudian ia mengalihkan kesibukannya sebagai tukang reparasi jam, yang mana Syaikh al-Albani sangat mahir dalam bidang ini sebagaimana ayahnya. Karena keahlian reparasi jamnya sangat terkenal, hingga julukan as-Sa'ti (tukang reparasi jam) pun tersemat kepadanya saat itu.

Pada umur 20-an tahun, pandangan Syaikh al-Albani muda tertuju kepada Majalah al-Manar terbitan Muhammad Rasyid Ridha di salah satu toko yang dilaluinya. Dilihatnya majalah itu, kemudian dibukanya lembar demi lembar hingga terhentilah perhatiannya pada sebuah makalah studi kritik hadits terhadap Ihya' Ulumuddin (karangan al-Ghozali) dan hadits-hadits yang ada di dalamnya. "Pertama kali aku dapati kritik begitu ilmiah semacam ini", ungkap Syaikh al-Albani ketika mengisahkan awal mula terjunnya ke dunia hadits secara mendalam. Rasa penasaran membuatnya ingin merujuk secara langsung ke kitab yang dijadikan referensi makalah itu, yaitu kitab al-Mughni 'an Hamlil Asfar, karya al-Hafizh al-Iraqi. Namun, kondisi ekonomi tak mendukungnya untuk membeli kitab tersebut. Maka, menyewa kitab pun menjadi jalan alternatifnya. Kitab yang terbit dalam 3 jilid itu pun disewa kemudian disalin dengan pena tangannya sendiri, dari awal hingga akhir. Itulah aktivitas pertamanya dalam ilmu hadits, sebuah salinan kitab hadits. Selama proses menyalin itu, tentunya menjadikan Syaikh al-Albani secara tak langsung telah membaca dan menelaah kitabnya secara mendalam, yang mana dari hal ini menjadikan perbendaharaan wawasan yang ada pada Syaikh al-Albani pun bertambah, dan ilmu hadits menjadi daya tarik baginya.

Ilmu hadits begitu luar biasa memikat Syaikh al-Albani, sehingga menjadi pudarlah ideologi mazhab Hanafi yang ditanamkan ayahnya kepadanya, dan semenjak saat itu Syaikh al-Albani bukan lagi menjadi seorang yang mengacu pada mazhab tertentu (bukan lagi menjadi seorang yang fanatik terhadap mazhab tertentu), melainkan setiap hukum agama yang datang dari pendapat tertentu pasti akan ditimbangnya dahulu dengan dasar dan kaidah yang murni serta kuat yang berasal dari sunah Nabi Muhammad/hadits. Kesibukan barunya pada hadits ini mendapat kritikan keras dari ayahnya, bahwasanya "ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit", demikian ungkap ayahnya ketika mengomentari Syaikh al-Albani. Semakin terpikatnya Syaikh al-Albani terhadap hadits Nabi, itulah kata yang tepat baginya. Bahkan hingga toko reparasi jamnya pun memiliki dua fungsi, sebagai tempat mencari nafkah dan tempat belajar, dikarenakan bagian belakang toko itu sudah diubahnya sedemikian rupa menjadi tempat belajar.[7]

Syaikh al-Albani pun secara rutin mengunjungi perpustakaan azh-Zhahiriyyah di Damaskus. Waktu berjam-jam bisa habis di perpustakaan itu, hanya keluar di waktu-waktu salat, bahkan untuk makan pun sudah disiapkannya berupa makanan-makanan ringan untuk dinikmatinya selama di perpustakaan. Selain itu, Syaikh al-Albani juga menjalin persahabatan dengan pemilik-pemilik toko buku, hal ini memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang diinginkannya karena keterbatasan hartanya untuk membelinya, dan di saat ada orang yang hendak membeli buku yang dipinjamnya, maka buku tersebut dikembalikan. Bertahun-tahun masa-masa ini dilaluinya bersama sepeda sederhana yang biasa digunakannya untuk keperluan bepergian.

