Huzaemah Tahido Yanggo (lahir di Donggala, Sulawesi Tengah, 30 Desember 1946) adalah pakar fikih perbandingan mazhab asal Indonesia. Huzaemah merupakan perempuan Indonesia pertama yang mendapatkan gelar doktor dari Universitas Al-Azhar, Mesir dan dengan predikat cum laude. Ia merupakan guru besar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang kini juga menjabat sebagai rektor Institut Ilmu Al-Quran, Jakarta (2018-2022).[1][2] Huzaemah juga aktif menjadi anggota MUI, ia menjadi anggota Komisi Fatwa MUI sejak tahun 1987 dan anggota Dewan Syariah Nasional MUI sejak 1997.[1] Huzaemah juga pernah menjabat sebagai ketua bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia.[3] Pada 2000, ia diangkat menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Pengajian dan Pengembangan sosial.[1]

Beberapa buku yang ditulisnya antara lain adalah "Pengantar perbandingan mazhab" (2003), "Masail fiqhiyah: kajian hukum Islam kontemporer" (2005), dan "Fikih perempuan kontemporer" (2010).[4]

Kehidupan awal

Huzaemah menempuh pendidikan dasar hingga perguruan tinggi di lembaga pendidikan Alkhairaat. Pada 1975, ia meraih gelar Sarjana Muda (BA) dari Fakultas Syariah Universitas Islam (Unis) Alkhairaat. Berselang dua tahun, ia melanjutkan studinya ke Universitas Al-Azhar Kairo Mesir hingga meraih gelar Master of Arts (MA) pada 1981 dan gelar doktor pada 1984 yang masing-masing mendapatkan predikat memuaskan (yudicium cumlaude)[2].

Karir

Pada 2018, Huzaemah menjadi Pembantu Dekan I di Fakultas Syariah dah Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan menjabat direktur Program Pascasarjana Institut Ilmu al-Quran (IIQ) dan sekaligus Rektor Institut Ilmu Alquran periode 2014-2018 dan berlanjut 2018-2022.[1] Huzaemah mengajar di tiga universtas, yaitu UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Universitas Indonesia. Selain aktif di dunia akademik, Huzaemah juga pernah menjadi anggota dewan pengawas syariah di Bank Niaga Syariah pada 2000.[1]

Pemikiran

Mengenai peran perempuan di sektor publik, Huzaemah berpandangan bahwa hal tersebut harus dilakukan secara seimbang dengan tidak meninggalkan peran domestiknya. Menurut Huzaemah, Islam memberi ruang pada perempuan untuk ikut berkontribusi dalam menyejahterakan keluarga. Peran publik ini, dalam pandangannya, dapat dilakukan oleh perempuan selama dia bekerja sesuai kodrat keperempuanannya, tidak meninggalkan pekerjaan domestik, dan tetap memegang aturan agama. Karena pandangannya tersebut, Huzaemah disebut berdiri di atas dua kaki. Ia seorang perempuan modernis yang memegang nilai-nilai dan di saat yang sama adalah tradisionalis. Huzaemah juga menyatakan ketiidaksetujuannya terhadap usulan revisi Kompilasi Hukum Islam yang dibawa Tim Pengarusutamaan Gender (PUG). [1]

Penghargaan

  • Penghargaan “Kepemimpinan dan Manajemen Peningkatan Peranan Wanita” dari Menteri Negara Peranan Wanita RI (1999)
  • Penghargaan Eramuslim Global Media atas kepedulian terhadap ilmu Syariah sebagai pakar fikih perempuan (2007)
  • Satya Lencana Wira Karya dari Presiden RI atas jasa sebagaianggota Tim Penyempurnaan Tafsir al-Qur’an Departemen Agama RI (2007)
  • Penghargaan Women Award atas dedikasi, inovasi dan prestasinya dalam mewujudkan hak-hak perempuan dan anak dari rektor UIN Jakarta (2015)
  • Lencana Karya Satya 30 Tahun (2016)[2]

Referensi

  1. ^ a b c d e f Alniezar, Fariz (2018-06-04). "Huzaemah T. Yanggo: Ahli Perbandingan Mazhab yang Gilang Gemintang". tirto.id. Diakses tanggal 2020-07-19. 
  2. ^ a b c Maghfiro, Neneng (2019-10-08). "Huzaemah Tahido Yanggo; Muslimah Pakar Fikih Perbandingan Madzhab yang Pertama di Indonesia". Bincang Muslimah. Diakses tanggal 2020-07-20. 
  3. ^ JawaPos.com (2019-06-18). "Huzaemah Tahido, Kabid Fatwa MUI: Kerja Ikhlas Bikin Sehat". JawaPos.com. Diakses tanggal 2020-07-20. 
  4. ^ "Huzaemah Tahido Yanggo - Google Scholar". scholar.google.com. Diakses tanggal 2020-07-20.