Syaikh al-Albani kadang membeli potongan-potongan kertas dari tempat pembuangan, yang mana dengan cara ini Syaikh al-Albani bisa membeli kertas dengan harga murah dan dalam jumlah yang cukup banyak, untuk kemudian dipakainya sebagai alat mencatat.

Suatu hari di perpustakaan azh-Zhahirriyyah, selembar kertas hilang dari manuskrip yang digunakan Syaikh al-Albani untuk belajar. Kejadian ini menjadikannya mencurahkan seluruh perhatian untuk membuat katalog dari seluruh manuskrip hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan. Dan karena sebab ini, Syaikh al-Albani pun mendapatkan banyak sekali ilmu dari ribuan manuskrip hadits yang disalinnya. Kehebatannya ini dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh Dr. Muhammad Mustafa A'dhami pada pendahuluan "Studi Literatur Hadits Awal", di mana Dr. Muhammad Mustafa A'dhami mengatakan: "Saya mengucapkan terima kasih kepada Syaikh Nashiruddin al-Albani, yang telah menempatkan keluasan ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya", hal ini dikarenakan Dr. Muhammad Mustafa A'dhami memanfaatkan perpustakaan itu untuk penyelesaian doktoralnya.

Syaikh al-Albani memiliki ijazah hadis dari ‘Allamah Muhammad Ragib al- Tabbag, yang kepadanya ia mempelajari ilmu hadis dan mendapatkan hak untuk menyampaikan hadis darinya. Albani juga memiliki ijazah tingkat lanjut dari Syaikh Bahjah al-Baitar (Isnad al-Syaikh terhubung ke Imam Ahmad). Keterangan ini terdapat dalam hayat al-Albani karangan Muhammad al-Syaibani. Ijazah ini hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar ahli dalam bidang hadis dan ilmu hadis dan dapat dipercaya untuk membawakan hadis secara teliti.[8]

Syaikh al-Albani mulai melebarkan hubungannya dengan ulama-ulama hadits di luar negeri, senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, ada di antaranya yang berasal dari India, Pakistan, dan negara-negara lain. Mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh Muhammad Zamzami dari Maroko, Syaikh 'Ubaidullah Rahman (pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih), dan juga Syaikh Ahmad Syakir dari Mesir, bahkan mereka berdua (Syaikh al-Albani dan Syaikh Ahmad Syakir) terlibat dalam sebuah diskusi dan penelitian mengenai hadits. Syaikh al-Albani juga bertemu dengan ulama hadits terkemuka asal India, yaitu Syaikh Abdus Shomad Syarafuddin yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan al-Kubra karya Imam an-Nasai, kemudian juga karya Imam al-Mizzi yang monumental yaitu Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan pengakuan atas keyakinan dia bahwa Syaikh al-Albani adalah salah satu ulama hadits terhebat pada masa itu.

Sekitar tahun 1962, Syaikh al-Albani mendapatkan panggilan dari Universitas Islam Madinah dan Syaikh al-Albani direncanakan akan diangkat menjadi dosen di sana. Di sana Syaikh al-Albani mengajar ilmu Hadits dan fiqh Hadits di fakultas pascasarjana. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz memberikan komentar atas Syaikh al-Albani, "Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang sangat alim (berilmu) dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani", demikian ungkap dia.

Karya-karyanya sangat banyak, yang kecil maupun yang besar (tebal), bahkan ada yang berjilid-jilid, yang lengkap maupun yang belum, yang sudah dicetak maupun yang masih berbentuk manuskrip. Selama hidupnya, Syaikh Albani telah banyak meneliti dan men-ta'liq banyak silsilah perawi hadits pada hadits-hadits yang sudah tak terhitung jumlahnya secara pasti, dan menghabiskan waktu puluhan tahun untuk belajar buku-buku hadits.[9] Namun demikian, al-Albani juga tidak lepas dari kritik. Banyak sekali kritik yang dilancarkan kepada al-Albani, termasuk metodenya dalam mendaifkan hadis.

Beberapa Tugas Ilmiah dan Dakwah yang Pernah Diemban

  • Setelah menganalisis hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama hadits asal India, yaitu Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami (kepala Ilmu Hadits di Mekkah), memilih Syaikh al-Albani untuk memeriksa dan mengoreksi kembali analisis yang dilakukan Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid lengkap dengan ta'liq (catatan) dari keduanya, yaitu Syaikh A'dhami maupun Syaikh al-Albani. Ini merupakan bentuk penghormatan dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh al-Albani.
  • Universitas Damaskus Fakultas Syari'ah memilih Syaikh al-Albani untuk melakukan studi hadits dalam bab fiqh jual-beli dalam Mausu'ah (ensiklopedi) Fiqh Islam.
  • Sebagai salah satu bentuk pengakuan ulama Arab terhadap keilmuannya, pihak Universitas Islam Madinah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Syaikh al-Albani bertugas selama 3 tahun, kemudian diangkat sebagai anggota majelis al-A'la Universitas Islam Madinah. Saat berada di sana Syaikh al-Albani menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba di mana dosen-dosen lain menikmati hidangan teh dan kurma, Syaikh al-Albani lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan. Syaikh al-Albani juga pernah diminta oleh Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits pada pendidikan pascasarjana di Universitas Makkah al-Mukarramah, namun karena beberapa hal maka keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya yang besar terhadap ilmu agama, Syaikh al-Albani pun mendapatkan sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi yaitu piagam internasional King Faisal pada tahun 1999.
  • Pada edisi dari himpunan hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit Maktabah Islamy meminta Syaikh al-Albani untuk memeriksa pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan di Misykah al-Mashabih: "Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada tempat-tempat yang diperlukan, serta membetulkan kesalahan-kesalahan..."
  • Dan masih sangat banyak lagi yang lainnya...

Karya-karya

Tercatat banyak sekali karya mulai dari ukuran satu jilid kecil, besar, hingga yang berjilid-jilid, baik yang berbentuk karya tulis pena, takhrij (koreksi hadits) pada karya orang lain, buku khusus takhrij hadits, maupun tahqiq (penelitian atas kitab tertentu dari segala macam sisinya), lalu dituangkan dalam catatan kaki dalam kitab tersebut. Sebagiannya telah lengkap, sebagiannya lagi belum sempurna (karena wafat), dan sebagiannya lagi sudah sempurna namun masih dalam bentuk manuskrip (belum dicetak dan diterbitkan). Beberapa di antaranya yang paling populer serta monumental adalah:

  1. Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah wa Syai'un min Fiqiha wa Fawaaidiha (9 jilid), karya ini berisikan studi ilmiah terhadap hadits-hadits Nabi untuk dinyatakan shahih sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah disepakati ulama ahli hadits sepanjang zaman. Berdasarkan penomoran terakhir dari kitab itu, jumlah hadits yang tertera adalah 4.035 buah.
  2. Silsilah al-Ahaadits adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi' fil Ummah (14 jilid), karya ini berisikan studi ilmiah atas hadits-hadits untuk dinyatakan lemah atau palsu sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah disepakati ulama ahli hadits sepanjang zaman. Rata-rata setiap jilidnya berisikan 500 buah hadits.
  3. Irwa'ul Ghalil (8 jilid), kitab ini berisikan takhrij (studi ilmiah) atas hadits-hadits dalam kitab Manarus Sabil. Berdasarkan penomoran hadits di jilid terakhir, jumlah haditsnya sebanyak 2.707 buah.
  4. Shahih & Dha'if Jami' ash-Shaghir wa Ziyadat ihi, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan as-Suyuthi lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif. Tercatat, yang shahih berjumlah 8.202 hadits dan yang tidak shahih berjumlah 6.452 hadits.
  5. Shahih Sunan Abu Dawud dan Dhaif Sunan Abu Dawud, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Abu Dawud lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 5.274 buah.
  6. Shahih Sunan at-Tirmidzi dan Dhaif Sunan at-Tirmidzi, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Tirmidzi lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 3.956 buah.
  7. Shahih Sunan an-Nasa'i dan Dhaif Sunan an-Nasa'i, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Nasai lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 5.774 buah.
  8. Shahih Sunan Ibnu Majah dan Dhaif Sunan Ibnu Majah, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Ibnu Majah lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 4.341 buah.

Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti misalnya (yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia):

  1. Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah,
  2. Ahkaamul Janaaiz,
  3. Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil,
  4. Tamaamul Minnah fi Ta’liq 'Alaa Fiqh Sunnah,
  5. Shifat Shalat Nabi shallahu'alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha (berisi tuntunan-tuntunan dalam melaksanakan salat sebagaimana yang tertera dalam hadits Nabi),
  6. Shahih At-Targhib wat Tarhiib,
  7. Dha’if At-Targhib wat Tarhiib,
  8. Fitnatut Takfiir (kitab ini memuat hadits-hadits dan penjelasan ulama besar masa lampau tentang bahaya dari mudah/gegabah dalam mengkafirkan seseorang),
  9. Jilbaab Al-Mar’atul Muslimah,
  10. Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa 'alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman (kitab ini memuat hadits yang berbentuk riwayat-riwayat kabar tentang kedatangan Dajjal dan turunnya Nabi Isa di akhir zaman),
  11. Dan lain-lain.

Semua ini adalah sebuah realisasi proyek besar Syaikh al-Albani yang disebutnya dengan "Taqribus Sunnah Baina Yadayil Ummah" (Mendekatkan Sunnah Kehadapan Ummat), tujuannya adalah memudahkan ummat secara umum untuk mengambil hadits Nabi yang shahih secara mudah. Agar ummat lebih akrab dengan hadits Nabi yang shahih dan lebih mudah untuk mendapatkannya.[10]

Cara Pandang

Menolak taklid buta

Syaikh al-Albani sangat aktif di medan dakwah dan sangat memerangi metode taklid, taklid yaitu menerima apa pun yang dikatakan seseorang (biasanya ulama atau ahli ilmu) tanpa mempertanyakan keabsahan dasar penyandaran hukumnya. Ayahnya cenderung senantiasa mengarahkannya kepada mazhab Hanafi untuk kemudian menjadi ulama mazhab Hanafi mengikuti jejak ayahnya, namun ternyata yang terjadi adalah lain dari apa yang diharapkan oleh ayahnya. Ketekunan terhadap ilmu hadits menyebabkan Syaikh al-Albani tidak mau terikat dengan mazhab tertentu. Bahkan secara prinsip, Syaikh al-Albani terikat dengan 4 mazhab sekaligus, yaitu dalam hal penyandaran hukum, yaitu menyandarkan semua syariat kepada al-Qur'an dan as-Sunnah (hadits) dengan dibimbing pemahaman para Salafusshalih (tiga generasi yaitu sahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in).

Penolakan terhadap ideologi radikal

Didalam kitab Fitnatut Takfiir, Syaikh al-Albani banyak sekali menjelaskan kesalahan-kesalahan dan fatalnya pemikiran takfiri (mudah mengkafirkan seseorang), mulai dari bahaya yang berkaitan dengan aqidah (keyakinan) orang yang melakukan takfir secara serampangan, hingga bahaya secara dzahir yang bisa diakibatkan oleh pemikiran ini terhadap orang yang ditakfir (divonis kafir secara serampangan), karena orang yang dianggap kafir maka darahnya menjadi halal. Hal inilah yang menyebabkan banyak sekali tindak terorisme dan kejahatan atas nama "Jihad".[11]

Sebagaimana Islam yang satu di atas pemahaman yang satu dan murni sebagaimana Islam pada masa Nabi dan para Sahabatnya, maka metode memurnikan ajaran Islam dengan cara kembali pada pemahaman para Sahabat Nabi dalam menerapkan syariat Islam dan memahami al-Qur'an serta as-Sunnah adalah satu-satunya cara untuk mempersatukan umat yang saat ini terpecah-pecah akibat dari adanya hizbi (partai atau kelompok), sekte, maupun aliran yang bermacam-macam. Dan bahkan dengan adanya perbedaan mazhab Imam pun bisa memecah belah kesatuan umat. Akibat dari perpecahan ini adalah menjadi lemahlah kekuatan ukhuwah ummat dan sangat mudah diprovokasi oleh orang-orang yang memusuhi Islam.

  • Sebagaimana perkataan Imam Malik:

"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah maka ambillah, dan bila tidak sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, maka tinggalkanlah..." (Muqaddimah al-Muwaththo', karya Imam Malik).

  • Atau perkataan Imam Syafi'i:

"Apabila telah shahih suatu hadits, maka itulah mazhabku" (Hilyatul Aulia I/475 - Abu Nu'aim, dishahihkan oleh Imam an-Nawawi (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam al-Majmu I/63, dibawakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam Tawali Ta'sis hal. 109, dan ditakhrij secara khusus oleh al-Imam as-Subki (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam kitab Ma'na Qaulil Imam al-Muthallibi Idza Shahhal Haditsu Fahuwa Mazhabi).

  • Dan juga perkataan yang lain dari Imam Syafi'i:

"Setiap apa yang aku katakan lalu ada hadits shahih dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang menyelisihi ucapanku, maka hadits lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taklid kepadaku" (Hilyatul Aulia' IX/106-107 - Abu Nu'aim) Yang dari perkataan-perkataan di atas cukup menggambarkan bahwasanya Imam Mazhab pun sebenarnya tak ingin diambil ilmunya secara membabi buta tanpa menelitinya terlebih dahulu apakah sesuai dengan kaidah Nabi (hadits/as-Sunnah) ataukah tidak.

Syaikh al-Albani sangat getol menyerukan manhaj (metode beragama) para Salaf (para pendahulu/generasi pertama umat Islam/para Sahabat Nabi). Syaikh al-Albani mengadopsi metode yang murni, yaitu memahami syariat pada hakikat asalnya, sebagaimana yang dilakukan Nabi dan para Sahabat, tanpa penafsiran-penafsiran yang tak diperlukan dan bahkan menyeleweng dari hakikat asalnya. Meskipun begitu, tetap hal semurni ini tak menghindarkannya dari hujatan, Syaikh al-Albani pun kemudian banyak dimusuhi oleh ulama-ulama yang fanatik terhadap mazhab tertentu, yang mana masing-masing dari mereka merasa dirugikan.[12]

Cobaan Dipenjara

Dalam dakwahnya, tak jarang Syaikh al-Albani mengalami tentangan-tentangan yang keras dari orang-orang yang memusuhinya. Dan sebagai buahnya, Syaikh al-Albani pun pernah merasakan dinginnya lantai penjara dikarenakan fitnah yang menerpanya.

Wafatnya

Di akhir-akhir masa usianya, Syaikh al-Albani melemah hingga mengalami sakit dan sempat beberapa kali masuk rumah sakit. Sesekali Syaikh al-Albani keluar rumah sakit dalam kondisi yang tampak sehat. Pada akhir sakitnya, Syaikh al-Albani dibawa ke rumah sakit di Yordania untuk menjalani perawatan yang intensif. Pada hari sabtu tanggal 2 Oktober 1999, beberapa saat sebelum magrib, Syaikh al-Albani pun mengembuskan nafas terakhirnya.[13]

Perkataan Para Ulama Tentangnya

  • Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu-Syaikh berkata: "Ia adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela al-Haq dan menyerang ahli kebatilan."
  • Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi (penulis kitab tafsir Adhwa'ul Bayan). Diriwayatkan dari Abdul Aziz al-Haddah (murid Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi) berkata: "Sesungguhnya al-'Allamah (yang sangat berimu) Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi sangat menghormati Syaikh al-Albani dengan penghormatan yang luar biasa. Sampai-sampai apabila dia melihat Syaikh al-Albani lewat ketika dia sedang mengajar di Masjid Nabawi, dia pun memutus sebentar pelajarannya lalu berdiri dan memberikan salam kepada Syaikh Albani dalam rangka menghormatinya."
  • Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata: "Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani.” Saat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya tentang hadits Rasulullah shallahu’alaihi wasallam: "Sesungguhnya Allah akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid yang akan mengembalikan kemurnian agama ini", dia (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz) pun ditanya siapakah mujaddid abad ini. Dia menjawab: "Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, dialah mujaddid abad ini dalam pandanganku (menurutku), dan Allah lebih mengetahui (tentang hal ini)."
  • Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: "Dia adalah alim (orang berilmu) yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan hujjah yang kuat."
  • Syaikh Muqbil bin Hadi al-wadi'i berkata: "yang saya yakini bahwa Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, semoga Allah menjaganya, tergolong pembaharu (pemurni), yang tepat baginya sabda Rasul (yang artinya): Sesungguhnya Allah akan membangkitkan pada penghujung tiap seratus tahun seseorang yang akan memurnikan untuk umat ini agamanya."

Guru-gurunya

  • Al-Hajj Nuh bin Adam al-Albani (ayahnya, seorang ulama Madzab Hanafiyah Albania),
  • Syaikh Sa'id al-Burhaani,
  • Imam Abdul Fattah,
  • Syaikh Taufiq al-Barzah,
  • Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar,
  • Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh

Murid-muridnya

  • Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu Nasr,
  • Syaikh Salîm bin 'Îd al-Hilâlî
  • alî,
  • Syaikh Ali bin Hassan al-Halabi,
  • Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini
  • Syaikh Muqbil bin Hadi al-wadi'i,
  • Syaikh 'Ashim bin Abdillah Alu Ma'mar al-Qoryuthi,
  • Syaikh Dr. Amin al-Mishri,
  • Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali,
  • Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Salman,
  • Syaikh Abu Ahmad Muhammad Nashir at-Turmaniniy,
  • Dan lain-lain.

Pranala luar

Situs-situs berikut menyediakan unduhan kitab-kitab karya Syaikh al-Albani:

Referensi

  1. ^ "اغتيال قائد جيش الإسلام زهران علوش بغارة يعتقد أنها روسية". أنا برس. Dec 25, 2015. 
  2. ^ "الشيخ المجاهد "زهران علوش".. سيرة قائد طلب الشهادة فنالها". هيئة الشام الإسلامية. January 28, 2016. 
  3. ^ "Biografi Syaikh Albani, Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini", Mubarak B. Mahfudh Bamualim
  4. ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011, Qomar Suaidi, Lc
  5. ^ a b Hayah al-Albani, Syaikh Muhammad asy-Syaibani
  6. ^ Al-Imam al-Mujaddid al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani, oleh Umar Abu Bakar
  7. ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal. 12, Qomar Suaidi, Lc
  8. ^ www.troid.org.org.Penerjemah: Webmaster Jilbab Online. Diakses 11 Mei 2011
  9. ^ Safahaat baydhaa min hayaat Shaykhinaa al-Albaanee – Page 40, Shaykh 'Ashees
  10. ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal. 16, Qomar Suaidi, Lc
  11. ^ Bahkan beredar pula rekaman Syaikh al-Albani saat beliau berdialog dengan kaum takfiri, rekaman itu salah satunya bisa didengarkan disini atau disini.
  12. ^ Syaikh Albani dan Manhaj Salaf, oleh Umar Abdul Mun'im Salim
  13. ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal 19, Qomar Suaidi, Lc

Catatan